Sentimen
Informasi Tambahan
BUMN: PT PAL Indonesia
Institusi: Universitas Indonesia
Kab/Kota: Guntur, Cawang
Kasus: korupsi
Tokoh Terkait
Pakar Hukum Sarankan KPK Sewa Detektif Swasta Cari DPO Kirana Kotama di AS
Kompas.com Jenis Media: Nasional
JAKARTA, KOMPAS.com - Guru Besar Hukum Internasional, Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Hikmahanto Juwana menyarankan pemerintah Indonesia menyewa detektif swasta untuk mencari daftar pencarian orang (DPO) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Kirana Kotama.
Kirana disebut mendapatkan permanent resident atau izin tinggal tetap dari pemerintah Amerika Serikat (AS). Namun, KPK mengaku belum mengetahui pasti titik keberadaan Kirana Kotama.
Menurut Hikmahanto, sulit bagi KPK untuk mencari DPO Kirana Kotama tanpa bantuan detektif swasta.
Baca juga: KPK Belum Bisa Deteksi Keberadaan DPO Kirana Kotama di AS
“Pertanyaannya, pemerintah Indonesia pakai detektif enggak untuk nyari orang? Kalau enggak ya sulit karena polisi Amerika juga enggak mau nyari nyariin,” kata Hikmahanto saat dihubungi Kompas.com melalui sambungan telepon, Senin (14/8/2023).
Hikmahanto menyebut, polisi di AS tidak mau mengeluarkan uang dari pajak warganya untuk mencari kepentingan negara lain.
Sementara, jika menggunakan jasa detektif swasta, hasil investigasi mereka bisa disampaikan kepada pemerintah Indonesia atau KPK untuk kemudian disampaikan kepada otoritas AS.
“Karena otoritas setempat dia tidak mau ngeluarin uang dari pajak warganya untuk mencari kepentingan orang lain,” ujar Hikmahanto.
Baca juga: KPK Sebut DPO Kirana Kotama Dapat Permanent Resident dari Pemerintah Amerika
Menurut Hikmahanto, meskipun red notice atas nama Kirana Kotama sudah diterbitkan Interpol, namun ia baru bisa terdeteksi ketika melintasi pemeriksaan keimigrasian negara tertentu.
Selama ia tidak melewati batas keimigrasian, maka keberadaannya tidak terdeteksi.
Hikmahanto menduga, karena tidak terdeteksi sebagai buronan Interpol, Kirana Kotama punya kesempatan untuk mendaftarkan diri sebagai penerima permanent resident dari pemerintah AS.
“Kalau red notice itu biasanya kalau ketahuannya ketika mereka mau keluar dari keimigrasian, namanya muncul tuh di situ,” tutur Hikmahanto.
“Tapi kalau misalnya enggak (terdeteksi di Imigrasi), enggak bisa, enggak ketahuan,” tambah guru besar tersebut.
Baca juga: KPK Sebut DPO Korupsi dari 21 Sisa 3: Harun Masiku, Paulus Tannos dan Kirana Kotama
Untuk diketahui, KPK menyebut Kirana Kotama mendapat permanent resident dari pemerintah AS. Namun demikian, mereka belum mengetahui keberadaan pasti Kirana Kotama.
Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu mengatakan, dengan mengantongi permanent resident, Kirana Kotama bisa tinggal di AS. Hal ini menyulitkan KPK.
Meski demikian, pihaknya telah berkoordinasi dengan aparat hukum di AS.
“Bukan dilindungi. Jadi pertama, karena keberadaanya kita belum bisa mendeteksi pastinya ada di mana,” ujar Asep.
Sementara itu, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengklaim pemerintah AS termasuk Federal Bureau of Investigation (FBI), bersikap kooperatif, membantu kebutuhan KPK dalam mencari DPO maupun penanganan perkara lainnya.
Baca juga: KPK Sebut DPO KPK Kirana Kotama Dapat Perlindungan dari Negara Lain
“Enggak (dilindungi). Pemerintah Amerika sih kooperatif, FBI kalau kita minta apa, koordinasi itu,” tutur Alex.
Kirana ditetapkan sebagai tersangka pada 2017 silam, atau sekitar 6 tahun lalu. Ia merupakan Direktur Utama PT Pirusa Sejati.
Kirana diduga menyuap General Manager Treasury PT PAL Arif Cahyana dan Direktur Keuangan PT PAL Saiful Anwar.
Suap diberikan dalam pembelian kapal perang untuk Pemerintah Filipina. Dalam jual beli ini, Kirana berperan sebagai perantara.
Kasus PT PAL ditindak melalui operasi tangkap tangan (OTT) pada Kamis (30/3/2023).
Baca juga: KPK Klaim Berhasil Pulihkan Aset Korupsi Rp 166,36 Miliar Selama Semester I 2023
KPK menciduk Arif setelah menerima suap dalam pecahan dollar Amerika Serikat (AS) dari Agus di MTH Square, Cawang, Jakarta Timur.
Setelah menangkap terduga pelaku lain, melakukan pemeriksaan, dan galar gelar perkara KPK menetapkan empat orang tersangka.
Mereka adalah Direktur Utama PT PAL M. Firmansyah Arifin, Direktur Keuangan PT PAL Saiful Anwar, dan GM Treasury PT PAL Arief Cahyana, dan pejabat PT Pirusa Sejati Agus Nugroho.
Dalam persidangan, Kirana disebut memberi uang 188.101,19 dollar AS kepada jajaran Direksi PT PAL, Firmansyah dan kawan-kawan.
Firmansyah dan pejabat PAL lainnya disebut mendapat komitmen fee 1,2 persen atau 1,087 juta dollar AS dari Ashanti Sales Inc.
Baca juga: KPK OTT 3 Kali Selama 6 Bulan Pertama 2023
Uang itu bersumber dari fee yang diberikan pemerintah Filipina sebesar 4,76 persen dalam kontrak pembelian kapal senilai 86,96 juta dollar AS.
-. - "-", -. -Sentimen: positif (49.2%)