Sentimen
Negatif (99%)
13 Sep 2023 : 07.06
Informasi Tambahan

Event: Ramadhan

Kasus: pengangguran

Tokoh Terkait

Biar mati berdiri, daripada hidup bertekuk lutut

13 Sep 2023 : 14.06 Views 3

Alinea.id Alinea.id Jenis Media: News

Biar mati berdiri, daripada hidup bertekuk lutut

"Saat itu kami melihat sudah mulai ada kesenjangan. Seluruh tanah kami itu ada surat edaran dari pemerintah kota -- kalau tidak salah di tahun 2004 -- pejabat pembuat akta tanah, RT, RW, Lurah, dan Camat tidak boleh mengetahui atas tanah yang kami miliki. Jadi kami menjadi tidak berdaya dengan itu, hanya saja untungnya masyarakat Rempang yang sampai hari ini masih punya SKRT (Surat Keterangan Riwayat Tanah), yang dikeluarkan Pemerintah Daerah Tingkat II Kabupaten  Kepulauan Riau," sambungnya.

Sebagai bagian dari zuriyat awal di Pulau Rempang, kampung-kampung yang mereka tempati di 16 titik Kampung Tua itu betul-betul kampung yang bersejarah. Eksistensi kekerabatan itu sudah berlangsung ratusan tahun.

Setelah wacana Pemerintah Kota Batam menetapkan Pulau Rempang menjadi bagian Proyek Strategis Nasional, awalnya masyarakat merasakan kebanggaan yang luar biasa. Karena, banyak yang berpikir, paling tidak kesejahteraan meningkat dan angka pengangguran akan berkurang.

"Tapi di sisi lain kita menilai terlalu berlebihan program itu dilakukan. Sangat tidak sesuai dengan konstitusi yang ada. Tanah-tanah yang kami miliki lebih dari 40-50 tahun yang silam, itu seakan-akan kami tidak ada menggarap di situ, hak garap masyarakat yang sampai hari ini belum ada kata sepakat," kata Suhardi.

Ditambahkan, dari beberapa kali pertemuan, mulai Desember 2022, tetap saja pemerintah bersikeras menekankan akan ada relokasi. Jauh sebelumnya warga setempat sudah menyampaikan bahwa mereka tidak bersedia relokasi karena menimbang nilai sejarah yang harus dipertahankan.

Sebelumnya, di sela pertemuan kecil dengan pejabat BP Batam, Suhardi menyampaikan bahwa ini bukan sekadar persoalan pindah. Bila tawaran relokasi itu disepakati, marwah masyarakat tidak mungkin terjaga dan silsilah kampung juga akan lenyap.

"Jadi kami tetap bertahan. Kami tidak menilai berapa pun uangnya. Sikap kami dari Keramat, pada intinya kami akan tetap mempertahankan itu sampai kapanpun. Ibarat kata-kata Melayu: Biarlah kami mati berdiri daripada kami hidup berlutut," tegasnya.

Menyinggung kejadian mengenaskan Kamis berdarah pekan lalu, Suhardi menguraikan: "Begitu sampai ke Jembatan Empat, tidak ada negosiasi, (pasukan) mereka jalan, masyarakat bertahan, terjadilah bentrok-bentrok kecil diwarnai lemparan batu. Tak lama kemudian, berselang satu-dua menit, langsung tembakan gas air mata itu sudah terlontar. Akhirnya terjadi kericuhan yang sangat luar biasa, yang saya rasakan, namun yang paling disesali (pasukan) mereka mengarahkan tembakan gas itu ke sekolah-sekolah. Lebih dari 25 siswa yang dilarikan ke rumah sakit."

Jubir Keramat itu mengimbau Kapolri agar mendengarkan kata masyarakat mengenai apa yang terjadi. "Itu akan merusak image insitusi. Kami mengutuk keras kejadian ini," pungkasnya.

Bantahan polisi

Kepolisian membantah adanya korban dari peristiwa kericuhan di Rempang, Batam, Kepulauan Riau. Kondisi kini telah kembali kondusif.

Karopenmas Divisi Humas Polri, Brigjen Ahmad Ramadhan mengatakan, para siswa mengalami gangguan penglihatan akibat gas air mata yang tertiup angin hingga ke sekolah. Pihak kepolisian telah membawa para siswa ke tim kesehatan untuk penanganan medis.

"Yang ada, karena tindakan pengamanan oleh aparat kepolisian dengan menyemprotkan gas air mata, ketiup angin sehingga terjadi gangguan pengelihatan untuk sementara," kata Ramadhan di Mabes Polri, Jumat (8/9).

Sentimen: negatif (99.4%)