MK Sesalkan Denny Indrayana Rendahkan Kredibilitas Hakim Konstitusi
abadikini.com Jenis Media: News
Abadikini.com, JAKARTA – Mahkamah Konstitusi (MK) akan memutus judicial review alias uji meteri Undang-Undang Pemilu, terkait sistem kepemiluan, pada hari ini Kamis (15/6). Putusan MK ini akan menentukan Pemilu 2024 akan menggunakan sistem proporsional terbuka atau tertutup.
“Kamis 15 Juni 2023 pukul 09.30 WIB. Agendanya pengucapan putusan,” tulis MK dalam situs resminya, Kamis (15/6).
Perkara dengan nomor 114/PUU-XX/2022 tentang Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum diajukan oleh enam pemohon. Mereka adalah Demas Wicaksono, Yuwono Pintadi, Fahrurrozi, Ibnu Rachman Jaya, Riyanto, dan Nono Marijono. Para pemohon meminta agar sistem Pemilu 2024 diubah dari sitem proporsional tertutup, menjadi proporsional terbuka.
Bahkan, pakar hukum tata negara Denny Indrayana telah memberikan bocoran bahwa MK akan menetapkan sistem pemilu menjadi proporsional tertutup. Masyarakat hanya disajikan dengan gambar partai untuk menentukan wakilnya di Parlemen.
Juru bicara MK Fajar Laksono menyatakan opini yang disampaikan Denny Indrayana pada akun media sosial Twitter berpotensi berdampak pada kepercayaan masyarakat terhadap MK. Bahkan, ia meyayangkan Denny dinilai merendahkan kredibilitas hakim konstitusi.
“Denny Indrayana di akun twitter pribadinya pada Minggu (28/5) lalu yang pada pokoknya menyampaikan perihal informasi penting bahwa MK akan memutuskan pemilu legislatif kembali ke sistem proporsional tertutup, kembali memilih tanda gambar partai saja dengan komposisi putusan enam berbanding tiga dissenting opinion,” kata Fajar dalam keterangan kemarin.
Fajar menyebut, opini yang disampaikan Denny sangat mengganggu proses persidangan terhadap gugatan uji materi UU Pemilu.
“Bagi Mahkamah Konstitusi, pemberitaan, opini, pernyataan, unggahan, dan/atau cuitan tersebut berpotensi dan bahkan telah menimbulkan pandangan negatif yang berdampak langsung pada kredibilitas dan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap proses persidangan dan putusan Mahkamah Konstitusi,” tegas Fajar.
Seperti diketahui permohonan perkara nomor 114/PUU-XIX/2022 diajukan oleh Demas Brian Wicaksono, Yuwono Pintadi, Fahrurrozi, Ibnu Rachman Jaya, Riyanto dan Nano Marijono. Para Pemohon menguji Pasal 168 ayat (2), Pasal 342 ayat (2), Pasal 353 ayat (1) huruf b, Pasal 386 ayat (2) huruf b, Pasal 420 huruf c dan huruf d, Pasal 422, Pasal 424 ayat (2), Pasal 426 ayat (3) UU Pemilu terkait ketentuan sistem proporsional terbuka pada pemilu.
Para pemohon berpendapat UU Pemilu telah mengerdilkan atau membonsai organisasi partai politik dan pengurus partai politik. Hal tersebut karena dalam penentuan caleg terpilih oleh KPU, tidak berdasarkan nomor urut sebagaimana daftar caleg yang dipersiapkan oleh partai politik, namun berdasarkan suara terbanyak secara perseorangan.
Model penentuan caleg terpilih berdasarkan pasal a quo menurut para pemohon telah nyata menyebabkan para caleg merasa Parpol hanya kendaraan dalam menjadi anggota parlemen, seolah-olah peserta pemilu adalah perseorangan bukan partai politik.
Sentimen: netral (99.8%)