BMKG Sebut Dampak Kekeringan di Indonesia Tak Separah Negara Lain
Liputan6.com Jenis Media: News
Liputan6.com, Jakarta - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menyebut, musim kemarau dan kekeringan di Indonesia tidak akan separah kondisi di Korea Selatan.
BMKG memprediksi puncak musim kemarau di Indonesia akan terjadi pada minggu terakhir Agustus 2023 yang dipicu fenomena El Nino.
"Dasarnya kan dari penghitungan suhu muka air laut lalu dihitung dalam indeks atau anomali. Di Indonesia ini relatif paling lemah, kalau di negara lain levelnya bisa lebih tinggi," kata Dwikorita dilansir dari Antara, Sabtu (12/8/2023).
BMKG memprediksi, kondisi kemarau tahun ini, akan seperti kekeringan pada 2019, tetapi tidak separah 2015 lalu. Saat itu, kondisi kekeringan diperburuk dengan luasnya area kebakaran hutan dan lahan (karhutla).
"Memang kalau kita lihat di lapangan sungai-sungai sudah mulai mengering ya. Tetapi kalau dilihat secara global intensitas atau level El Nino di Indonesia ini relatif rendah. Kita diuntungkan karena masih punya laut," ucap Dwikorita.
"Ini adalah fenomena global yang terjadi tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di negara lain seperti India, Thailand, dan Vietnam. Karena kita levelnya paling rendah sehingga dampaknya tidak akan separah di negara lain," ujarnya.
Sebelumnya, gelombang panas yang terjadi di Korea Selatan telah menyebabkan sedikitnya 25 korban tewas dan mengganggu penyelenggaraan Jambore ke-25 Pramuka Dunia di Area Reklamasi Saemangeum.
Karena situasi tersebut Kontingen Gerakan Pramuka Indonesia yang beranggotakan 1.569 orang memutuskan pulang ke Tanah Air pada Selasa (8/8) sebelum kegiatan tersebut resmi berakhir pada 12 Agustus 2023.
Selama gelombang panas, suhu udara di Korea Selatan bisa mencapai 38-40 derajat Celsius pada siang hari.
Sentimen: negatif (95.5%)