Sentimen
Informasi Tambahan
Kab/Kota: New Delhi, Moskow, Shanghai, Stockholm, Ankara
Partai Terkait
Tokoh Terkait
Ebrahim Raisi
Yevgeny Prigozhin
Putin Merana, Zelensky 'Menang Besar' di Perang Rusia-Ukraina
CNBCindonesia.com Jenis Media: News
Jakarta, CNBC Indonesia - Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky mendapat kemenangan besar. Ini terkait komitmen negara-negara G7 untuk mendukung Ukraina selama diperlukan untuk mengalahkan Rusia.
Hal ini diutarakan di sela-sela pertemuannya dengan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden di tengah KTT NATO di Lithuania. Di mana Ukraina bersikeras meminta kepastian bergabung dengan NATO.
"Kami tidak akan goyah," kata Biden dalam pidato di Vilnius Rabu, sebagaimana dimuat AFP, Kamis (13/7/2023).
"Putin tak bisa meragukan kekuatan kita. Dia masih membuat taruhan buruk, keyakinan dan persatuan di antara AS dan sekutu serta mitra kita akan runtuh," tambahnya lagi.
Zelensky sendiri menegaskan bahwa janji-janji dari para pemimpin Barat merupakan "kemenangan keamanan yang signifikan" yang bisa dia bawa pulang ke Kyiv. Menurutnya ini menjadi jaminan menuju "integrasi" yang suatu hari nanti mengarah pada keanggotaan penuh NATO.
G7 terdiri dari AS, Inggris, Italia, Jepang, Jerman, Kanada, Prancis dan Uni Eropa (UE). Dokumen G7 juga ditandatangani Spanyol, Belanda, Portugal, Islandia, Norwegia, Denmark, Polandia, dan Republik Ceko.
"Kami menganggap invasi ilegal Rusia ke Ukraina sebagai ancaman bagi perdamaian dan keamanan internasional, pelanggaran mencolok terhadap hukum internasional, termasuk Piagam PBB, dan tidak sesuai dengan kepentingan keamanan kami," bunyi dokumen dukungan G7 secara rinci sebagaimana dimuat CNBC International.
"Kami akan mendukung Ukraina karena mempertahankan diri dari agresi Rusia, selama diperlukan," muatnya lagi.
"Memastikan kekuatan berkelanjutan yang mampu mempertahankan Ukraina sekarang dan menghalangi agresi Rusia di masa depan dengan menyediakan peralatan militer modern di darat, udara dan laut, pelatihan. untuk pasukan Ukraina, dan berbagi intelijen," tambah media itu mengutip deklarasi.
"G7 mengatakan juga akan berusaha untuk meningkatkan stabilitas ekonomi Ukraina, termasuk melalui upaya pemulihan, untuk menciptakan kondisi yang kondusif untuk meningkatkan kemakmuran ekonomi Ukraina,".
Sementara itu, Presiden Prancis Emmanuel Macron mengatakan solidaritas internasional ini menunjukkan bahwa Ukraina menikmati dukungan jangka panjang dunia. Sementara Presiden Rusia Vladimir Putin kritis, di mana ia rapuh secara militer dan politik.
"Ini menjadi tanda-tanda perpecahan pertamanya," katanya merujuk kekuasaan Putin yang baru-baru ini dilanda pemberontakan singkat oleh kelompok tentara bayaran Wagner.
Putin Makin MeranaSementara itu, melemahnya Putin makin disorot sejumlah analis. Bukan hanya kudeta Wagner, serangan drone yang sampai ke ibu kota Rusia juga menjadi indikator lain.
Belum lagi kabar terbaru keberadaan bos Grup Wagner, Yevgeny Prigozhin, yang masih berada di Rusia meski sebelumnya dilaporkan akan diasingkan ke Belarusia. Hal ini dikonfirmasi oleh Presiden Belarusia yang juga sekutu dekat Putin, Alexander Lukashenko.
Menurut jurnalis senior Frida Ghitis, setidaknya ini terlihat saat Putin menghadiri KTT Organisasi Kerjasama Shanghai (SCO). Meski Putin berusaha menunjukan di hadapan dunia internasional bahwa posisinya masih kuat namun sejumlah kejadian itu dirasa membuat Putin perlu untuk mengalibrasi ulang pencitraannya.
"Berbicara di KTT, Putin mencoba untuk memperkuat pesan yang disampaikan kepada rakyat Rusia, klaim bahwa semua orang Rusia telah mendukungnya," ujarnya dikutip CNN International.
"Namun, kenyataannya sangat berbeda. Prigozhin mengklaim militer Rusia tidak menghadapi perlawanan saat mereka merebut Rostov, sebuah kota besar yang berbatasan dengan Ukraina di barat, mengambil alih markas militer di sana dan kemudian berbaris hampir tanpa perlawanan hingga 125 mil dari Moskow," jelasnya.
Ghittis kemudian menambahkan bahwa Putin kehilangan taji saat tuan rumah KTT SCO, Perdana Menteri (PM) India Narendra Modi, memutuskan untuk mengadakan acara secara virtual alih-alih membawa para pemimpin ke New Delhi. Menurutnya, kondisi seperti ini menyulitkan orang nomor satu Rusia itu untuk mengungkapkan posisinya.
"Jika bisa menyampaikan kasusnya secara langsung, Putin akan berbicara panjang lebar dengan Modi, Xi, Presiden Iran Ebrahim Raisi, dan lainnya," katanya.
"Itu, alih-alih mengumpulkan kamera selama tiga jam dengan cepat, bisa membantu memperkuat ikatan," paparnya lagi.
Di sisi lain, Putin pun disebut "ditusuk sekutu". Ini terkait Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan yang disinyalir mengingkari kesepakatan dengan Putin.
Terbaru, Turki dilaporkan memulangkan Komandan Batalyon Azov ke Ukraina. Langkah ini dianggap sebagai pengkhianatan bagi Rusia karena mengingkari kesepakatan yang ditengahi oleh Ankara yang berjanji untuk mempertahankan komandan Azov di Turki sampai akhir perang Rusia di Ukraina.
Turki juga setuju meneruskan tawaran Swedia untuk bergabung dengan aliansi militer NATO ke parlemen. NATO sendiri notabenenya adalah rival pertahanan Rusia dan masuknya Stockholm dalam aliansi itu disebabkan serangan Moskow pada Ukraina, yang dianggap telah mengancam keamanan Negeri Scania.
Negosiasi yang dilakukan Erdogan dan Putin terkait kesepakatan biji-bijian Laut Hitam dengan Ukraina (Black Sea Grain Initiatives) yang ditengahi PBB dan Turki masih tersendat. Pada Sabtu pekan lalu lalu Erdogan mengatakan telah menekan Rusia untuk memperpanjang kesepakatan yang akan berakhir 17 Juli itu, setidaknya tiga bulan.
[-]
-
Sadis! Putin Kirim 'Kiamat' Baru ke Ukraina, Bom 16 Apartemen(sef/sef)
Sentimen: negatif (88.9%)