Sentimen
Informasi Tambahan
BUMN: TransJakarta
Kab/Kota: bandung
Kasus: Kemacetan
Tokoh Terkait
DPR Sebut Kereta Cepat Jakarta-Bandung Tidak Layak Disubsidi!
Harianjogja.com Jenis Media: News
Harianjogja.com, JAKARTA—DPR RI kritik pernyataan Presiden Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang mengumumkan bakal memberikan subsidi untuk tiket Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB).
Anggota Komisi V DPR RI Sigit Sosiantomo KCJB tidak memerlukan public service obligation (PSO) atau subsidi, karena bukan diklasifikasikan Kereta Api ekonomi dan perintis. Terlebih, pemberian subsidi itu bakal berpotensi melanggar UU No. 23/2007 tentang Perkeretaapian.
"Subsidi hanya boleh diberikan untuk kereta api ekonomi dan perintis. Sementara KCJB tidak bisa diklasifikasikan sebagai kereta ekonomi dan kereta perintis," kata Sigit dalam keterangannya, Sabtu (26/8/2023).
BACA JUGA : Kereta Cepat Lewat Jogja, Sultan: Perhatikan Jarak Rel dengan Pemukiman Warga
Dari sisi spesifikasinya pun, kata Sigit, KCJB ini tidak layak untuk diberikan subsidi. Pasalnya, kecepatan yang menyentuh 420 kilometer per jam dan kecepatan operasional mencapai 350 kilometer per jam bukan untuk kelas ekonomi.
"Fasilitas kelas dari VIP sampai second class menunjukkan kereta cepat Jakarta-Bandung bukan kereta kelas ekonomi yang layak disubsidi. Dan ini sudah diperjelas juga oleh Kemenhub bahwa KCJB bukan kereta ekonomi,” imbuhnya.
Perlu diketahui, satu rangkaian KCJB akan terdiri dari delapan gerbong kereta dengan kapasitas penumpang sebanyak 601 pelanggan. Jumlah ini terbagi dalam beberapa kelas pelayanan, yakni VIP, First Class, dan Second Class.
Adapun, kapasitas maksimal penumpang VIP sekitar 18 orang, 28 orang untuk pelanggan First Class, dan 555 penumpang untuk Second Class. Untuk fasilitas yang disediakan dalam KCJB ini adalah Dining Car, Charging Port, Luggage Storage, hingga fasilitas untuk difabel.
Dengan demikian, berdasarkan pasal 153 ayat 1 dan 2 UU Perkeretaapian, maka kewajiban pelayanan PSO hanya diberikan untuk kereta ekonomi dan perintis.
Di sisi lain, pemberian PSO dilakukan jika tarif angkutan yang ditetapkan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah lebih rendah daripada tarif yang dihitung oleh Penyelenggara Sarana Perkeretaapian.
Alhasil, selisihnya akan menjadi tanggung jawab Pemerintah atau Pemerintah Daerah dalam bentuk kewajiban pelayanan yang diberikan dalam bentuk PSO atau subsidi.
“Pembangunannya yang tadinya murni bisnis menjadi tanggungan APBN, ditambah lagi tarifnya minta disubsidi, apa tidak double menjadi beban APBN kereta cepat ini,” pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, Pemerintah mempertimbangkan subsidi kewajiban pelayanan umum KCJB dan transportasi umum lainnya. Hal itu disampaikan Jokowi sebagai upaya mendorong masyarakat beralih menggunakan moda transportasi publik.
BACA JUGA : Jadwal Kereta Cepat Bandara XPress, Minggu 16 Juli 2023
Apalagi, Jokowi mengatakan subsidi diperlukan bagi setiap transportasi massal agar jumlah penggunaan kendaraan pribadi dapat ditekan, sehingga bisa mengurangi kemacetan lalu lintas.
“Oleh sebab itu perlu PSO, ada subsidi, baik yang namanya kereta bandara, Transjakarta, KRL, kereta api, LRT, MRT, kereta cepat, semuanya harus ada subsidinya. Karena itu bisa menarik orang dari mobil pribadi masuk ke moda transportasi massal,” katanya saat mencoba LRT Jabodebek di Jakarta, Kamis (10/8/2023).
BACA JUGA: Jenius Co.Create Community Gathering, Jaring Ide dan Masukan Masyarakat Digital Savvy
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber : Bisnis.com
Sentimen: negatif (99.6%)