KNews.id – Saya lahir dan besar di Jakarta, rumah Ibu saya di Letjen Suprapto No 1. Senen Jakarta Pusat.Setiap pagi ke sekolah di SMPN 2 Budi Utomo, kadang saya hanya menginjakkan satu kaki ditangga bus PPD, berdesakan di Pintu Bus, situasi itu tak berubah sampai saya SMA di SMA N 7 Gambir, maupun sampai saya kuliah.

Kadang diturunkan di tengah jalan oleh Metro Mini yang lagi sepi penumpang. Puluhan tahun lamanya transportasi publik tidak terintegrasi.
Bila berganti – ganti jurusan, misalkan dari kampus saya di bypass mau ke pasar minggu, (UNAS) Maka saya harus naik bus ke kampung Melayu dari kampung melayu ganti Mikrolet arah Ke Pasar Minggu.

Dari waktu ke waktu situasi itu tak berubah. Dari Gubernur ke Gubernur, hanya terjadi penambahan armada transportasi yang menjadi Busway (Trans Jakarta), lalu ada MRT yang semuanya serba terpisah operasionalnya.

Lalu Anies datang membawa konsep integrasi transportasi, bukan saja mekanisme pembayaran yang berubah namun semua prasarana berubah. shelter trans Jakarta dibuat menjadi estetik yang sebagiannya menyatu dengan JPO, bahkan antar shelter Trans Jakarta dengan MRT juga stasiun Kereta menjadi terkoneksi, dibangun dengan desain yang menawan.

Cover area transportasi publik menaik lebih dari 100%, hampir 90% wilayah Jakarta tercover yang tadinya hanya mencapai lebih dari 40%. Dia bangun sistem transportasi publik bernama Jak Lingko. Lalu dunia internasional mengakuinya dengan memberi penghargaan berkali – kali.

Di tengah situasi yang sedemikian itu, perubahan Jakarta selama 5 tahun dipimpin Anies, ada sebagian manusia yang entah mereka belajar tolol di mana, dan hebatnya lagi dongonya kolektif. Mereka mengatakan Anies tak bisa kerja.
Saya cuma bisa katakan: Eh Udik Kalau Mata Lu Katarak Ke Dokter Bukannya Komentar. (Zs/Geiszh)