Aturan ekspor pasir laut Jokowi lebih buruk dari Megawati
Alinea.id Jenis Media: News
Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) menilai, aturan baru Presiden Joko Widodo soal izin eksploitasi dan ekspor pasir laut lebih buruk jika dibandingkan dengan aturan yang dikeluarkan oleh Presiden Megawati Soekarnoputri.
Pada era Mega, ekspor pasir laut dihentikan sementara untuk mengendalikan dampak buruk eksploitasi pasir laut bagi lingkungan, nelayan, dan pembudidaya ikan.
Menurut Ketua Umum KNTI Dani Setiawan, ada dua hal yang patut dipersoalkan dalam beleid ini. Yang pertama, aturan ini menegaskan pengalihan tanggung jawab negara dalam pemenuhan hak asasi setiap warga negara Indonesia terhadap lingkungan yang baik dan sehat menjadi tanggung jawab sektor swasta atau pelaku usaha.
Hal itu, urai Dani, diatur dalam pengendalian hasil sedimentasi melalui pembersihan (Pasal 10) yang dilakukan oleh pelaku usaha yang memiliki izin pemanfaatan pasir laut.
"Peraturan ini sesungguhnya menyembunyikan orientasi utama komersialisasi laut di balik kedok pelestarian lingkungan laut dan pesisir melalui pengelolaan hasil sedimentasi," ujar Dani lewat keterangan tertulis yang dikutip Jumat (2/6).
Kedua, lanjut Dani, aturan baru Jokowi merupakan langkah mundur dalam pelestarian ekosistem pesisir dan laut. Ini ditandai dengan dibukanya kembali perizinan usaha bagi penambangan pasir laut untuk tujuan komersial dan bahkan untuk ekspor.
Di masa lalu, urai Dani, ekspor pasir laut merupakan bisnis menggiurkan. Namun, langkah itu telah merugikan negara jutaan dolar akibat ekspor ilegal pasir laut.
"Penambangan pasir laut menjadi tidak terkendali dan merusak lingkungan laut dan pesisir, mengancam kehidupan nelayan, dan menguntungkan negara lain," urai dia.
Sentimen: negatif (99.1%)