Sentimen
Informasi Tambahan
Institusi: UIN, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Kasus: Teroris
Tokoh Terkait
Kesiapsiagaan Digital Cegah Penyebaran Terorisme Di Media Sosial
Akurat.co Jenis Media: News
AKURAT.CO Media sosial menjadi tempat subur bagi narasi intoleransi dan ujaran kebencian, terutama menjelang tahun politik. Karenanya, masyarakat diminta selalu berhati-hati saat beraktivitas di media sosial.
Apalagi media sosial menjadi ladang penyebaran radikalisasi berjubah agama. Buktinya, banyak terjadi self radicalization di internet yang menimbulkan bibit lone wolf teroris yang berbahaya bagi bangsa dan negara.
Karenanya, membangun kesiapsiagaan digital dalam bentuk daya tangkal yang kuat, deteksi dini dan resistensi terhadap konten radikalisme di media sosial sangat penting untuk ditanamkan kepada generasi bangsa.
baca juga:Konsultan Komunikasi dan Pakar Media Sosial, Dr. Rulli Nasrullah, mengungkapkan fenomena yang dapat merubah perilaku di media sosial.
Menurut dia, kasus penipuan, radikalisme dan terorisme dilakukan dengan pendekatan persuasif, tidak hard selling. Ketika pengguna sudah merasa nyaman maka ditanamkanlah ide, video dan pendekatan secara perlahan.
"Setelah itu next step-nya dimasukkan dalam grup-grup diskusi seperti Whatsapp, Telegram atau messaging yang lain dan kemudian informasi yang lebih personal," ujarnya melalui keterangan yang diterima di Jakarta, Minggu (13/8/2023).
Nasrullah menekankan bahwa karakter dan tingkat literasi media individu berperan penting untuk menyaring referensi yang dibaca, mengingat algoritma dalam internet cenderung akan memberikan referensi sesuai dengan apa yang sering dibaca.
Jika seseorang suka dengan konten-konten keras, radikal terorisme dan kebencian maka dengan sendirinya referensi yang muncul akan konten sejenis. Namun, terkadang individu itu sendiri yang kurang cakap untuk menyaring filter negatif.
Oleh karena itu, dia menilai pentingnya komunikasi orang tua kepada anak, adik kepada kakak atau sesama teman untuk saling mengingatkan dan mendorong penggunaan media sosial dalam hal yang positif.
"Komunikasi untuk meyakinkan bahwa di media sosial itu ini pasar ide bebas, anda bisa mendapatkan banyak hal, bisa mendapatkan mulai dari yang positif dan negatif," ujar Nasrullah.
Penulis buku Teori dan Riset Media Siber (Cybermedia) ini menambahkan, kondisi emosional seseorang berperan penting terhadap referensi yang dilihatnya.
Terkadang orang yang mengakses media sosial dalam situasi yang tidak normal, sehingga dengan logika waktu cepat dia tidak dapat mem-filter atau melakukan verifikasi informasi terhadap orang lain atau media massa.
Ketika sudah mengakses suatu konten maka seolah-olah itu adalah informasi yang benar. Hal inilah yang membuat maraknya hoaks dan misinformasi.
"Pulang kerja (lelah), ada masalah, baik itu di kantor, di rumah, ada masalah dengan teman, dengan pasangan, segala macam. Jadi ketika mengakses itu emosinya lagi tinggi, dapatlah dengan situasi seperti itu," tutur Nasrullah.
Dosen UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, ini juga mengapresiasi kehadiran Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) melalui Duta Damai dan Duta Damai Santri yang tersebar di 18 provinsi. Menurut dia, langkah ini perlu dikembangkan ke seluruh provinsi agar dapat mengisi ruang digital dengan pesan damai dan hal-hal yang positif.
Minimal, setiap relawan Duta Damai maupun Duta Santri mampu memberikan aura terhadap teman, keluarga dan lingkungannya. Dengan begitu, gerakan ini setidaknya mampu mendukung tiga unsur penting dalam literasi digital.
"Tiga kecakapan ini akan terpenuhi. Pertama, kecakapan dalam penggunaan media digital, kedua adalah kecakapan dalam budaya digital dan kecakapan dalam keamanan digital," pungkas Kang Arul, sapaan akrabnya.
Sentimen: positif (100%)