Sentimen
Positif (33%)
9 Jun 2023 : 10.30
Informasi Tambahan

Event: Rezim Orde Baru

Kasus: HAM

Sejarah Pemilu Pertama 1955 dan Pemilu 1999 yang Diikuti 48 Partai Politik

Pojoksatu.id Pojoksatu.id Jenis Media: Nasional

9 Jun 2023 : 10.30
Sejarah Pemilu Pertama 1955 dan Pemilu 1999 yang Diikuti 48 Partai Politik

POJOKSATU.id — Pemilu 1955 merupakan Pemilu pertama usai kemerdekaan. Pemilu baru bisa digelar setelah 10 tahun Indonesia merdeka. Tujuan Pemilu saat itu bukan memilih presiden dan wakil presiden.

Pemilu 1955 bertujuan memilih anggota-anggota DPR dan anggota-anggota Dewan Konstituante.

Berdasarkan amanat UU Nomor 7 Tahun 1953, Pemilu 1955 dilakukan dua kali.

Pemilu pertama dilaksanakan pada 29 September 1955 untuk memilih anggota-anggota DPR.


Pemilu kedua, 15 Desember 1955 untuk memilih anggota-anggota Dewan Konstituante.

DPR adalah lembaga legislatif yang berfungsi sebagai wakil rakyat dalam pembuatan undang-undang dan pengawasan pemerintah. Tugas DPR meliputi legislasi, anggaran, dan pengawasan pemerintah.

Sementara Konstituante adalah lembaga yang bertugas menyusun UUD baru untuk Indonesia. Konstituante menggantikan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) dalam menyusun UUD baru.

Konstituante bertanggung jawab untuk merumuskan dasar negara, sistem pemerintahan, dan hak-hak asasi manusia dalam konstitusi baru.

Namun Konstituante pada akhirnya tidak berhasil menyusun konstitusi baru karena terjadi perpecahan politik di dalamnya.

Sebagai gantinya, UUD 1945 dipertahankan dan direvisi untuk memasukkan beberapa amendemen sesuai dengan kebutuhan waktu.

Pada Pemilu 1955, terdapat 29 partai politik yang berpartisipasi. Partai-partai ini mencakup berbagai spektrum politik, termasuk partai nasionalis, agama, sosialis, komunis, dan regional.

Partai Nasional Indonesia (PNI) menjadi pemenang Pemilu 1955 dengan raihan 22,3 persen.

PNI merupakan partai yang dipimpin oleh Soekarno dan merupakan partai nasionalis yang memiliki dukungan luas di kalangan rakyat Indonesia pada masa itu.

Di urutan kedua ada Masyumi meraih 20,9 persen suara. Dan ketiga Nahdlatul Ulama (NU) meraih 15,4 persen suara. Partai Komunis Indonesia (PKI) mendapat 16,4 persen suara.

Pemilu Awal Reformasi

Setelah Presiden Soeharto dilengserkan 21 Mei 1998, jabatan presiden digantikan oleh Wakil Presiden BJ Habibie.

Atas desakan publik, Pemilu yang baru atau dipercepat segera dilaksanakan, sehingga hasil-hasil Pemilu 1997 segera diganti.

Kemudian ternyata bahwa Pemilu dilaksanakan pada 7 Juni 1999, atau 13 bulan masa kekuasaan Habibie.

Pada saat itu untuk sebagian alasan diadakannya Pemilu adalah memperoleh pengakuan atau kepercayaan publik, termasuk dunia internasional, karena pemerintahan dan lembaga-lembaga lain yang merupakan produk Pemilu 1997 sudah dianggap tidak dipercaya.

Hal ini kemudian dilanjutkan dengan penyelenggaraan Sidang Umum MPR untuk memilih presiden dan wakil presiden yang baru.

Sebelum menyelenggarakan Pemilu yang dipercepat itu, pemerintah mengajukan RUU tentang Partai Politik, RUU tentang Pemilu dan RUU tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD.

Ketiga draft UU ini disiapkan oleh sebuah tim Depdagri, yang disebut Tim 7, yang diketuai oleh Prof Ryaas Rasyid (Rektor IIP Depdagri, Jakarta).

Setelah RUU disetujui DPR dan disahkan menjadi UU, presiden membentuk Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang anggota-anggotanya adalah wakil dari partai politik dan wakil dari pemerintah.

Satu hal yang secara sangat menonjol membedakan Pemilu 1999 dengan Pemilu-pemilu sebelumnya sejak 1971 adalah Pemilu 1999 ini diikuti oleh banyak sekali peserta.

Ini dimungkinkan karena adanya kebebasan untuk mendirikan partai politik. Peserta Pemilu kali ini adalah 48 partai.

Ini sudah jauh lebih sedikit dibandingkan dengan jumlah partai yang ada dan terdaftar di Departemen Kehakiman dan HAM, yakni 141 partai.

Pemilu Orde Baru

Pemilihan Umum (Pemilu) pada masa Orde Baru digelar sebanyak 5 kali yakni 1977, 1982, 1987, 1992, dan terakhir pada 1997.

Sistem Pemilu yang digunakan juga masih sama dengan yang diterapkan pada Pemilu 1971.

Sistem kepartaian pada 5 kali Pemilu itu juga disederhanakan melalui Undang-undang nomor 3 Tahun 1975 Tentang Partai Politik dan Golongan Karya.

Lewat beleid itu, pemerintah memutuskan hanya terdapat 2 partai politik, yakni Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang mewakili kalangan religius nasionalis, serta Partai Demokrasi Indonesia (PDI) yang mewakili kelompok nasionalis demokrat.

Sedangkan Golongan Karya (Golkar) saat itu tidak digolongkan sebagai partai politik tetapi sebagai organisasi peserta Pemilu (OPP).

Dengan demikian Indonesia telah melaksanakan 12 kali Pemilu selama 78 tahun Indonesia merdeka. Pemilu dimulai sejak 1955, 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, 1999, 2004, 2009, 2014 dan 2019. (ikror/pojoksatu)

 

Sentimen: positif (33.3%)