Storytelling, Kemampuan Penting di Era Artificial Intelligence
Krjogja.com Jenis Media: News
Kholid Haryono, ST., M.Kom. (Kepala Bidang Perencanaan Teknologi Informasi Badan Sistem Informasi UII Menempuh S3 program doktoral Rekayasa Industri FTI UII)
Krjogja.com - STORYTELLING berasal dari dua penggalan kata yaitu story yang berarti cerita dan telling yang berarti penceritaan. Secara sederhana Storytelling dapat diartikan sebagai kemampuan mengisahkan suatu cerita. Lantas apa itu cerita. Menurut kamus besar bahasa Indonesia (KBBI), cerita diartikan sebagai 1. Tuturan yang membentangkan bagaimana terjadinya suatu hal; 2. Karangan yang menuturkan perbuatan, pengalaman, atau penderitaan orang, serta kejadian baik yang sungguh-sungguh terjadi maupun rekaan; 3. Lakon yang diwujudkan atau dipertunjukkan dalam gambar hidup (sandiwara, wayang).
Berdasarkan definisi ini dapat kita pahami bahwa cerita adalah sesuatu yang dikisahkan secara urut dan sistematis baik kejadian sesungguhnya maupun rekaan. Sedangkan kata telling lebih merujuk pada kemampuan seseorang dalam menyampaikan cerita dalam berbagai bentuk baik verbal maupun audio visual sehingga mudah dipahami oleh penerimanya.
Sadar atau tidak sebenarnya semua yang kita alami berisi rangkaian cerita. Satu sama lain membentuk informasi dan pengetahuan yang berharga dan akhirnya menghasilkan sikap dan perilaku. Sikap dan perilaku yang merupakan outcome dari pengetahuan ini disebut wisdom atau kebijaksanaan.
Semua perilaku yang dilakukan berdasarkan keputusan-keputusan kecil yang diambil oleh setiap orang sebenarnya dipengaruhi oleh cerita hidup yang dilihat, didengar, maupun dirasakan. Sayangnya hal ini tidak banyak disadari dan hanya dijalani seperti air mengalir. Jika ini direnungkan, direfleksikan, dan dikontekstualisasikan dalam setiap kondisi secara mendalam maka akan menghasilkan kedewasaan diri yang matang dengan wujud perilaku, sikap, dan tutur yang luhur.
Pada era AI saat ini, kemampuan Storytelling menjadi salah satu kunci dalam menghasilkan pengetahuan yang paling berharga dari beragam platform yang tersedia. Jika sebelumnya kita mengenal Big Data dimana data di jagat maya membanjiri setiap pengguna internet, maka sekarang kita naik kelas lebih tinggi lagi yaitu dibanjiri dengan platform AI seperti ChatGPT, Google Cloud AI Platform, Nvidia AI, Observe.AI, jenni.ai, silvi.ai, dan sebagainya.
Menariknya, setelah Microsoft mengakuisisi ChatGPT, platform ini diintegrasikan ke beragam fitur dan produk seperti micorsoft 365 dengan salah satu brandingnya yaitu Co-Pilot. Branding ini menarik karena memposisikan pengguna sebagai pilot nya, yaitu orang yang mengendalikan ide, gagasan, dan karya inovasi yang sedang dia susun. Sebagai pilot, dia memiliki peran sentral yaitu menjadi sang pengendali. Dialah yang menentukan kapan keputusan diambil dan dengan cara seperti apa sesuatu itu dilakukan. Di sinilah peran Storytelling menjadi penting.
AI secara teknologi hanyalah model bahasa alami dan membantu memahami maksud yang disampaikan manusia serta menebak respon yang terbaik berdasarkan model yang dimilikinya. Jika yang disampaikan tidak tepat, AI akan bisa memberikan respon yang tidak sesuai harapan. Storytelling membantu pengguna dalam menyusun bahasa yang paling tepat untuk disampaikan ke AI agar hasilnya tepat. Kemampuan tersebut saat ini dikenal dengan Prompt skill atau Prompt engineer yaitu kemampuan seseorang dalam memahami algoritma bahasa yang digunakan AI sehingga mampu memproduksi kata kunci berharga dalam menghasilkan pengetahuan terbaik sebagai output dari AI.
Salah satu syarat kemampuan yang diperlukan dalam meningkatkan skill Storytelling adalah empati dan kesediaan menyelami lebih natural ke dalam ekosistem AI. Bukan bersikap sebaliknya yang pesimis, apriori, dan abai. Storytelling memberikan kerangka berfikir dan berkomunikasi dengan menceritakan kepada AI sesuatu berdasarkan konteks yang dapat dia pahami. Maka para prompt engineer ada yang menyusun komunikasi dengan AI melalui kata-kata “Sebagai professor bidang … (ceritakan bidang tertentu yang sesuai), saya …. (ceritakan konteks), maka …. (ceritakan permintaan)”. Hal ini membuat pengguna mampu membayangkan output yang akan diberikan AI sehingga kualitas output nya dapat diukur. Jika output tidak sesuai dengan ekspektasi maka perlu diperbaiki model Storytelling nya.
Masuk ke ekosistem AI karena sekedar mengikuti trend saja tidak akan memberikan kemajuan yang berarti. Karenanya, berempati ke dalam algoritma AI menjadi penting. Empati merupakan usaha menghadirkan diri di posisi lawan. Jika lawannya AI maka empati dengan AI adalah mencoba masuk ke dalam perilaku dan cara AI bekerja. Di dalam AI tersebut dibutuhkan urutan cerita yang disampaikan sehingga AI memahami konteks. Kemampuan mengurutkan cerita berdasarkan empati inilah pada akhirnya yang disebut Storytelling. (Kholid Haryono, ST., M.Kom., Kepala Bidang Perencanaan Teknologi Informasi Badan Sistem Informasi UII Menempuh S3 program doktoral Rekayasa Industri FTI UII)
Sentimen: positif (100%)