Sentimen
Positif (80%)
9 Jun 2023 : 09.20
Informasi Tambahan

Kab/Kota: Bogor, Cilacap, Purbalingga, Rembang, Pesanggrahan, Yogyakarta, Magelang, Banyumas

Kisah Wafatnya Jenderal Soedirman di Usia 34 Tahun, Diantar 4 Tank dan 80 Motor

9 Jun 2023 : 09.20 Views 3

Pojoksatu.id Pojoksatu.id Jenis Media: Nasional

Kisah Wafatnya Jenderal Soedirman di Usia 34 Tahun, Diantar 4 Tank dan 80 Motor

POJOKSATU.id, JAKARTA — Jenderal Soedirman wafat di usia 34 tahun pada 29 Januari 1950. Jenderal asal Jawa Tengah ini meninggalkan 7 anak yang masih sangat kecil-kecil saat wafat.

Jenderal Soedirman menikah dengan wanita asal Cilacap yang bernama Siti Alfiah. Mereka Bertemu pada saat keduanya menjadi aktifis di Muhammadiyah di kota tersebut.

Sudirman memiliki 7 anak yang terdiri dari 3 laki laki dan 4 perempuan. Saat Sudirman meninggal di usia 34 tahun, anak anaknya masih kecil.

Lahir di Purbalingga, Jawa Tengah, pada 24 Januari 1916, Jenderal Soedirman berasal dari keluarga sederhana, di mana ayahnya adalah seorang pekerja di pabrik gula Kalibagor, Banyumas, dan ibunya merupakan keturunan Wedana Rembang.


Pada zaman penjajahan Jepang tepatnya 1944, Soedirman bergabung dengan tentara Pembela Tanah Air (Peta) di Bogor.

Sehubungan dengan posisinya di masyarakat, Soedirman dijadikan sebagai komandan (daidanco) dan dilatih bersama orang lain dengan pangkat yang sama.

Pasca Indonesia merdeka dari penjajahan Jepang, ia berhasil merebut senjata pasukan Jepang di Banyumas.

Kemudian beliau diangkat menjadi Komandan Batalyon di Kroya setelah menyelesaikan pendidikannya.

Setelah bom atom di Hiroshima dan Nagasaki dijatuhkan, kekuatan militer Jepang di Indonesia mulai melemah.

Soedirman yang saat itu ditahan di Bogor, mulai memimpin rekan-rekannya untuk melakukan pelarian.

Soedirman pun pergi ke Jakarta, yang kemudian bertemu dengan Soekarno dan Mohammad Hatta. Kedua proklamator tersebut meminta Soedirman untuk memimpin pasukan melawan Jepang di Jakarta.

Namun, permintaan tersebut ditolak oleh Soedirman karena ia lebih memilih memimpin pasukannya di Kroya.

Setelah Indonesia mengikrarkan proklamasi pada 1945, Pemerintah mendirikan BKR (Badan Keamanan Rakyat) dengan melebur PETA ke dalamnya.

Soedirman bersama tentaranya pun mendirikan cabang BKR di Banyumas, dan memimpin masyarakat di sana untuk melucuti persenjataan tentara Jepang.

Pada tanggal 12 November 1945, dalam pertemuan pertama TKR, Soedirman terpilih sebagai pemimpin TKR melalui pemungutan suara buntu dua tahap.

Pada akhir November, sambil menunggu pengangkatan, Soedirman memerintahkan Divisi V untuk menyerang pasukan sekutu yang terdiri dari pasukan Inggris dan Belanda di Ambarawa.

Perang Palagan Ambarawa melawan pasukan Inggris dan NICA Belanda ini terjadi mulai dari bulan November sampai Desember 1945.

Perang ini juga menjadi perang besar pertama yang dipimpin oleh Soedirman. Keberhasilannya memukul mundur pasukan sekutu pada peperangan ini, membuat Presiden Soekarno melantiknya sebagai seorang Jenderal.

Pada 1948 Soedirman didiagnosis mengidap tuberkulosis (TBC), yang mengakibatkan paru-paru kanannya harus rela dikempeskan lantaran ditengarai sudah mengalami infeksi.

Soedirman pun terus berjuang melawan TBC dengan melakukan pemeriksaan rutin di Panti Rapih, Yogyakarta. Ia pun dipindahkan ke sebuah rumah di Magelang pada Desember 1949.

Selang sebulan, tepatnya pada tanggal 29 Januari 1950, Jenderal Soedirman akhirnya menghembuskan napas terakhirnya di Magelang, Jawa Tengah. Kabar duka ini pun dilaporkan dalam sebuah siaran khusus di RRI.

Saat kematiannya, empat tank dan 80 kendaraan bermotor mengantarkan Jenderal Soedirman menuju tempat peristirahatan terakhirnya, di Taman Makam Pahlawan Yogyakarta.

Banyak rakyat berkumpul hingga sepanjang dua kilometer untuk ikut mengiringi prosesi pemakaman sang pahlawan revolusioner ini.

Memang selama bergerilya, kesehatan Soedirman terus menurun dan beberapa kali jatuh pingsan. Saat tiba di Yogyakarta, kesehatan Panglima Besar langsung diperiksa. Ternyata paru-paru yang sebelahnya sudah terserang penyakit.

Karena itu Soedirman harus beristirahat di rumah sakit dan semua perundingan yang memerlukan kehadirannya dilakukan di rumah sakit.

Untuk itu pada 1 Agustus 1949, ia menulis surat kepada Presiden Soekarno yang berisikan permohonan untuk mengundurkan diri dari dinas ketentaraan dan meletakkan jabatannya sebagai Panglima Besar. Namun surat itu tak pernah tersampaikan karena kondisi kesehatannya yang semakin memburuk.

Sehingga ia harus beristirahat di Pesanggrahan Militer yang bertempat di Magelang. Siang hari tanggal 29 Januari 1950, Soedirman masih sempat memeriksa rapor sekolah anak-anaknya.

Tapi panglima besar tidak sempat menandatanganinya karena kondisi penyakit paru-paru yang dideritanya semakin memburuk.

Soedirman meninggal di usianya yang terbilang cukup muda yaitu 34 tahun.

Keesokan harinya pada 30 Januari 2020, Jenderal Besar Soedirman dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Semaki, Yogyakarta di samping makam Letnan Jenderal Oerip Soemohardjo.(ikror/pojoksatu)

Sentimen: positif (80%)