Bea Cukai Tahu Pelaku Ekspor Ilegal 5 Juta Ton Bijih Nikel ke China, Begini Modusnya
Fajar.co.id Jenis Media: Nasional
FAJAR.CO.ID -- Praktik ekspor ilegal nikel hingga 5,3 juta ton ditengarai berlangsung secara bertahap sejak Januari 2020 hingga Juni 2022. Bea Cukai telah melakukan analisis mendalam dari data GACC atau Administrasi Umum Kepabeanan China dan mendapati para pelaku ekspor ilegal bijih nikel ke China.
Koordinator Supervisi (Korsup) Wilayah V KPK Dian Patria membeberkan temuan itu berdasarkan penelusuran KPK dari situs web Bea Cukai China. Akibat praktik ekspor ilegal 5,3 juta ton bijih nikel ke China, negara berpotensi dirugikan sebesar Rp575 miliar.
Terdapat perbedaan ekspor bijih nikel berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) dan laman Bea Cukai China, http://stats.customs.gov.cn/indexEn.
Selisih nilai ekspor bijih nikel ke China sebesar Rp 14.513.538.686.979 (Rp14,5 triliun) sepanjang 2020 hingga Juni 2022. KPK menduga selama 2,5 tahun itu, selisih royalti dan bea keluar sebesar Rp575.068.799.722 atau Rp575 miliar.
Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea Cukai, Nirwala Dwi Heryanto, mengungkapkan juga pernah menemukan sekaligus mencegah praktik ekspor ilegal dengan volume 71.000 ton pada September 2021.
Nirwala menyebut pengapalan bijih nikel mencapai 5,3 juta ton tidak sedikit. Dia menduga pengiriman bijih nikel yang masih mentah atau berbentuk tanah galian itu dilakukan secara bertahap ke China.
"Kalau dikirimnya tidak berangsur-angsur tidak mungkin, mother vessel pun tidak mampu," ujar Nirwala dalam Mining Zone CNBC pada Senin (26/6).
Kementerian Keuangan termasuk Direktorat Jenderal Bea Cukai telah menindaklanjuti informasi KPK terkait temuan ekspor ilegal 5,3 juta ton bijih nikel ke China. Termasuk melakukan analisi mendalam terhadap data The General Administration of Customs of China (GACC) yang menjadi sumber rujukan KPK.
Nirwala menyebut Bea Cukai bisa melacak pelaku ekspor ilegal berdasarkan hasil analisis data dari GCAC atau Administrasi Umum Kepabeanan China. Bea Cuka segera menyerahkan dokumen temuan itu ke KPK untuk ditindaklanjuti.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Pertambangan Nikel Indonesia (APNI), Meidy Katrin Lengkey, mengungkapkan telah mengetahui praktik ekspor bijih nikel secara ilegal ke China. Bahkan, praktik ilegal itu telah dirapatkan bersama Kementerian ESDM pad 2022 lalu.
Ekspor ilegal bijih nikel ke China, ungkap Meidy, dengan modus operandi menggunakan kode HS 2604 yang mengacu pada komoditas nikel olahan atau nickel pig iron (NPI). Ini berdasarkan temuan ekspor bijih nikel ilegal yang didapatinya pada 2021-2022
Kode HS 2604 merupakan kode penjualan untuk perusahaan atau pabrik pengolahan, bukan produk pertambangan.
Dalam catatan APNI, ada pengiriman ekspor bijih nikel ilegal sebanyak 839.161 ton pada 2021 dan 1,08 juta ton pada 2022 dengan nilai sekira USD54,64 juta. Praktik dalam dua tahun tersebut sama-sama menggunakan modus operasi pemakaian kode HS 2064 yang mengacu pada produk olahan bijih nikel.
Ekspor Ilegal 5,3 Juta Ton Bijih Nikel
Komisi Pemberantasan Korupsi membeberkan data ekspor ilegal bijih nikel atau nickel ore ke China
sepanjang Januari 2020 sampai Juni 2022.
Pada 2022, China mengimpor 1.085.675.336 kilogram bijih nikel dari Indonesia. Pada 2021, China mengimpor 839.161.249 kilogram bijih nikel dari Indonesia. Nilainya mencapai USD48.147.631.
Kemudian, pada 2020, tercatat impor 3.393.251.356 kilogram bijih nikel dari Indonesia dengan nilai USD193.390.186. Lalu, KPK menemukan selisih nilai ekspor sebesar Rp8.640.774.767.712,11 (Rp8,6 triliun) pada 2020.
Pada 2021 ditemukan selisih nilai ekspor sebesar Rp 2.720.539.323.778,94 ( Rp2,7 triliun).
Sepanjang Januari-Juni 2022 terdapat selisih ekspor Rp3.152.224.595.488,55 (Rp3,1 triliun). Dengan demikian, total selisih nilai ekspor mencapai Rp14.513.538.686.979,60 atau Rp14,5 triliun lebih.
KPK menduga selama 2,5 tahun, terdapat selisih royalti dan bea keluar sebesar Rp575.068.799.722,52 atau Rp575 miliar. (bs-fajar)
Sentimen: negatif (99.8%)