Sentimen
Informasi Tambahan
Institusi: IPB
Kab/Kota: Cilacap, Banyuwangi, Pesisir Selatan, Bantul
Kasus: zona merah
Tokoh Terkait
Waspadai Potensi Gempa di Selatan Jawa
Krjogja.com Jenis Media: News
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati membuka sekolah lapang. (foto: sukro riyadi)
Krjogja.com - BANTUL - Peristiwa bencana tsunami di selatan Pulau Jawa hingga tahun 2023 sudah terjadi sembilan kali dengan berbagai intensitas. Paling belakangan gelombang tsunami meluluhlantakkan kawasan Banyuwangi tahun 2016 dan di Pangandaran yang merenggut 600 lebih korban jiwa. Fakta tersebut jadi bukti, bahwa tsunami memang menjadi ancaman serius dikawasan pantai Selatan Jawa.
"Bahkan tahun 1921 itu tsunami terjadi dekat Cilacap, ini adalah bukti-bukti yang tidak boleh kita abaikan dan ini adalah fakta bahwa tsunami menjadi ancaman di pesisir Selatan Jawa. Pada zaman pra sejarah hasil penelitian menunjukkan, bahwa pernah terjadi tsunami yang wilayah dan dampaknya sangat luas," ujar Kepala Bidang Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono MSi.
Ditemui di sela program Sekolah Lapang Gempa Bumi dan tsunami 2023 di Kantor Kompleks Pemda Bantul di Manding, Senin (10/7/2023). Dalam kegiatan tersebut dibuka Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati, Didik Warsito mewakili Bupati Bantul.
Daryono mengungkapkan, yang jadi permasalahan sekarang dan ialah, berdasarkan penelitian BMKG dan IPB menunjukkan, bahwa ada beberapa kawasan di Selatan Jawa masih memiliki zona kuncian bidang kontak pengantar lempeng zona merah.
Hal ini adalah zona yang mengalami perlambatan penunjaman lempeng. Artinya ada pengereman ada penguncian yang bakal menimbulkan akumulasi bidang tegangan. Sehingga suatu saat akan lepas menjadi energi gempa.
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati, mengatakan, sejak tahun 2008 peristiwa gempa mencapai 9000 sampai 10.000 setiap tahun diseluruh wilayah Indonesia.
Termasuk yang cukup sering wilayah di Jawa bagian selatan. Meskipun kelihatan banyak itu, tetapi gempa yang dirasakan hanya beberapa ratus dan mayoritas tidak dirasakan.
"Jadi kita untuk lebih meningkatkan kewaspadaan dan saya sangat salut kejadian gempa akhir bulan lalu, kerusakan sangat rendah hampir tidak ada. Padahal dulu saat gempa 2006 banyak rumah rata tanah kekuatan gempanya kurang lebih sama tahun 2006," ujarnya.
Dwikorita mengatakan, rendahnya tingkat kerusakan patut disyukuri. "Artinya tingkat kerusakan yang rendah karena konstruksi bangunannya sudah sesuai standar bangunan tahan gempa. (Roy)
Sentimen: negatif (88.7%)