Sentimen
Informasi Tambahan
Kab/Kota: Solo
Meneropong Kesiapan Indonesia Maturity Model Industri 4.0
Solopos.com Jenis Media: News
SOLOPOS.COM - Panduan Informasi dan Inspirasi
Solopos.com, SOLO — Hannover Fair di Jerman pada 2011 telah menjadi titik tonggak perubahan sejarah Industri secara total.
Pada pameran teknologi tersebut, pemerintah Jerman mengumumkan sebuah gagasan industri baru yang diberi nama Industrie 4.0.
PromosiRekomendasi 5 Wisata di Solo Baru, Mau Apa Aja Ada!
Jerman sebagai negara maju dalam bidang industri manufaktur akan mengembangkan industri manufaktur berbasis digital.
Para ahli sepakat bahwa Hannover Fair di Jerman adalah tonggak munculnya Industri 4.0. Industri 4.0 telah menjadi buzzword dalam dunia bisnis dan teknologi.
Revolusi digital yang disertai dengan perkembangan teknologi seperti kecerdasan buatan, cloud computing, dan Internet of Things (IoT) telah mengubah lanskap industri secara signifikan.
Di sisi lain, pada 2018 World Economic Forum merilis laporan penting terkait berbagai isu ekonomi global.
Global Competitiveness Index merupakan gambaran dari evaluasi setiap negara terhadap daya saing global. Tujuannya adalah untuk memberikan panduan kepada negara-negara dalam upaya mereka meningkatkan daya saing ekonomi.
Di dalam laporan tersebut, Indonesia masih jauh tertinggal dibanding negara-negara ASEAN lainnya, terutama Singapore dan Malaysia.
Beberapa risiko utama yang bisa terjadi jika Indonesia tidak siap menghadapinya era Industri 4.0 adalah terjadinya kemunduran ekonomi, kesenjangan digital dan ketergantungan ekonomi. Kemunduran ekonomi bisa terjadi diakibatkan kalahnya Indonesia dengan persaingan global.
Akses terbatas terhadap infrastruktur teknologi akan mengakibatkan kesenjangan digital antara wilayah perdesaan dan perkotaan. Jika terjadi kemunduran ekonomi, Indonesia akan menjadi negara yang bergantung pada impor teknologi dari negara lain.
Agar mengejar ketertinggalan dan untuk menuju era industri 4.0 Indonesia membutuhkan suatu framework yang unik, yang diciptakan khusus untuk Indonesia.
Framework tersebut untuk mengukur readiness level industri manufaktur di Indonesia, memberi gambaran faktor-faktor apa yang harus dikembangkan oleh industri untuk menuju Industri 4.0. Tentu saja regulasi dan dukungan dari pemerintah juga dibutuhkan.
Pemerintah Indonesia di bawah kementerian perindustrian telah membuat program bernama Making Indonesia 4.0. Program ini bertujuan menjadikan Indonesia sebagai 10 negara besar di dunia di dalam transformasi digital pada 2030.
Namun, untuk mengadopsi dan memanfaatkan potensi penuh Industri 4.0, perusahaan perlu memahami di titik mana mereka berada dalam perjalanan transformasi mereka.
Inilah mengapa Maturity Model Industry 4.0 menjadi alat penting dalam mengukur tingkat kematangan perusahaan dalam mengadopsi teknologi dan praktik Industri 4.0.
Maturity Model Industri 4.0 adalah framework yang membantu organisasi perusahaan dalam mengevaluasi dan memahami sejauh mana mereka telah mengadopsi teknologi dan praktik yang terkait dengan Industri 4.0.
Model ini berfokus pada aspek kunci yang mencakup teknologi, organisasi, proses, dan budaya perusahaan.
Perusahaan dapat menggunakan model ini untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan mereka serta mengembangkan rencana untuk mencapai tingkat kematangan yang lebih tinggi.
Readiness Level Self Assessment untuk Maturity Model Industry 4.0 (sumber: industrie40-readiness.de)Maturity Model Industry 4.0 membantu organisasi untuk mengevaluasi tingkat kesiapan dalam menghadapi teknologi dan konsep Industri 4.0.
Hal ini juga membantu perusahaan memberikan panduan tentang tahapan dan langkah-langkah yang harus dilalui dalam perjalanan transformasi digital.
Framework ini juga membantu organisasi mengidentifikasi kelemahan dan kesenjangan dalam infrastuktur, proses bisnis, keahlian SDM, dan kebudayaan organisasi. Diharapkan dengan adanya kerangka kerja ini, perusahaan mampu beradaptasi dan melakukan perubahan menuju industri 4.0.
Penulis sebagai mahasiswa Magister Program Studi Teknik Industri UNS melakukan penelitian Indonesia Maturity Model Industry 4.0 didukung dari kerja sama Riset Grup Rekayasa Industri dan Tekno Ekonomi (RG RITE) Fakultas Teknik UNS dengan Constructor University Germany yang telah mengembangkan model di beberapa negara.
Model dikembangkan dengan mencari input dari perusahaan-perusahaan manufaktur, baik itu perusahaan usaha kecil menengah (UKM) dan perusahaan besar.
Responden untuk hal ini adalah seseorang yang ahli, mengetahui proses kerja di organisasi perusahaan serta mengetahui sudah sejauh apa perusahaan menerapkan Industri 4.0.
Faktor-faktor yang mendukung pengembangan Industri 4.0 menjadi dimensi dalam penilaian pengembangan framework tersebut. Teknologi, proses, budaya, produk, organisasi adalah beberapa contoh faktor yang terlibat dalam proses penilaian.
Setelah input didapatkan, dilakukan proses pembobotan dan ranking terhadap faktor-faktor tersebut dengan menggunakan metode Fuzzy TOPSIS atau Technique for Order of Preference by Similarity to Ideal Solution, dan DEMATEL atau Decision Making Trial and Evaluation Laboratory.
Hasilnya adalah berupa daftar ranking dimensi (faktor-faktor) dan grafik sebab-akibat dari faktor tersebut. Dua hal itu akan menjadi input dalam pengembangan Indonesia Maturity Model Industry 4.0.
Organisasi budaya yang berbeda di setiap negara dalam menghadapi era Industri 4.0 menjadikan keunikan pengaplikasian transformasi digital di masing-masing negara, termasuk Indonesia. Sehingga, Indonesia juga harus memiliki Maturity Model untuk menyongsong era 4.0.
Industri 4.0, sudah siapkah Indonesia menghadapinya? Apakah Indonesia hanya akan menjadi penonton atau pemain dalam Industri 4.0? Mari berkontribusi.
Sentimen: netral (97.7%)