Sentimen
Informasi Tambahan
Event: Rezim Orde Baru
Kab/Kota: Surabaya, Ciganjur
Tokoh Terkait
Megawati, Sengkarut Koalisi, dan Politik Tikung Menikung
Kompas.com Jenis Media: Nasional
KOALISI Perubahan untuk Persatuan (KPP) yang digalang oleh Partai Nasdem, Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dengan mengusung Anies Baswedan sebagai bakal capres pada 25 Maret 2023 lalu, akhirnya menemui persimpangan jalan.
Alasannya mendekati waktu deadline penetapan capres dan cawapres, Partai Nasdem memilih jalur berbeda dengan Partai Demokrat.
Titik sengkarutnya adalah posisi bakal cawapres. Pada satu sisi Partai Demokrat sangat terobsesi dengan posisi cawapres untuk ketua umumnya Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
Sementara di sisi lain, Partai Nasdem merasa tidak nyaman dengan sikap Partai Demokrat yang seolah membuat kotak plot pembahasan ide-ide perubahan hanya mengarusutamakan bongkar-pasang posisi cawapres.
Selama lima bulan Koalisi Perubahan berjalan, di antara Partai Nasdem, Partai Demokrat, dan PKS saling menyandera kepentingan elektoral masing-masing.
Satu partai saja keluar dari koalisi, berarti membubarkan Koalisi Perubahan. Alasannya adalah aturan presidential threshold menghendaki syarat utama pencalonan presiden dan wakil presiden di Pilpres 2024 harus memiliki minimal 20 persen kursi di DPR atau 25 persen suara nasional dari partai/gabungan partai politik.
Hal ini pula menjadi alasan di antara partai-partai pada Koalisi Perubahan hampir tidak pernah menyampaikan ide dan gagasan perubahan yang hendak dilakukan sebagai proposal kampanye Pilpres 2024.
Selain itu, sudah menjadi rahasia umum di antara Surya Paloh dan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) terdapat persoalan masa lalu yang belum selesai secara pribadi.
Mulai dari urusan pemeriksaan Kejaksaan Agung terhadap Surya Paloh ketika SBY masih menjadi presiden pada 2005 dan dukungan eksplisit SBY terhadap Aburizal Bakrie ketika mengalahkan Surya Paloh saat Munas Partai Golkar 2009.
Selain urusan pribadi di antara Surya Paloh dan SBY, secara hitung-hitungan politik memberikan AHY kursi Cawapres sama artinya Surya Paloh dan Partai Nasdem ikut membesarkan Partai Demokrat.
Alasannya, usia AHY masih sangat muda, yaitu 45 tahun, yang diprediksi masih akan memimpin Partai Demokrat satu sampai dua dekade mendatang.
Pun bagi Partai Nasdem kebutuhan utama saat ini adalah kembali berada dalam jalur kekuasaan sembari fokus mempersiapkan kader penerus untuk Surya Paloh yang tahun depan genap berusia 73 tahun.
Sementara bagi PKS yang baru saja melakukan rebranding terhadap lambang dari yang sebelumnya berwarna hitam dan putih berganti menjadi warna orange, sedang fokus pada pengemasan ulang citra, reputasi dan posisi kompetitif agar mampu memperkuat koneksi emosional dengan pemilih.
PKS pada pemilu-pemilu sebelumnya menggunakan strategi kolektif yang tidak terlalu fokus pada patronase terhadap tokoh. Namun kini mulai menjadikan Anies Baswedan sebagai patron yang dijadikan pijakan untuk melompat demi peningkatan suara Pileg 2024.
Artinya di antara masing-masing partai politik di Koalisi Perubahan seolah hanya bertumpu pada agenda politik pragmatis jangka pendek.
Ini pula yang menjadi alasan utama, ketika terjadi dinamika di antara Partai Gerindra dan Partai Kebangkitan Bangsa pada Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR) dengan bergabungnya Partai Amanat Nasional dan Partai Golkar menghadirkan celah perpecahan.
Baik di Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR) maupun perpecahan di Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP).
Trigger awalnya adalah ketika nama Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR) diganti menjadi Koalisi Indonesia Maju pada acara perayaan Hari Ulang Tahun ke-25 PAN pada 29 Agustus 2023.
