Sentimen
Informasi Tambahan
Hewan: Kambing
Kab/Kota: Bogor, Guntur, Serang
Tokoh Terkait
Kisah Jenderal Beledek Ditegur Bung Karno Karena Main Perang- perangan di Istana Negara
Pojoksatu.id Jenis Media: Nasional
POJOKSATU.id, JAKARTA— Presiden Soekarno pernah menegur seorang ‘jenderal’ di Istana Negara. Jenderal Beledek ini ditegur karena main perang-perangan di Istana Negara dan Istana Merdeka.
Kisah Jenderal Beledek ini dituturkan Guntur Soekarnoputra dalam bukunya : Bung Karno, Bapakku, Kawanku, Guruku.
Saat itu dia mengajak para pengawal istana yang sedang berjaga untuk main perang-perangan.
Guntur mengangkat dirinya jadi Jenderal Beledek. Artinya Jenderal Halilintar, dalam Bahasa Jawa.
Dia membagi dua pasukan Detasemen Kawal Pribadi (DKP) yang terdiri dari para polisi istimewa (kini Brimob Polri).
Pasukannya terdiri dari lima orang melawan lima orang yang dipimpin oleh Ida Bagus Putu Ngurah Djoni.
Arena perang-perangan berada di Komplek Istana Negara dan Istana Merdeka. Pasukan yang kelihatan lebih dulu dan ‘ditembak’ dinyatakan kalah.
Tak lupa Guntur membawa logistik untuk pasukannya: Pisang dan Jeruk Bali. Tukang menggembalakan kambing di Istana yang bernama Musli dikerahkan sebagai intelijen.
“Lapor jenderal, mereka ngumpet di paviliun sampai tennis ban,” kata Musli.
Guntur pun merancang strategi. Mereka akan menyergap melambung melalui pinggir Sekretariat Negara. Terus ke ujung hingga depan Taman Istana Merdeka.
“Kalau saya kasih tanda, kita serang sama-sama, jelas?” tanya Jenderal Beledek.
“Jelas, jenderal!” kata pasukannya.
Namanya pasukan profesional, mereka benar-benar mengambil sikap tempur. Mengenakan pakaian lengkap dengan helm baja.
Begitu Guntur akan memberi aba-aba menyerang, tiba-tiba komandan jaga berlari tergopoh-gopoh sambil berteriak.
“Mas Tok (Panggilan Guntur), Mas Tok, Perangnya setop dulu, Mas! Cease fire!” teriaknya.
“Kenapa kak?” tanya Guntur.
“Anu Mas, dari KMKB (Komando Militer Kota Besar, kini Kodam Jaya), menanyakan di istana ada apa. Kok waktu KKMB patroli, mereka melihat pasukan pengawal mengambil posisi tempur di depan Istana Merdeka,” katanya terengah-engah.
Rupanya mereka mengira ada ancaman di Istana sehingga memutuskan menelepon untuk mengecek. Permainan perang-perangan itu ternyata disangka sungguhan.
“Makanya perang-perangannya disetop dulu, Mas. Nanti Jakarta bisa gawat!” lanjutnya.
Ditegur Bung Karno
Jenderal Beledek pun langsung menghentikan pertempuran. Dia langsung membubarkan pasukannya dan tidak meneruskan pertempuran.
“Busyet, mati gua,” pikir Guntur.
Benar saja, saat kembali dari Bogor, Bung Karno langsung memanggil Guntur. Dia ditanya soal aksi perang-perangan tadi.
“Heh, Tok, aku dapat laporan kau bikin geger petugas-petugas keamanan di Jakarta ya?” tanya presiden.
Bung Karno pun menasihati Guntur. Saat itu sekitar tahun 1958, kondisi negara memang sedang panas. Pemberontakan melawan pemerintah pusat terjadi di beberapa daerah.
“Kalau keadaan gawat begini, ndak usah main perang-perangan dulu. Nanti kalau keadaan sudah normal saja,” kata Bung Karno.
Guntur pun patuh. Dia tidak jadi kena marah. Bung Karno malah memberinya sebuah buku kemiliteran.
Jenderal berdarah indian, William Tecumseh Sherman yang menjadi jenderal favorit Presiden Sukarno.
Buku Cetakan Ketiga
Putra sulung Bung Karno, Guntur Soekarnoputra menggelar webinar launching buku cetakan ketiga “Bung Karno, Bapakku, Kawanku, Guruku” pada Minggu 6 Juni 2021, bertepatan dengan 120 tahun kelahiran Bung Karno.
Menurut Guntur, buku dicetak pertama kali tahun 1977, berdasarkan pengalamannya secara langsung selama berinteraksi dengan Bung Karno semasa hidupnya, sebagai seorang ayah, seorang proklamator, dan seorang pemimpin Bangsa Indonesia.
“Dengan harapan sebenarnya untuk dikenal atau dibaca oleh generasi muda Indonesia, yang belum mengenal secara baik sosok dari Bung Karno,” ungkap Guntur.
“Bukan hanya generasi muda, generasi tua juga, karena itu buku menyangkut banyak sisi humanisme dari Bung Karno,” tambahnya.
Dalam peluncuran kali ini, Guntur didampingi putrinya, Puti Guntur Soekarno. (ikror/pojoksatu)
Sentimen: negatif (94.1%)