Sentimen
Positif (100%)
29 Jun 2023 : 11.01
Informasi Tambahan

Institusi: UGM

Kab/Kota: Yogyakarta, Solo

Kerja Sama sebagai Roh Lokananta

29 Jun 2023 : 11.01 Views 2

Solopos.com Solopos.com Jenis Media: News

Kerja Sama sebagai Roh Lokananta

SOLOPOS.COM - Krisnanda Theo Primaditya (Solopos/Istimewa)

Solopos.com, SOLO – Dunia  seni musik di Kota Solo era kontemporer seharusnya semakin kukuh—berkembang dan berdaya—dengan selesainya revitalisasi dan pembukaan kembali Lokananta pada Sabtu 3 Juni 2023.

Lokananta hasil revitalisasi tidak hanya menyuguhkan ruang kreatif berbasis musik dan studio musik, tetapi juga dilengkapi dengan ruang pamer (galeri), taman, dan foodcourt.

PromosiCucok Bun! Belanja Makeup di Tokopedia Sekarang Bisa Dicoba Meski Lewat Online

Lokananta yang menyimpan sejarah industri musik di Indonesia itu diproyeksikan menjadi salah satu landmark Kota Solo sekaligus menjadi destinasi wisata musik nasional. Kiprah panjang Lokananta berbasis kehendak memproduksi hiburan berbasis rekaman bagi masyarakat.

Piringan hitam yang menyimpan beragam genre musik—tembang Jawa hingga musik populer—pernah diproduksi di Lokananta pada paruh kedua abad ke-20. Piringan-piringan hitam itu menjadi saksi bahwa Indonesia memiliki banyak musikus yang eksis hingga menjadi figur publik pada masanya.

Lokananta dapat dikatakan sebagai museum musik Indonesia. Lokananta adalah museum yang menyimpan tidak hanya naskah lagu, namun juga mesin produksi dan alat pemutar musik. Produk anak bangsa berupa alunan lagu itu abadi dalam bentuk piringan hitam.

Jika pada awal 1960-an fungsi utama Lokananta adalah studio rekaman sekaligus pabrik pembuatan piringan hitam, saat ini fungsinya berubah menjadi fasilitas hiburan massa. Lokananta dapat menyedot pencinta musik dengan menampilkan musikus-musikus lokal, nasional, maupun mancanegara secara langsung.

Musik sebenarnya menarik perhatian penduduk Kota Solo jauh sebelum Indonesia merdeka. Sebagian masyarakat kota yang majemuk ini dulu dihibur dengan senandung musik orkestra di gedung-gedung societiet maupun penampilan musikus di taman kota.

Salah satu taman yang sering menjadi lokasi menggelar pentas musik adalah Villapark di Kota Solo. Orang-orang Eropa yang tinggal di kompleks perumahan Villapark biasa berkumpul dan menikmati musik di taman itu.

De Nieuwe Vorstenlanden edisi 31 Januari 1919 memberitakan hiburan yang dikenal dengan Muziek Villa-Park memiliki jadwal pentas musik yang digelar pada 2 Februari 1919 pukul 15.15 hingga 18.30.

Pemain musik yang muncul bagai cendawan pada musim hujan terasosiasi dalam Muziek Vereeniging Soerakarta. Perkumpulan musik di Kota Solo itu didirikan oleh Mr. W.A. Coester pada Mei 1925.

Mrs. E. von Romer-Gallois diberi tugas mengoordinasi dan melatih beberapa pemain musik untuk tampil dalam suatu konser. Pertunjukan pertama masa itu berhasil terselenggara di Societiet Harmonie pada 12 Mei 1926.

Muziek Vereenging Soerakarta menampilkan komposisi Don Juan Overture karya Mozart, Eerste Symphonie in C karya Beethoven, serta Eine kleine Nachtmusik dan Drei Stucke karya Henry Purcell. Konser itu menyedot banyak penikmat musik di Kota Solo masa itu dan  warga kota lain.

