Sentimen
Positif (98%)
9 Jun 2023 : 16.55
Informasi Tambahan

Agama: Islam

Kab/Kota: Semarang

Gus Dur dan Keputusan Besarnya bagi Perayaan Imlek Etnis Tionghoa di Indonesia

9 Jun 2023 : 16.55 Views 2

Pojoksatu.id Pojoksatu.id Jenis Media: Nasional

Gus Dur dan Keputusan Besarnya bagi Perayaan Imlek Etnis Tionghoa di Indonesia

POJOKSATU.id, JAKARTA — Gus Dur menjadi Presiden RI tak sampai 2 tahun, namun ada satu keputusan besar diambil Gus Dur terkait perayaan Imlek bagi etnis Tionghoa di Indonesia di masa kepemimpinannya.

Perayaan Tahun Baru China atau Hari Raya Imlek etnis Tionghoa di Indonesia tak lepas dari sosok Presiden RI keempat Abdurrahman Wahid alias Gus Dur.

Melalui Keppres Nomor 6 Tahun 2000, Gus Dur mengakhiri satu permasalah diskriminasi terhadap etnis Tionghoa di Indonesia sehingga pada akhirnya mereka dapat merayakan Hari Imlek secara bebas dan terbuka.

Keppres No 6 Tahun 2000 tentang Pencabutan Instruksi Presiden Nomor 14 Tahun 1967 tentang Agama, Kepercayaan, dan Adat Istiadat Cina, memupus diskriminasi itu.


Keppres tersebut menepis aturan yang berasal dari Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 14 Tahun 1967 yang mengatur tentang Agama, Kepercayaan, dan Adat Istiadat China.

Gus Dur menjabat presiden selama 21 bulan atau terhitung sejak 20 Oktober 1999. Meski hanya 21 bulan atau tidak sampai 2 tahun, Gus Dur memberi kontribusi besar bagi etnis Tionghoa di Indonesia.

Pada 23 Juli 2001, Abdurrahman Wahid atau Gus Dur lalu bdilengserkan dari jabatannya sebagai Presiden oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).

 

Gus Dur Dijuluki Bapak Tionghoa Indonesia

Seperti yang diketahui pada tahun 2004, gelar Bapak Tionghoa Indonesia disematkan kepada Gus Dur oleh Perkumpulan Sosial Rasa Dharma di Kleteng Tay Kek Sie, Semarang, Jawa Tengah.

Sebagai seorang ulama nyentrik, Gus Dur memiliki pemikiran yang pluralis. Gus Dur termasuk tokoh yang tidak suka diskriminasi terhadap etnis Tionghoa di Indonesia.

Dia merupakan orang pertama yang menyelesaikan permasalahan diskriminasi yang dialami etnis Tionghoa.

Pada peraturan lama, kelompok Tionghoa di Indonesia tidak diperbolehkan melakukan tradisi ataupun kegiatan peribadatan secara mencolok di depan umum dan hanya diperbolehkan dilakukan di lingkungan keluarga.

Hal ini lantaran, saat itu Presiden Soeharto menganggap jika aktivitas warga Tionghoa akan menghambat proses asimilasi dengan masyarakat pribumi.

Saat itu, kelompok Tionghoa juga diminta untuk mengganti identitas mereka menjadi nama Indonesia.

Ketika resmi menjabat sebagai Presiden Indonesia, Gus Dur banyak tidak sependapat dengan kebijakan Presiden Soeharto.

Menurutnya, etnis Tionghoa adalah bagian dari bangsa Indonesia, oleh karena itu mereka harus mendapatkan hak-hak yang setara. Termasuk dalam menjalankan ibadah keagamaannya.

Gus Dur juga berpendapat jika Muslim Tionghoa boleh merayakan Tahun Baru Imlek sehingga perbuatan itu tidak dianggap sebagai tindakan yang musyrik.

Gus Gur kemudian menetapkan Hari Raya Imlek sebagai hari libur fluktuatif. Yang artinya hanya masyarakat yang merayakan yang diperbolehkan libur.

Baru pada era Presiden Megawati Soekarnoputri, Hari Raya Imlek ditetapkan sebagai hari libur nasional dan berlaku hingga kini. (ikror/pojoksatu)

 

Sentimen: positif (98.1%)