Sentimen
Informasi Tambahan
Institusi: Universitas Trisakti
Kab/Kota: Palmerah
Kasus: teror
Tokoh Terkait
HEADLINE: Teror Kabel Semrawut di Jakarta Menelan Korban, Tanggung Jawab Siapa?
Liputan6.com Jenis Media: News
Liputan6.com, Jakarta - Kabel semrawut di Jakarta memakan korban. Adalah seorang pengemudi ojek online (ojol) bernama Vadim (38) yang harus meregang nyawa. Peristiwa itu terjadi di Jalan Brigjen Katamso, Palmerah, Jakarta Barat (Jakbar) pada Sabtu 29 Juli 2023.
Sebelumnya, seorang mahasiswa bernama Sultan Rif'at Alfatih (20) juga terjerat kabel fiber optik di Jalan Pangeran Antasari, Jakarta Selatan pada 5 Januari 2023.
Akibat kejadian itu, tulang muda di tenggorokan Sultan putus sehingga merusak saluran makan dan pernapasannya. Tujuh bulan berselang, tenggorokannya belum juga pulih dan belum bisa bicara.
Sultan hanya bisa makan dan minum melalui selang NGT silikon yang dimasukkan melalui hidungnya.
Pakar Kebijakan Publik Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah, mengatakan, pihak yang harus bertanggung jawab atas insiden ini adalah pemilik kabel optik dan Pemprov DKI Jakarta.
Ia percaya ada kelalaian dari Pemprov DKI dalam melakukan pengawasan, pengecekan, evakuasi, termasuk juga hal-hal yang sifatnya perawatan dan pemeliharaan.
"Masyarakatnya bisa melakukan gugatan. Itu yang bersangkutan (korban) bisa lapor polisi, gugat dulu. Agak susah juga memang, tapi masyarakatnya bisa melakukan class action (gugatan perwakilan kelompok)," kata Trubus kepada Liputan6.com, Jumat (4/8/2023).
Ia menilai program Sarana Jaringan Utilitas Terpadu (SJUT) di DKI belum maksimal. Terutama di daerah Jakarta Selatan dan Timur.
"Artinya publik masih melihat banyak sekali kabel-kabel yang masih bergelantungan, tidak terawat, tidak teratur. Jadi, programnya kayak jalan di tempat, tidak berjalan optimal."
Trubus mengatakan, Pemprov juga harus beri sanksi tegas kepada perusahaan operator atau jaringan. Bisa dengan mencabut izin atau bahkan laporkan secara pidana.
"Jadi Pemprov yang melaporkan, karena Pemprov sebagai pihak pemberi kerja."
Ia mengatakan, idealnya Kota Metropolitan seperti Jakarta sudah menggunakan kabel bawah tanah. Ini penting agar tak ada lagi insiden yang membahayakan masyarakat di jalan raya.
"Dibuat gorong-gorong, kemudian dipasanglah kabel itu. Gorong-gorong itu, sebenarnya untuk air, jadi mengurangi banjir sama kabel itu."
"Kalau mau kabel terpisah sendiri juga tidak apa-apa. Jadi kabel terpisah sendiri, jadi enggak ada lagi bergelantungan di atas. Itu kan mempengaruhi keindahan kota, smart city jadi kurang optimal," tambah Trubus.
Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Sudaryatmo, mengatakan, jika kabel tidak dikelola dengan baik dan tidak ada peringatan, maka pemilik kabel harus bertanggung jawab kalau mencelakakan pengguna jalan.
Sudaryatmo menegaskan, korban bisa meminta ganti rugi berupa biaya pengobatan sampai sembuh. Jika korban sudah posisi bekerja, maka pendapatannya yang hilang selama berobat juga bisa diminta.
"Kalau korban punya tanggungan keluarga dia bisa juga minta jaminan hidup dari keluarga yang ditinggalkan. Terus sama kerugian imateriil bisa karena shock, karena cacat tetap, kan itu bisa dihitung kerugiannya," kata Sudaryatmo kepada Liputan6.com, Jumat (4/8/2023).
Sudaryatmo mengatakan, sah-sah saja jika korban menggugat pemilik kabel. "Asal tadi korban itu menggunakan jalan umum, tidak ada peringatan misal hati-hati di depan ada kabel. Sama juga kan ada peringatan hati-hati di depan ada jalan berlubang. Jadi ini kan ada dua sebenarnya, satu dari sisi pemenuhan hak korban. Jadi kalau korban merasa dirugikan, korban bisa menuntut pemilik kabel."
"Kemudian kedua ini PR Pemda harus menata ulang perkabelan. Jadi Pemda itu juga harus punya roadmap ke depan kabel itu tidak di atas tanah, tapi di bawah tanah," ucapnya.
Sentimen: negatif (99.9%)