Residen Surakarta periode 1924-1927, J. H. Niuwenhuijs  dan istrinya sangat antusias menyaksikan konser yang dipromotori Muziek Vereeniging Soerakarta. Ketertarikan pemimpinan kolonial di Kota Solo itu terejawantahkan pada karangan bunga besar bertuliskan keluarga Nieuwenhuijs yang menghiasi panggung konser (De Nieuwe Vorstenlanden, 15 Mei 1926).

Jalan Terjal dan Sunyi

Kesuksesan konser perdana disambut bahagia oleh Mrs. E. von Romer-Gallois.  Proyek berikutnya mengundang warga yang dapat menggunakan alat musik gesek untuk bergabung dalam latihan bersama.

De Nieuwe Vorstenlanden edisi 18 September 1926 menjelaskan latihan musik itu dilaksanakan setiap Senin mulai pukul 20.00 di Societiet Harmonie. Konser berikutnya diselenggarakan pada September 1926.

Pertunjukkan kedua itu menyuguhkan komposisi Egmont Overture karya Beethoven, Unvolendete Symphonie in B. mol karya Franz Schubert, Symphonie G. dur No. 88 karya Haydn, dan Ungarischer Marsch karya Berloz.

Muziek Vereeniging Soerakarta  selalu menggelar konser musik setiap tahun. Pada 3 Mei 1927, tiga komposisi, yakni Overture Rosamunde (Schubert.), Grande Polonaise Es-dur (Chopin), dan 4 Simfoni H -dur (Mendelssohn-Bartholdy) memeriahkan konser musik yang digalang Muziek Vereeniging Soerakarta.

Konser ketiga itu berhasil menyedot atensi masyarakat lebih banyak daripada sebelumnya. Beberapa hari pascakonser, Mr. W.A. Coester digantikan oleh Mr. R. K. A. Bertsch sebagai pemimpin Muziek Vereeniging Soerakarta.

Berita pergantian pemimpin perkumpulan musik di Kota Solo era itu dimuat harian De Locomotief edisi 12 Mei 1927. Pergantian tampuk kepemimpinan kembali dilakukan ketika C.W.F. Veen didaulat menjadi suksesor Mr. R. K. A. Bertsch.

Perubahan pemimpin itu menghadapi realitas perkumpulan musik Kota Solo masa itu berada di jalan terjal nan sunyi. Beberapa bulan pascakonser ketiga, beberapa anggota perkumpulan meninggalkan komunitas sehingga Muziek Vereeniging Soerakarta terancam bubar pada 1928.

Jalan sunyi yang dilalui Muziek Vereeniging Soerakarta sama halnya dengan Lokananta. Meski begitu, Lokananta berhasil mengakhiri jalan sunyi itu. Setelah beberapa tahun tidak menampakkan aktivitas, Lokananta kini kembali bangkit dan mencoba peruntungan baru.

Lokananta adalah fasilitas yang wajib dimanfaatkan oleh musikus-musikus muda. Keterampilan dan kreativitas bermain alat musik adalah modal dasar dan Lokananta adalah panggung menyalurkan bakat itu. Seyogianya Lokananta juga dijadikan wahana untuk belajar sejarah.

Pesan yang termuat dalam De Nieuwe Vorstenlanden edisi 18 Februari 1928) untuk Muziek Vereeniging Soerakarta tampak masih relevan bagi kelangsungan Lokananta saat ini. Koran itu mengabarkan “…ini bertujuan untuk menunjukkan kepada kalangan luas dan mengumumkan bahwa kerja sama dari semua pihak yang percaya bahwa mereka dapat mendukung masyarakat musik (musisi)…”.

Kerja sama perlu terus dipererat demi kelangsungan dan eksistensi Lokananta pada masa kini maupun masa mendatang. Lokananta yang pernah menemui kesunyian adalah pembelajaran bagi seluruh masyarakat Kota Solo. Mari melestarikan ingatan musik Indonesia dan kembangkan kreativitas musikus anak negeri melalui Lokananta.

(Esai ini terbit di Harian Solopos edisi 22 Juni 2023. Penulis adalah alumnus pascasarjana Ilmu Sejarah Universitas Gadjah Mada dan dosen di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta)

Sentimen: positif (100%)