Sentimen
Negatif (100%)
13 Sep 2023 : 05.01
Informasi Tambahan

Hewan: buaya

Institusi: University of Melbourne

Kab/Kota: Lubang Buaya, Banda Aceh, Sydney

Kasus: pembunuhan

Operasi Pembantaian 1965-1966 di Indonesia Diperintah Langsung Soeharto?

13 Sep 2023 : 05.01 Views 3

Okezone.com Okezone.com Jenis Media: Nasional

Operasi Pembantaian 1965-1966 di Indonesia Diperintah Langsung Soeharto?

SEJARAWAN dari Sydney Southeast Asia Centre, Jess Melvin menuangkan sejumlah dokumen operasi pembantaian orang-orang di berbagai pelosok Indonesia pada periode 1965-1966, menjadi sebuah buku yang berjudul The Army and the Indonesian Genocide: Mechanics of Mass Murder atau 'Tentara dan Genosida di Indonesia: Tata Cara Pembunuhan Massal'.

Jess Melvin mengungkapkan dalam dokumen tersebut bahwa operasi pembantaian warga di berbagai pelosok Indonesia dikoordinir langsung oleh Mayor Jenderal Soeharto, yang kemudian menjadi presiden menggantikan Soekarno.

Menurutnya, berdasarkan beragam dokumen tersebut, dapat diketahui bahwa militer mengaktifkan rantai komando militer yang telah dibentuk sebelum tanggal 1 Oktober (1965) untuk melakukan apa yang digambarkan sebagai operasi pembasmian.

"Keadaan darurat militer diterapkan di Sumatera, di mana komando ini beroperasi. Tanggal 4 Oktober, sekarang kita mengetahui militer melangkah lebih jauh, memerintahkan warga sipil untuk bergabung. Pada tanggal 14 Oktober, dibuat Ruang Yudha untuk mengoordinasikan operasi penumpasan ini," kata Jess seperti dilansir dari BBC News Indonesia, Rabu (13/9/2023).

"Operasi pembasmian ini diterapkan lewat berbagai rantai komando secara territorial dan struktural seperti Kodam, KOTI, RPKAD dan Kostrad dikoordinir langsung oleh Soeharto di pusat," Jess menegaskan.

Selanjutnya lewat buku setebal 322 halaman yang diterbitkan Routledge pada tahun 2018 tersebut, Jess Melvin menyatakan, TNI melakukan operasi terencana untuk membunuh lawan politiknya.

"Temuan pentingnya adalah sekarang kita memiliki pemahaman tentang komunikasi di dalam militer tentang apa yang terjadi, catatan, dan perintah-perintah mereka. Sebelum saya menemukan dokumen-dokumen baru, satu-satunya bukti yang peneliti dapatkan adalah kesaksian korban selamat, pengumuman dari militer," bebernya.

"Sampai tahun 2010, tidak diketahui bahwa militer pada kenyataannya mengeluarkan perintah tertulis saat pembantaian, atau merekam apa yang terjadi. Sekarang kita mengetahui bahwa, ya militer memang mengirim perintah, menerapkan kampanye, operasi yang sangat agresif, secara sengaja untuk menghabiskan musuh politiknya," tutur Jess.

Follow Berita Okezone di Google News

Jess mendapatkan dasar kesimpulannya ini dari temuan sejumlah dokumen di Provinsi Aceh.

"Saya mewawancara orang di Aceh. Korban selamat, saksi mata tetapi juga pelaku kekerasan. Dan kemudian saya mengetahui, terima kasih kepada rekan saya yang mempunyai dokumen KITLV, bahwa militer mengeluarkan berbagai perintah ini. Saya kembali ke Banda Aceh dan ke bagian arsip disana. Saya harus melihat dokumen yang mereka miliki. Saya tidak berharap akan diberikan dokumen, mungkin kalau beruntung, saya akan diberikan satu atau dua," sambung Jess.

