Sentimen
Informasi Tambahan
Institusi: UIN
Kab/Kota: Solo
Meragukan Adab Mahasiswa
Solopos.com Jenis Media: News
SOLOPOS.COM - Tiffani Iftina Al-Huwaida (Solopos/Istimewa)
Solopos.com, SOLO – Saya tertarik menanggapi opini Mahabatush Sholly F.A.A. yang terbit di Mimbar Mahasiswa Harian Solopos edisi Selasa 23 Mei 2023 berjudul Mahasiswa Adab Tak Beradab. Ia membahas tentang adab dan sopan santun mahasiswa di fakultas yang mempelajari adab.
Paragraf pertama opini itu jelas merujuk pada salah satu fakultas yang dinaungi oleh suatu universitas. Opini tersebut menyatakan ada sebagian mahasiswa fakultas adab yang berkemungkinan kurang memiliki adab, bahkan tidak beradab, dengan pemaparan data yang tidak jelas sumbernya.
PromosiKrim Malam untuk Memutihkan Wajah, Kenali Dulu Kandungannya!
Ia menyebut perbuatan mahasiswa yang titip presensi hingga enggan menyapa dosen di luar kelas sebagai bagian dari ketidakberadaban. Apakah itu berarti seluruh mahasiswa di fakultas adab bertindak demikian?
Berdasarkan Rumus Slovin dalam penentuan jumlah sampel penelitian ada batasan kesalahan minimal 10% untuk populasi berjumlah besar. Artinya, apabila populasi mahasiswa suatu fakultas sebanyak 1.000 mahasiswa, data penelitian dianggap valid apabila terdapat minimal 91 mahasiswa yang mencerminkan perilaku tidak beradab.
Bagaimana jika batasan kesalahan dibuat sebesar 5% dengan jumlah populasi mahasiswa sebanyak 1.000 mahasiswa? Jika dibuat demikian, minimal sampel yang digunakan 286 mahasiswa agar data dapat tervalidasi.
Pertanyaannya, apakah sudah terdapat penelitian yang mengukur tingkat kesopanan mahasiswa di fakultas yang mempelajari adab? Apa yang pantas diragukan? Adab ”mahasiswa fakultas adab” atau data yang tidak teruji validitasnya?
Pantaskah sesama mahasiswa menilai mahasiswa lain tidak beradab? Saya sependapat dengan Mahabatush Sholly bahwa adab lebih tinggi kedudukannyaa dibandingkan dengan ilmu yang dimiliki oleh seseorang.
Orang yang memiliki adab baik tentu dapat mengamalkan ilmu dengan baik. Sebaliknya, orang pintar belum tentu bisa menerapkan kepintarannya jika tidak diimbangi dengan perilaku baik.
Adab, sopan santun, dan perilaku erat kaitannya dengan pendidikan karakter. Pendidikan karakter harus dimulai sejak usia dini. Pendidik pertama yang mengajari seorang anak adalah orang tuanya.
Pendidikan karakter dimulai di lingkungan keluarga. Cara seseorang menghormati orang tua, sesama saudara, maupun menyayangi orang yang lebih muda tercermin dari didikan keluarga.
Selepas dari lingkungan keluarga, seorang anak memasuki masa sekolah. Di sekolah anak mendapat pengajaran dan pendidikan tentang berbagi ilmu pengetahuan. Kurikulum pemerintah yang diberlakukan di sekolah memiliki muatan religi dan spiritual.
Siswa tidak mungkin tidak mendapat pengajaran adab di sekolah. Dengan kata lain, sekolah tidak akan meluluskan siswa yang tidak beradab. Hal tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi tentang Standar Kompetensi Lulusan.
Pasal 1 ayat (1) peraturan tersebut menyatakan standar kompetensi lulusan adalah kriteria minimal tentang kesatuan sikap, keterampilan, dan pengetahuan yang menunjukkan capaian kemampuan peserta didik dari hasil pembelajaran pada akhir jenjang pendidikan.
Apabila terdapat siswa yang tidak beradab maka sekolah gagal menjalankan fungsi sebagai lembaga pendidikan yang mendidik generasi penerus bangsa. Sebagai mahasiswa jurusan pendidikan, saya memahami terdapat banyak aspek yang menunjang terselenggaranya pendidikan dengan baik.
Selain lingkungan keluarga dan sekolah, lingkungan masyarakat harus suportif dan memiliki visi yang sama. Tiga komponen tersebut tidak dapat berdiri sendiri. Harus saling bersinergi.
Apabila ada pihak yang boleh menghakimi seseorang atas perbuatannya, pihak tersebut adalah masyarakat. Masyarakat tidak hanya terdiri atas satu orang. Masyarakat adalah sekelompok orang yang mendiami wilayah tertentu dan menerapkan norma atau hukum yang telah disepakati.
Mahasiswa bukan lagi seorang siswa. Mahasiswa adalah siswa yang telah lulus dan melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi Mahasiswa memang telah terbebas dari predikat siswa yang terikat peraturan sekolah. Alih status siswa menjadi mahasiswa membawa beban tersendiri.
Mahasiswa adalah mantan siswa yang telah lulus standar kompetensi kelulusan. Seorang mahasiswa harus baik, mahasiswa harus pintar, mahasiswa harus berbudi, mahasiswa harus sopan, mahasiswa harus memberikan contoh yang mulia kepada generasi yang lebih muda, dan masih banyak lagi tuntutan yang dibebankan kepada mahasiswa.
Tuntutan tersebut berlaku untuk seluruh mahasiswa. Perguruan tinggi negeri maupun swasta. Bukan hanya diberlakukan kepada mahasiswa fakultas adab. Adab hanyalah nama fakultas. Sama seperti hukum, pertanian, kedokteran, perikanan, dan fakultas lainnya.
Jika di fakultas hukum terdapat subdisiplin ilmu tentang hukum, di fakultas adab terdapat program studi yang berkecimpung pada peradaban. Peradaban sangat luas, tidak hanya urusan sikap seseorang yang mengarah pada hal positif maupun negatif.
Pengkajian tentang peradaban sangat kompleks, harus dikaji dari sisi geologi, ekonomi, geografi, psikologi, dan banyak subdisiplin ilmu yang saling berkaitan. Kesimpulan yang mengatakan mahasiswa fakultas adab harus memiliki adab sesuai dengan norma yang berlaku di suatu masyarakat tidak diperkenankan menimbang mahasiswa berasal dari daerah yang berbeda-beda.
Hal tersebut sama halnya dengan memaksa mahasiswa kesehatan harus selalu sehat, padahal sakit bukan keinginan semua orang. Pemuda adalah estafet perjuangan pahlawan bangsa. Pemuda adalah generasi penerus.
Mengutip esai Mahabatush Sholly pada paragraf terakhir, adab sangat berpengaruh bagi generasi Indonesia. Hendaklah itu menjadi penyadar bagi kita semua untuk terus bersinergi dan bekerja sama demi membangun kehidupan berbangsa dan bernegara yang damai.
(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 4 Juli 2023. Penulia adalah mahasiswa Tadris Bahasa Indonesia UIN Raden Mas Said Surakarta)
Sentimen: positif (91.4%)