Sentimen
Informasi Tambahan
Event: Rezim Orde Baru
Tokoh Terkait
Kuasa Hukum: Pernyataan Denny Indrayana Bukan Tindak Pidana, Sangat Tidak Pantas Dipolisikan
Liputan6.com Jenis Media: News
Sebelumnya, Denny Indrayana, mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), mengaku sudah mengetahui nantinya Mahkamah Konstitusi (MK) akan memutuskan pemilu legislatif kembali ke sistem proporsional tertutup atau kembali memilih tanda gambar partai saja.
Menurut dia, pada putusannya nanti hakim MK akan memiliki pendapat yang terbelah soal putusan tersebut.
"Jadi putusan kembali memilih tanda gambar partai saja. Info tersebut menyatakan, komposisi putusan 6 berbanding 3 dissenting," kata Denny Indrayana dalam keterangan tertulis yang disiarkan via media sosial pribadinya, Minggu (28/5/2023).
Denny menyebut, informasi tersebut berasal dari orang yang kredibilitasnya dia percaya. "Siapa sumbernya? Orang yang sangat saya percaya kredibilitasnya, yang pasti bukan hakim konstitusi," tutur dia.
Dia meyakini, dengan pemilu sistem proporsional tertutup maka Indonesia akan kembali ke sistem pemilu di masa Orde Baru (Orba) yang otoritarian dan koruptif.
"Masihkah ada harapan? Yang pasti terus ikhtiar berjuang, sambil menanti kemukjizatan. Salam integritas," tandas Denny.
MK Putuskan Tetap Menggunakan Proporsional Terbuka Alias
Dalam putusannya, Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan sistem pemilu 2024 tetap menggunakan proporsional terbuka alias mencoblos caleg. Keputusan MK itu menolak permohonan uji materiil Pasal 168 ayat (2) UU Pemilu terkait sistem proporsional terbuka menjadi proporsional tertutup sebagaimana diajukan pemohon.
Keputusan MK itu menolak menolak permohonan uji materiil Pasal 168 ayat (2) UU Pemilu terkait sistem proporsional terbuka menjadi proporsional tertutup sebagaimana diajukan pemohon.
"Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman saat membacakan putusan dalam sidang digelar terbuka pada Kamis (15/6/2023).
Hakim Anwar Usman menilai, dalil para pemohon tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya.
Pemohon sebelumnya mendalilkan Pasal 168 ayat (2), Pasal 342 ayat (2), Pasal 353 ayat (1) huruf b, Pasal 386 ayat (2) huruf b, Pasal 420 huruf c dan huruf d, Pasal 422, Pasal 426 ayat (3) di UU Pemilu bertentangan dengan Konstitusi.
Sentimen: netral (99.6%)