Sentimen
Positif (88%)
18 Sep 2023 : 12.12
Informasi Tambahan

Grup Musik: iKON

Kab/Kota: bandung, Yogyakarta

Dua Gedung Tinggi Berbentuk Paru-Paru Manusia di Bandung, Punya Bentuk Ikon Ikonik

18 Sep 2023 : 19.12 Views 2

Ayobandung.com Ayobandung.com Jenis Media: Nasional

Dua Gedung Tinggi Berbentuk Paru-Paru Manusia di Bandung, Punya Bentuk Ikon Ikonik

LENGKONG, AYOBANDUNG.COM -- Masyarakat Bandung ataupun wisatawan dari luar daerah yang pernah ke Bandung tepatnya jalan Dago pasti tahu mengenai bangunan ini.

The Maj adalah dua buah gedung tinggi berbentuk seperti paru-paru manusia di tengah Kota Bandung.

Gedung ini mulai dibangun pada 2015 untuk dijadikan apartemen mewah dengan pemandangan alam dan citylight Kota Bandung.

Apartemen ini dibangun oleh PT Dago Trisinergi Properti milik Gita Wirjawan pengusaha sekaligus mantan Menteri Perdagangan di era Susilo Bambang Yudhoyono.

Setelah beberapa waktu kemudian, apartemen tersebut sudah memiliki bentuk yang rampung dan terlihat seperti sebuah ikon yang menarik. 

Arsitektur gedung The MAJ Dago tergolong menarik dan unik. Desainnya terinspirasi dari pegunungan Parahyangan yang subur dan indah.

Baca Juga: Akun Facebook Kembali Diretas, Dedi Mulyadi Telah Berikan Klarifikasi Namun Warganet Tetap Tak Acuh, Kenapa?

Pada tahun 2012 PT Dago Trisinergi Properti telah mengantongi izin untuk membangun apartemen di lokasi tersebut, hal ini tercatat dalam Keterangan Rencana Kota (KRK).

Pada November 2022 apartemen ini resmi dilelang oleh PT Bank Muamalat Indonesia Tbk dengan harga Rp 314,2 Milyar.

Terdapat 23 lantai dalam bangunan tersebut dan terdiri dari di lahan seluas 9.754 meter persegi. luas sekali bukan?

Asal Muasal Sejarah Kawasan Dago 

 

Sebagai satu kawasan hunian yang asri dengan pohon-pohon besar yang memberikan keteduhan, tak salah bila selama ini Dago disebut sebagai "jantungnya" kota Bandung. Ke Bandung tapi nggak mampir ke Dago, sama dengan ke Yogyakarta nggak ke Malioboro.

 

Tapi, sekira seabad yang lalu kawasan Dago sebenarnya adalah kawasan hutan belantara. 

 

Kalau mau membayangkan mungkin bisa membayangkan suasana Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda. Dulunya Tahura merupakan taman raya terbesar yang pernah dibangun Belanda.

 

Seperti itulah Dago zaman baheula. Ya. Dulu Dago memang kawasan terpencil.

 

Konon, ini yang orang Bandung juga banyak yang nggak tahu, kawasan ini disebut "Dago" karena dulu ada semacam kebiasaan saling tunggu yang sering dilakukan oleh warga Bandung Utara.

 

 

Kegiatan ini dalam bahasa Sunda disebut dengan "silih dagoan" atau saling tunggu sebelum pergi ke daerah utara dan selatan. 

 

Mereka saling tunggu lantaran dulu Dago banyak begal dan rampoknya sehingga penduduk yang hendak pergi maupun pulang dari pasar harus melewati kawasan ini ramai-ramai.

 

Asal usul nama Dago. (Ist)

 

Dulu di Dago ada sebuah kampung kecil bernama Kampung Banong yang mulai dikenal sejak juragan kopi bernama Andre van der Burn mendirikan rumah di sana untuk beristirahat.

 

Sejak Andre van der Burn membangun rumah peristirahatannya, Dago terus dibangun dan dikembangkan. Pada 1910, pemerintah Gemeente Bandung memperluas wilayah administrasinya ke arah utara.

 

Kemudian para penduduk mulai membuka perkebunan dan sawah, membangun Jalan Dago [Dagoweg] sampai ke hutan di kawasan Dago Pakar, hingga pembangunan pengolahan air minum dan pembangkit listrik tenaga air di bukit di Dago Atas. 

 

Boleh jadi Belanda dulu sangat serius membangun Bandung. Mereka bahkan sempat merencanakan memindahkan ibu kota Hindia-Belanda dari Batavia ke Bandung. Makanya, pembangunan kawasan Dago juga menjadi fokus pemerintah kolonial Belanda.

 

Kawasan Dago dirancang mengikuti perencanaan kota (Uitbreidingsplan Bandoeng Noord) yang dirancang AIA Bureau. Dikenal lah sistem zoning, di mana kawasan Bandung Tengah dijadikan sebagai pusat pemerintahan, perkantoran, dan perdagangan.

 

 

Sementara, kawasan Bandung Utara yang dikenal dengan sebutan Dagostraat atau Dagoweg dibangun dengan fungsi hunian, pendidikan, dan kesehatan. 

 

Asal-usul Dago. (Ist)

 

Hingga masa kemerdekaan Indonesia pada 1945, kawasan Dago tetap menjadi kawasan hunian dengan kondisi keasrian yang tetap terjaga hingga akhir 1960. Kemudian pada 1987 dibangunlah bangunan supermarket Gelael yang menjadi penanda era komersial kawasan Dago.

 

Rumah bangunan arsitektur zaman Belanda perlahan hilang satu per satu. Padahal tembok-tembok rumah itu bisa jadi "saksi bisu" peradaban Bandung sebagai sebuah kota.

 

Sentimen: positif (88.6%)