Prospek utama pergantian nama koalisi yang digalang Prabowo itu adalah untuk mengakomodasi kepentingan politik Partai Golkar dan PAN.
Sialnya pergantian nama koalisi itu membuat ketidaknyamanan bagi Muhaimin Iskandar (Cak Imin) yang secara otomatis akan mengganggu posisinya sebagai bakal cawapres.
Pada pidato politiknya, Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan menyebutkan nama Erick Thohir sebagai kandidat cawapres yang akan diserahkan ke Prabowo.
Meskipun pada momentum serupa, Zulkifli Hasan menyebut dari internal PAN terdapat juga nama Muhadjir Effendy, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Indonesia.
Namun, Cak Imin merasa hal tersebut hanya gimmick politik dari Zulkifli Hasan mengingat status Muhadjir Effendy adalah Aparatur Sipil negara (ASN) yang secara otomatis tidak boleh terdaftar menjadi anggota partai politik.
Sengkarut koalisi Facebook Anies Baswedan Pasangan Anies Baswedan (kiri)-Muhaimin Iskandar (kanan) bersama Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh (tengah) ketika deklarasi bakal capres-cawapres dalam Pilpres 2024 di Hotel Majapahit, Surabaya, Jawa Timur, Sabtu (2/9/2023).Dinamika yang terjadi di antara Partai Gerindra, PKB, PAN dan Partai Golkar pada Koalisi Indonesia Maju langsung ditangkap oleh Surya Paloh. Utamanya terkait ketidaknyamanan Cak Imin terhadap sikap Prabowo dan partai koalisi.Surya Paloh kemudian menghubungi Cak Imin untuk agenda PKB meninggalkan koalisi yang digalang Prabowo, dengan potensi kedepan terbangunnya kerja sama antara Partai Nasdem dan PKB untuk pasangan Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar (Anies-Cak Imin).
Apalagi Partai Nasdem memiliki 59 kursi di DPR RI, sementara PKB memiliki 58 kursi, yang jika dijumlahkan adalah 117 kursi. Jumlah kursi tersebut cukup untuk mendaftarkan capres-cawapres ke KPU.
Syarat pencalonan presiden dan wakil presiden di Pilpres 2024 adalah 116 kursi atau setara dengan 20 persen dari total 580 kursi di DPR RI.
Tanpa tedeng aling aling, Cak Imin dan PKB menyetujui ajakan Surya Paloh untuk duet pasangan Anies-Cak Imin.
Kesepakatan ini kemudian dibawa Partai Nasdem ke meja runding Koalisi Perubahan yang dibangun bersama Partai Demokrat dan PKS.
Posisi Partai Demokrat jelas menolak karena agenda pencawapresan AHY di Pilpres 2024, jelas mengalami kegagalan total dengan kehadiran Cak Imin di posisi Cawapres.
Sementara, PKS tidak terlalu bersikap reaksioner mengingat sasara utama mereka adalah mendapatkan coattail effect (efek ekor jas) dari Anies Baswedan yang tidak terlalu memedulikan siapa nama yang mengisi posisi cawapres.
Lebih lanjut, pada 31 Agustus 2023, Partai Demokrat melalui Sekretaris Jenderal-nya Teuku Riefky Harsya mengeluarkan pernyataan sikap terhadap kerja sama Partai Nasdem dan PKB.
Secara verbatim, Partai Demokrat menyatakan merasa merasa dikhianati oleh Surya Paloh dan Anies Baswedan atas komitmen yang telah dibangun berbulan-bulan lamanya oleh kesepakatan satu dua hari untuk pasangan Anies-Cak Imin yang akhirnya dideklarasikan di Surabaya, Jawa Timur pada 2 September 2023.
Pembelajaran politik dari MegawatiPolitik tikung menikung di politik Indonesia adalah praktik biasa sejak keran sistem multi-partai dibuka di Indonesia.
Hal ini berkaitan dengan koalisi kepartaian yang terbangun tidak dilandaskan pada ideologi dan visi partai-partai yang melakukan kerja sama, melainkan atas agenda kekuasaan pragmatis semata.
Terdapat beberapa peristiwa penting tikung menikung khususnya menyangkut kerja sama politik pencalonan presiden dan wakil presiden, baik ketika masih dilakukan di Majelis Permusyarakatan Rakyat (MPR) maupun pilpres langsung.
