Sentimen
Informasi Tambahan
Agama: Islam
Kab/Kota: Stockholm
Kasus: penganiayaan
Tokoh Terkait
3 Hal Disorot Media Asing soal RI Setelah Jokowi Lengser
CNBCindonesia.com Jenis Media: News
Jakarta, CNBC Indonesia - Tidak berkuasanya kembali Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) setelah pemilu presiden (Pilpres) 2024 disorot media asing. Salah satunya The Economist.
Laman itu memuat judul khusus tentang pemilu di RI yang akan mengubah rezim sang Presiden bertajuk "What will Indonesia look like after Jokowi leaves?". Ada catatan kecil dalam artikel itu dan berbunyi "the presidents legacy is not guaranteed" alias warisan sang presiden tidak terjamin.
Tulisan awal dimulai dengan bagaimana RI di masa Jokowi. Ia digambarkan telah berperan sebagai "negarawan global".
"Ia menjadi tuan rumah bagi para pemimpin dari seluruh kawasan pada KTT Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) di Jakarta pada tanggal 5 hingga 7 September," muat media itu 7 September lalu, dikutip Kamis (14/9/2023).
Bukan hanya itu, kesannya di dalam negeri juga disorot. Bagaimana tutur perilaku Jokowi disebut membuat ia banyak disukai.
"Gaya Jokowi yang lembut dan sederhana menjadikan Jokowi, begitu ia disapa, menjadi salah satu pemimpin yang paling disukai di dunia," tambah media itu.
"Peringkat persetujuannya berkisar sekitar 80%," jelas The Economist lagi.
"Hanya Narendra Modi, Perdana Menteri India, yang mampu mendekati pencapaian tersebut," tulisnya menyandingkan dengan pemimpin India.
Namun, ada tiga sorotan penting yang dicatat media itu ketika Jokowi tak berkuasa lagi. Bahkan disebutnya menimbulkan ketidakpastian besar.
"Apakah perekonomian Indonesia akan terus tumbuh, apakah penggantinya akan mempertahankan kebijakannya, dan apakah negara tersebut dapat mempertahankan tindakan penyeimbangan di dunia yang terpecah," terang laman itu.
1.Apakah Ekonomi RI akan Terus Tumbuh?Rekor pertumbuhan ekonomi Jokowi dinilai cukup baik. Indonesia, dimuat The Economist lagi, telah menjadi negara dengan pertumbuhan tercepat kelima di antara 30 negara dengan perekonomian terbesar di dunia sejak ia menjabat pada tahun 2014.
PDB dilaporkan meningkat secara kumulatif sebesar 43% sejak saat itu. Bahkan proyeksi IMF menunjukkan laju ini dapat terus berlanjut.
"Hal ini sebagian besar disebabkan oleh pembangunan infrastruktur yang sangat besar. Negara terpadat keempat di dunia ini terdiri dari lebih dari 13.000 pulau, banyak di antaranya tidak memiliki fasilitas dasar," muat media itu.
"Sering digambarkan dalam topi keras, Jokowi telah membangun bandara, pelabuhan, pembangkit listrik, bendungan dan telah membangun ribuan kilometer jalan raya dan jalur kereta api. Dia telah menggunakan popularitasnya untuk membujuk partai-partai politik, badan usaha milik negara, dan para taipan berpengaruh di negaranya," jelasnya.
Menurut laman tersebut ini akan menjadi pekerjaan rumah bagi presiden baru ke depan. Bagaimana mereka mempertahankan pertumbuhan itu.
2.Apakah Penggantinya akan Mempertahankan Kebijakannya?Media itu pun menyoroti sejumlah kebijakan Jokowi. Termasuk apakah ini akan diteruskan presiden selanjutnya.
Ibu kota baru Nusantara (IKN) yang jadi salah satu andalan Jokowi saat ini misalnya. Proyek di hutan Kalimantan itu, disebut The Economist, merupakan contoh dari strategi Jokowi sekaligus jadi sorotan akankah ketidakpastian karena pemilu membuat proyek ini berhasil.
"Jokowi berpendapat bahwa kota yang dikenal dengan nama Nusantara ini penting karena seperempat wilayah Jakarta, ibu kota saat ini, bisa tenggelam pada tahun 2050," tulisnya.
Sejumlah kritikan terhadap proyek juga dimunculkan. Termasuk bagaimana investasi sejauh ini di sana.
