Soal UU Kesehatan, Moeldoko Sebut Tidak Semua Dokter Menolak
Fajar.co.id Jenis Media: Nasional
FAJAR.CO.ID, JAKARTA - Kepala Staf Kepresidenan Jenderal (Purn) Moeldoko menyatakan bahwa tidak semua dokter di Indonesia ini menolak pengesahan Rancangan Undang-Undang Kesehatan menjadi UU.
"Saya kira tidak semua dokter punya pandangan seperti itu (menolak UU Kesehatan)," kata Moeldoko di lingkungan Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (14/7).
Seperti diketahui, Rapat Paripurna DPR pada Selasa (11/7) menyetujui RUU Kesehatan disahkan menjadi UU.
Namun, pada Rabu (12/7), Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB-IDI) bersama Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI) dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI), menyatakan akan mengajukan uji materi (judicial review) atas UU Kesehatan ke Mahkamah Konstitusi (MK).
"Kalau setiap UU yang lahir itu adalah riak-riak, karena semua itu tidak ada yang mulus. Kalau ini sudah menjadi kepentingan masyarakat luas, saya pikir semuanya akan memahami," ungkap Moeldoko.
Menurut Moeldoko, KSP selama ini tidak pernah menerima aspirasi dari para tenaga kesehatan yang tidak setuju dengan RUU Kesehatan.
Dia menegaskan yang tidak setuju malah tak datang ke KSP. "Justru yang setuju dari berbagai dua gelombang yang datang ke KSP untuk memberikan dukungan penuh agar segera diundangkan. Justru yang tidak setuju tak pernah hadir," kata Moeldoko.
Mantan Panglima TNI ini menegaskan bahwa UU Kesehatan sudah menjadi keputusan politik DPR dan pemerintah.
"Jalan dahulu, sudah, nanti di mana persoalannya akan ketahuan, mungkin ada hal yang perlu dilihat kembali atau aturan-aturan di bawahnya yang akan menyesuaikan, tinggal begitu, ya," tambah Moeldoko.
Dalam pernyataan resminya, Ketua Umum PB IDI Adib Khumaidi mengatakan UU Kesehatan cacat secara hukum, sebab disusun secara terburu-buru dan tidak transparan, tanpa memperhatikan aspirasi dari semua kelompok, termasuk profesi kesehatan.
Selain itu, kata Adib, masih banyak substansi di dalam UU Kesehatan yang belum memenuhi kepentingan kesehatan rakyat Indonesia.
IDI juga menyorot pencabutan sembilan UU lama yang diselesaikan dalam UU Kesehatan Omnibus Law pada waktu enam bulan. Adib pun menyinggung tentang hilangnya mandatory spending di dalam UU Kesehatan sebagai komitmen negara di tataran pemerintah pusat dan daerah.
Adib mengatakan keputusan itu membawa konsekuensi privatisasi sektor kesehatan yang komersial melalui sumber dana pinjaman dari luar negeri. Kementerian Kesehatan menyebut ada 11 UU terkait sektor kesehatan yang telah cukup lama berlaku sehingga perlu disesuaikan dengan dinamika perubahan zaman.
Pemerintah sependapat dengan DPR terkait dengan ruang lingkup dan pokok-pokok hasil pembahasan yang telah mengerucut berbagai upaya peningkatan kesehatan Indonesia ke dalam 20 bab dan 458 pasal di UU Kesehatan.
Sebelumnya, pemerintah telah melaksanakan setidaknya 115 kali kegiatan dalam rangka meaningful participation, baik dalam bentuk forum diskusi maupun seminar yang dihadiri 1.200 pemangku kepentingan dan 72 ribu peserta.
Pemerintah sudah menerima setidaknya 6.011 masukan secara lisan dan tulisan, maupun melalui portal partisipasisehat. (ant/jpnn/fajar)
Sentimen: positif (100%)