Sentimen
Informasi Tambahan
BUMN: Garuda Indonesia
Kab/Kota: Amsterdam
Kasus: HAM, pembunuhan
Tokoh Terkait
Setiap Kamis Kami Selalu Ingatkan di Depan Istana
Kompas.com Jenis Media: Nasional
JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Jenderal Komite Aksi Solidaritas untuk Munir (Kasum) Bivitri Susanti membantah adanya tudingan-tudingan isu hak asasi manusia (HAM) yang akan muncul jelang pemilihan presiden (Pilpres) dan pemilihan umum (Pemilu).
Dia menyebut justru sebaliknya para politikus lah yang sering menggunakan isu HAM sebagai politisasi janji politik.
Karena yang dilakukan Kasum bukan hanya lima tahunan, tapi setiap bulan, dan setiap minggu lewat acara Aksi Kamisan di depan istana.
"Kita seringkali kalau menjelang pemilu begini dituduh, katanya 'nah ini nih kalau mau pemilu aja diangkat-angkat'," kata Bivitri saat ditemui dalam aksi peringatan kasus pembunuhan aktivis HAM Munir di depan Kantor Komnas HAM, Jalan Latuharhary Nomor 4B, Jakarta Pusat, Kamis (7/9/2023).
Baca juga: 19 Tahun Misteri Kematian Munir, Lagu dari Para Aktivis, dan Janji Jokowi
"Tapi orang-orang itu lupa, terbalik, justru kita tiap tahun tiap bulan, setia ada momentum mengingatkan, bahkan tanpa ada momentum setiap Kamis sore kita juga kumpul di depan Istana untuk mengingatkan ada masalah dasar dalam hukum kita yang tidak akan pernah tuntas kalau kasus pelanggaran HAM berat masa lalu tidak dituntaskan," sambung dia.
Bivitri mengatakan, para penjahat HAM saat ini justru bisa melamar menjadi capres atau melenggang mengikuti kontestasi politik karena ada kasus yang tidak diselesaikan negara.
Salah satunya adalah kasus Munir yang proses pidananya sudah masuk kedaluwarsa dan status pelanggaran HAM yang tak kunjung ditetapkan menjadi pelanggaran HAM berat.
Baca juga: Komnas HAM Janji Selesaikan Penyelidikan Kasus Munir Akhir Tahun Ini, Suciwati: Ini Langkah Maju
"Justru capres-capres yang semestinya tidak bisa menjadi politisi, capres dan sebagainya itu bisa untuk maju lagi (dalam Pemilu) karena kasus pelanggaran HAM berat, kasus Cak Munir tidak pernah diutus tuntas," katanya.
Munir dibunuh pada 7 September 2004 dalam penerbangan Garuda Indonesia GA-974 dari Jakarta ke Amsterdam melalui Singapura.
Pemberitaan Harian Kompas 8 September 2004 menyebutkan, Munir meninggal sekitar dua jam sebelum pesawat mendarat di Bandara Schipol, Amsterdam, Belanda, pukul 08.10 waktu setempat.
Hasil otopsi menunjukkan adanya senyawa arsenik dalam tubuh mantan Ketua Dewan Pengurus Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) itu.
Proses hukum terhadap orang yang dianggap terlibat dalam pembunuhan Munir pernah telah dilakukan.
Pengadilan menjatuhkan vonis 14 tahun penjara kepada Pollycarpus Budihari Priyanto yang merupakan pilot Garuda Indonesia.
Pengadilan juga memvonis 1 tahun penjara kepada Direktur Utama Garuda Indonesia saat itu, Indra Setiawan. Dia dianggap menempatkan Pollycarpus di jadwal penerbangan Munir.
Sejumlah fakta persidangan bahkan menyebut adanya dugaan keterlibatan petinggi Badan Intelijen Negara (BIN) dalam pembunuhan ini.
Akan tetapi, tidak ada petinggi BIN yang dinilai bersalah oleh pengadilan. Pada 13 Desember 2008, mantan Deputi V BIN, Muchdi Purwoprandjono yang menjadi terdakwa dalam kasus ini, divonis bebas dari segala dakwaan.
-. - "-", -. -Sentimen: negatif (100%)