Sentimen
Informasi Tambahan
Kasus: korupsi
Tokoh Terkait
OTT KPK, Novel Baswedan Bocorkan Peran Firli Bahuri
Fajar.co.id Jenis Media: Nasional
FAJAR.CO.ID, JAKARTA -- Mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Novel Baswedan mengungkapkan peran Ketua KPK Firli Bahuri dalam operasi tangkap tangan (OTT) yang dilakukan lembaga antirasuah tersebut.
Hal ini disampaikan Novel Baswedan menanggapi Firli Bahuri yang mengaku melakukan OTT terbanyak terhadap pelaku korupsi saat menjabat sebagai Deputi Pinindakan KPK pada tahun 2018.
Novel Baswedan mengatakan banyaknya OTT dilakukan tidak disebabkan karena Firli Bahuri, dan perannya dalam operasi tangkap tangan malah sebaliknya, yaitu terkait dengan kebocoran.
"Firli ini framing/bohong ya? Saat Firli sebagai Deputi Penindakan memang banyak OTT, tapi itu karena pungguwa-punggawa OTT masih di KPK, seperti “Raja OTT” dsb nya," ungkapnya.
"Justru peran Firli terkait dengan banyak kebocoran OTT, sehingga ybs diperiksa karena perbuatan-perbuatan itu. Bisa aja Firli ini," sambungnya dikutip WE NewsWorthy dari Twitter pribadinya, Kamis (20/7).
Sebelumnya, Ketua KPK Firli Bahuri mengaku sering melakukan operasi tangkap tangan (OTT) ketika menjabat sebagai Deputi Penindakan KPK. Bahkan pada tahun 2018 ia mencapai rekor tertinggi melakukan OTT di KPK.
"OTT terbanyak tahun 2018 Pak, waktu itu saya Deputi Penindakan, 30 kali tangkap tangan (OTT di tahun) 2018," kata Firli dalam acara seminar di Gedung Juang KPK Merah Putih, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (18/7/2023) dikutip dari Kompas.
Namun meskipun banyak OTT dilakukan, korupsi tidak berhenti begitu saja, sehingga membuatnya bertanya-tanya dan kemudian mencapai kesimpulan bahwa pemberantasan harus dilakukan secara holistik.
"Apakah korupsi berhenti? Tidak, saya berpikir setelah kami jadi ketua. Kalau begitu apa yang harus kami lakukan?" ujar dia.
"Saya bertanya kenapa? gagalnya di mana kita mengelola negara ini, kok masih ada korupsi? Sehingga pada kesimpulan, berarti kita harus melakukan pemberantasan secara holistik, enggak bisa hanya satu-satu," sambungnya. (wartaekonomi)
Sentimen: negatif (94.1%)