"Dan saya tidak mempercayai keberuntungan saya ketika saya diberikan satu kardus penuh dokumen yang menjelaskan secara sangat rinci tentang bagaimana penerapan operasi ini," tambah Jess yang mendapatkan gelar Ph.D nya tentang hal ini pada tahun 2015 di University of Melbourne.

Sementara itu, salah satu pihak yang mempertanyakan pandangan sejarawan dari Australia ini adalah Letnan Jenderal (Purn) Agus Widjojo, Gubernur Lembaga Pertahanan Nasional, khususnya tentang konteks terjadinya peristiwa tersebut.

"Itu kan sebuah peristiwa sejarah untuk menghadapi pada waktu itu untuk menghadapi bahwa pada waktu itu Bung Karno jatuh sakit dan kemungkinan hidupnya tidak akan lama lagi, dan di bawah penanganan tim ahli dokter dari Cina," kata Agus.

Agus Widjojo yang juga ketua pengarah Simposium tragedi 1965 menjelaskan lebih jauh tentang buruknya keadaan kehidupan dan kesombongan PKI.

"PKI adalah partai komunis terbesar yang ada pada negara di luar negara komunis. Dan mereka itu dekat sekali dengan Bung Karno. Pada waktu itu ekonomi juga begitu merosot sampai kebutuhan bahan pokok itu harus dibagi. Nah PKI itu, dia arogan juga," tuturnya.

Agus, yang ayahnya Mayor Jenderal (Anumerta) Sutoyo Siswomiharjo adalah salah satu perwira yang diculik dan dibunuh, mengatakan sebagian unsur TNI sudah terpengaruh PKI atau memang tidak berpikir lebih jauh.

"PKI pun sudah menyusupkan agen-agennya untuk menggalang agar ada elemen-elemen ABRI yang bersimpati kepada PKI. Melihat ada yang berseragam hijau pakai sepatu boot, bisa saja itu adalah unsur ABRI yang sudah digalang untuk berpihak kepada PKI," sambungnya.

"Di antara mereka juga ada elemen-elemen mereka yang digunakan untuk menculik para perwira angkatan darat. Ada juga yang bloon, dia disuruh diperintah tetapi dia nggak tahu untuk siapa perintah itu," lanjutnya.

Sejak tanggal 1 Oktober, Soeharto memegang komando KODAM, disamping sudah menguasai KOSTRAD (Komando Strategi Angkatan Darat), RPKAD (Resimen Pasukan Komando Angkatan Darat) sebelumnya, disamping juga KOTI (Komando Operasi Tertinggi) yang digunakan untuk menerapkan hukum darurat militer di Sumatra.

"Yah sekarang kalau seandainya itu tidak terbalik, maka siapa yang akan membunuh dan siapa yang akan dibunuh, dikoordinasi. Kebencian masyarakat itu sudah begitu meluap. Siapa yang tidak panas hatinya dengan melihat rekan-rekannya itu dibunuh secara keji, dimasukkan ke dalam sumur tua di Lubang Buaya. Itu membuat darah mendidih, tahu," Agus menegaskan.

Berbagai temuan ini dipandang mengubah pandangan selama ini yang menyatakan tewasnya ratusan orang tersebut tidak direncanakan.

"Selama ini selalu dikatakan bahwa pembunuhan massal tahun 65-66 itu bersifat spontan. Jadi yang lebih banyak itu adalah konflik yang ada di tengah masyarakat.

"Temuan di dalam buku ini memperlihatkan bahwa semua itu diawali oleh operasi militer yang jelas perintahnya," kata Dr Asvi Warman Adam, sejarawan LIPI yang telah membaca bebagai artikel Jess Melvin terkait dengan hal ini.

Konten di bawah ini disajikan oleh Advertiser. Jurnalis Okezone.com tidak terlibat dalam materi konten ini.

Sentimen: negatif (100%)