"Para kritikus mengatakan proyek senilai US$34 miliar, yang akan selesai pada tahun 2045, tidak realistis. Pemerintah mengatakan akan menanggung 20% dari biaya yang diproyeksikan, dan sisanya didanai oleh investor dalam dan luar negeri," muatnya.
"Namun, lebih dari empat tahun setelah proyek tersebut diumumkan, tidak ada satupun investor asing yang menandatangani kontrak yang mengikat untuk mendanai kota tersebut," katanya.
Meski begitu, menurut The Economist, Jokowi sebenarnya memang mampu menarik banyak pihak asing untuk mendukung proyek-proyeknya yang lain. Investasi asing langsung melonjak menjadi US$45 miliar pada tahun 2022, naik 44% dari tahun sebelumnya.
"Sebagian besar investasi ini datang dari China dan mengalir ke pertambangan dan pengolahan nikel. Indonesia memiliki cadangan logam terbesar di dunia, yang penting untuk memproduksi baterai kendaraan listrik," muatnya.
Kerja sama RI di nikel dengan China termasuk membuat fasilitas pengolahan besar di Indonesia. Hal ini disebut memang telah mendorong pertumbuhan dan lapangan kerja baru, meskipun, tegas The Economist, mengorbankan lingkungan.
Namun lagi-lagi media itu menjelaskan hal ke depan kebijakan-kebijakannya ini terlihat belum pasti. Termasuk keinginan merangsang perluasan dari pemrosesan nikel di dalam negeri hingga pembuatan prekursor baterai dan bahkan kendaraan listrik.
Diketahui, RI sendiri mengekspor produk nikel senilai lebih dari US$30 miliar pada tahun lalu. Ini 10% dari total ekspor dan sepuluh kali lebih banyak dibandingkan tahun 2013.
3.Apakah RI dapat Mempertahankan Diri sebagai Penyeimbangan di Dunia yang Terpecah?Posisi RI setelah Jokowi di geopolitik global juga disorot. Media itu menulis bagaimana kedekatan dengan investasi China membuat RI tak leluasa mengkritik Negeri itu.
"Ketergantungan ekonomi pada China telah membatasi ruang Indonesia dalam pengelolaan geopolitik," muatnya.
"Meskipun merupakan negara dengan mayoritas Muslim terbesar di dunia, Indonesia tetap bungkam mengenai penganiayaan terhadap warga Uighur, kelompok etnis Muslim dominan yang berasal dari wilayah Xinjiang, China karena takut akan dampak ekonominya," klaim The Economist.
Meski demikian, media tersebut mengakui kalau Jokowi juga sebenarnya berupaya mengimbangi hubungan itu dengan apa yang disebutnya "lindung nilai" ke Amerika Serikat (AS). Jokowi, kata The Economist, juga telah memperkuat hubungan keamanan dan ekonomi dengan Amerika dan sekutunya.
"Dalam hal keamanan ... telah menghindari ketergantungan pada China. Pemasok peralatan militer terbesar ke Indonesia adalah Korea Selatan, Amerika, dan Prancis, menurut Stockholm International Peace Research Institute, sebuah think-thank," muatnya.
"Namun membangun hubungan ekonomi dengan Amerika terbukti lebih sulit. Indonesia sangat menginginkan kesepakatan perdagangan dengan Amerika yang mencakup logam agar penjualan nikel Indonesia di Amerika menjadi lebih murah dan tidak terlalu bergantung pada China," jelas media itu.
"Namun pemerintah Amerika mengkhawatirkan dominasi China dalam industri nikel di Indonesia, sehingga kesepakatan masih sulit dicapai," tambahnya.
Memuat kutipan mantan menteri Thomas Lembong, The Economist menyebut meski pro kontra memang ada, fokus Jokowi sebenarnya terbukti populer. Katanya, sebagian besar elite Indonesia mengagumi China di mana mereka menganggap demokrasi di Barat sudah dekaden, sedang mengalami kemunduran, berantakan, dan lambat.
"Indonesia memandang presiden mereka sebagai orang yang menyelesaikan segala sesuatunya," tambah media itu lagi.
[-]
-
Media Asing Sorot Pilpres RI, Sebut Capres Ini yang Unggul(sef/sef)
Sentimen: positif (99.6%)