Sentimen
Negatif (99%)
22 Agu 2023 : 05.07
Informasi Tambahan

BUMN: PLN, PT Bukit Asam

Kab/Kota: Malang

Kasus: korupsi

Tokoh Terkait

MAPHI Desak Kejagung Usut Kasus Korupsi PT Sri Rejeki Ekonomi

22 Agu 2023 : 12.07 Views 1

Akurat.co Akurat.co Jenis Media: News

MAPHI Desak Kejagung Usut Kasus Korupsi PT Sri Rejeki Ekonomi

AKURAT.CO Masyarakat Pemerhati Hukum Indonesia (MAPHI) mendesak Kejaksaan Agung (Kejagung) segera menuntaskan kasus dugaan korupsi PT Sumber Rejeki Ekonomi. Perusahaan tambang yang dimiliki Pangestu Hari Kosasih, warga Malang, Jawa Timur, itu diduga berungkali melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara.

MAPHI menuding pemilik perusahaan dilindungi ormas besar keagamaan. Padahal kasus yang melibatkan Sri Rejeki mengakibatkan dua BUMN mengalami kerugian.

"Kedua BUMN itu adalah PT PLN Batubara dan PT Bukit Asam Prima," kata Direktur Eksekutif MAPHI Christian Patricho Adoe alias Richo, dalam keterangan tertulis, yang diterima di Jakarta, Senin (21/8/2023).

baca juga:

Menurut Richo, terdapat dokumen perjanjian jual-beli batu bara tahun 2013, yang membuktikan PT Sumber Rejeki Ekonomi menyepakati untuk memasok 100 ribu metrik ton (MT) untuk PLN Batubara dengan nilai Rp388 ribu/MT. Setelah itu, PLN Batubara membayar uang muka Rp15,9 miliar kepada PT Sumber Rejeki Ekonomi melalui Bank Bukopin.

PLN Batubara juga melakukan pembayaran kedua Rp11,9 miliar pada 27 Oktober 2014. "Kenyataannya PT Sumber Rejeki Ekonomi tidak mampu memasok permintaan batu bara itu sehingga PLN Batubara alami kerugian sekitar Rp15,7 miliar. Menurut kami, perusahaan ini juga tidak punya itikad baik mengembalikan uang tersebut," papar Richo.

Hal yang sama dilakukan Sumber Rejeki kepada PT Bukit Asam Prima, untuk pengoperasian tambang batu bara senilai Rp49 miliar. Berdasarkan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) 2019, kata Richo, kerja sama tersebut membuat Bukit Asam Prima berisiko kehilangan keuntungan minimal sekitar Rp141 miliar, dan berpotensi rugi atas beban bunga minimal sekitar Rp13 miliar, dengan menyisakan initial payment minimal Rp49 miliar dari investasi reserve portfolio. 

“Dari dokumen BPK itu diketahui Bukit Asam Prima menyerahkan uang muka senilai sekitar Rp49 miliar kepada  Pangestu Hari Kosasih, pemilik Sumber Rejeki Ekonomi, tapi rupanya perusahaan tambang ini bermasalah. Karena itu, Sumber Rejeki Ekonomi tidak kunjung mengembalikan uang Bukit Asam Prima,” tegas Richo.

Pendalaman

Merujuk pada temuan tersebut, Richo, mendesakn  Kejagung serius mendalami dugaan kerugian keuangan negara akibat tindakan Sumber Rejeki Ekonomi. Sesuai dengan aturan, Sumber Rejeki Ekonomi memiliki tenggat 60 hari untuk mengembalikan kerugian negara.

“Kenyataannya kasus ini sudah lebih dari 4 tahun berlalu, tapi Pangestu Hari Kosasih, pemilik Sumber Rejeki Ekonomi masih saja melenggang bebas seperti tidak bisa disentuh hukum. Kami karena itu, mendesak Kejagung menuntaskan proses hukum terhadap Pangestu dan Sumber Rejeki Ekonomi itu. Sesuai jargon Jaksa Agung ST Burhanuddin, proses hukum harusnya tanpa pandang bulu,” tandas Richo.

Dihubungi terpisah, pakar hukum pidana Universitaa Trisakti, Abdul Fickar Hadjar mengatakan, penyidik wajib menetapkan status penyidikan dalam kasus yang ditemukan peristiwa pidana. Bahkan, penyidik harus menetapkan tersangkanya.

Dirinya menilai penting bagi penegak hukum menyelesaikan, dengan membuat terang perkara tersebut, untuk memastikan kerugian yang timbul apakah karena bisnis murni atau karena korupsi.

"Ini akan ditentukan okeh hasil audit dalam hal ini oleh auditor negara BPK atau BPKP. Baru kemudian menentukan siapa yanh paling bertanggung jawab,  maka akan terlihat siapa pelaku korupsinya," kata dia.

Setelah titik terang dalam perkara tersebut ditemukan, maka pihak yang diduga paling bertanggungjawab, dapat dimintai pertanggung jawabannya. "Biasanya yang menjadi kasus pidana korupsi itu karena pihak-pihak yang bertanggungjawab tidak mau mengembalikan kerugian negara yang telah terjadi," kata dia.

Apabila Sri Rejeki tidak mau mempertanggungjawabkan kerugian negara yang timbul, maka pengadilan bisa menyita aset-aset perusahaan untuk memulihkan kerugian negara. Berdasarkan informasi yang berkembang di kalangan wartawan, kasus tersebut masih dalam proses telaah pada intelijen Kejagung.

Sentimen: negatif (99.8%)