Peristiwa pertama adalah Deklarasi Ciganjur tanggal 10 November 1998, di mana para tokoh reformasi melakukan pertemuan, yaitu Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Amien Rais, Megawati, Sri Sultan Hamengkubuwono X serta tokoh-tokoh reformasi lainnya.
Salah satu pembahasan adalah menyangkut siapa yang akan menjadi presiden Republik Indonesia pascaotoritarianisme Orde Baru.
Terjadi kesepakatan verbal bahwa siapa pun (partai politik) yang menjadi pemenang Pileg 1999, maka yang dia-lah yang akan menjadi presiden berikutnya.
Hasilnya PDI Perjuangan berhasil meraih suara terbanyak dengan perolehan suara 33,74 persen (153 kursi).
Namun, pada praktiknya, Amien Rais (PAN) melakukan manuver membentuk Poros Tengah bersama PKB, PPP, PK dan PBB mendorong Gus Dur maju menjadi presiden.
Hasilnya pada 20 Oktober 1999, Gus Dur mendapatkan 373 suara, sementara Megawati hanya mendapatkan 313 suara.
Peristiwa ini menjadi catatan penting bagaimana Megawati ditikung ketika selangkah lagi hendak menjadi Presiden RI.
Untungnya pada pemilihan Wakil Presiden pada 21 Oktober 1999 di MPR, Megawati berhasil meraih 396 suara dan berhasil mengalahkan Hamzah Haz dengan 284 suara.
Peristiwa kedua, terkait pencalonan SBY sebagai penantang Megawati di Pilpres langsung tahun 2004.
Pada rapat kabinet terbatas yang dihadiri oleh Presiden Megawati, Wakil Presiden Hamzah Haz dan jajaran menterinya, Megawati bertanya siapa kira-kira di antara anggota kabinet baik presiden, wakil presiden dan jajaran menteri yang akan running di Pilpres 2004.
Jawaban pada saat itu adalah Presiden Megawati mengaku akan maju, Wakil Presiden Hamzah Haz mengaku akan maju, Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Jusuf Kalla mengaku akan maju, Menteri Perhubungan Agum Gumelar mengaku akan maju.
Sementara Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan SBY ketika ditanya mengatakan dirinya tidak akan maju di Pilpres 2004.
Nyatanya menjelang Pileg 2004, SBY mengundurkan diri dari kabinet demi fokus menjadi Capres dari Partai Demokrat yang sebenarnya telah dirintis sejak tahun 2001 bersama sabahatnya Vence Rumangkang untuk menjadi kendaraan SBY sebagai Presiden 2004-2009.
Hasilnya tentu saja SBY yang kala itu menjadi Capres dengan Cawapresnya Jusuf Kalla berhasil mengalahkan pasangan Megawati dan KH. Ahmad Hasyim Muzadi lewat Pilpres dua putaran pada 2004.
Pada konteks gagalnya AHY menjadi cawapres dari Koalisi Perubahan untuk Pilpres 2024 adalah peristiwa biasa.
Justru sikap reaksioner SBY yang tampil di media dalam merespons Anies Baswedan dan Partai Nasdem melemahkan seorang AHY yang menjadikannya tercitra sebagai politisi “cengeng” yang tidak bisa tampil mandiri dan tidak bisa lepas dari bayang-bayang SBY.
Pun sejatinya SBY harus belajar dari seorang Megawati yang tidak memaksakan putrinya Puan Maharani menjadi Capres. Padahal, PDI Perjuangan memiliki kemampuan mencalonkan Presiden dan Wakil Presiden di Pilpres 2024 sendiri tanpa perlu berkoalisi dengan partai politik lain.
Ini pula yang mungkin menjadi alasan utama, jelang Pilpres 2024 hanya PDI Perjuangan partai politik parlemen yang menggunakan diksi “Kerja sama Politik” dalam setiap pertemuan serta komunikasi politiknya.
Bukan istilah “Koalisi” karena dinamika politik masih sangat cair dan pendaftaran capres/cawapres masih menyisakan waktu dua tiga bulan kedepan.
-. - "-", -. -Sentimen: positif (66.6%)