Sentimen
Informasi Tambahan
BUMN: PLN
Institusi: UGM
Kab/Kota: Yogyakarta
Tokoh Terkait
Pengamat UGM Dukung Sampah Perkotaan Menjadi Sumber Energi
Krjogja.com Jenis Media: News
Tumpukan sampah yang menggunung di TPSt Piyungan. (Foto : Fira Nurfiani)
Krjogja.com - YOGYA - Upaya PT PLN (Persero) mengelola sampah menjadi Bahan Bakar Jumputan Padat (BBJP) untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) mendapatkan dukungan dan respon positif dari sejumlah kalangan. Salah satu sambutan baik tersebut datang dari Pengamat Ekonomi Energi UGM Fahmy Radhi.
Terbaru, PLN menjalin kerjasama dengan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta untuk mengelola sampah kota Jakarta menjadi BBJP. Melalui kerjasama tersebut, persoalan sampah di Jakarta diharapkan bisa berkurang dan PLN mendapatkan kapasitas pasokan biomassa. Sebelumnya, PLN sukses menjalin kerjasama serupa dengan Pemprov Jawa Timur (Jatim).
Fahmy mengatakan BBJP adalah pengolahan sampah melalui proses treatment pencacahan. Sehingga menjadi Refuse Derived Fuel (RDF) yang digunakan sebagai pengganti (co-firing) sebagian batu bara di PLTU, yang merupakan energi baru terbarukan (EBT). Kerja sama ini sesungguhnya memberikan mutual benefit bagi Pemprov DKI Jakarta dan PLN.
"Bagi Pemprov DKI Jakarta, kerja sama ini akan mengatasi permasalahan sampah di DKI Jakarta yang menghasilkan lebih 7.500 ton sampah per hari. Sedangkan bagi PLN, kerja sama ini akan memberikan kepastian pasokan 1.000 ton BBJP dengan mengolah 3.000 ton sampah per hari menjadi biomassa untuk co-firing di PLTU," tuturnya di Yogyakarta, Senin (12/06/2023).
Namun, Fahmy menilai kerja sama ini tidak akan bisa direalisasikan selama masalah terkait tipping fee dan harga jual listrik belum disepakati. Tipping fee adalah biaya yang dibayarkan untuk pemilahan sampah sebelum diolah menjadi BBJP berdasarkan jumlah sampah yang digunakan.
Sedangkan, harga jual listrik adalah harga listrik yang dijual kepada PLN. Berdasarkan Perpres 35/2018, tipping fee ditetapkan paling tinggi sebesar Rp. 500.000 per ton sampah dan harga jual listrik ditetapkan sebesar USD 13,35 cent per kWh.
"Dengan memasukan perhitungan tipping fee, harga jual listrik sebesar USD13,35 cent per kWh itu sebenarnya masih di bawah harga keekonomian. Kalau PLN harus menaikkan harga listrik sesuai harga keekonomian, dampaknya akan memberatkan bagi PLN, yang ujung-ujungnya akan dibebankan pada konsumen listrik," tandasnya.
Solusinya menurut Fahmy, Pemprov DKI Jakarta harus bersedia membayar tipping fee yang dianggarkan dari APBD tahun berjalan. Sudah seharusnya tipping fee memang dibayar Pemprov DKI Jakarta. Lantaran pengelolaan sampah sesungguhnya merupakan tanggung jawab Pemprov setempat bukan kewajiban PLN, untuk menciptakan lingkungan yang lebih bersih dan sehat di wilayah DKI Jakarta.
"PLN berkewajiban membeli listrik yang dihasilkan dengan harga ditetapkan dalam Perpres 35/2018. Keberhasilan kerja sama antara Pemerintah DKI dan PLN ini akan dapat diterapkan di berbagai daerah di Indonesia. Tidak hanya mengolah sampah, tetapi juga untuk mengahasilkan listrik renewable energy atau Energi Baru Terbarukan (EBT) yang ramah lingkungan," pungkasnya. (Ira)
Sentimen: positif (50%)