Sentimen
Netral (100%)
2 Jun 2023 : 12.48
Informasi Tambahan

Event: Pilkada Serentak

Partai Terkait

NasDem Nilai Tuduhan Denny Indrayana Bocorkan Rahasia Negara Berlebihan

2 Jun 2023 : 19.48 Views 2

Jitunews.com Jitunews.com Jenis Media: Nasional

NasDem Nilai Tuduhan Denny Indrayana Bocorkan Rahasia Negara Berlebihan

JAKARTA, JITUNEWS.COM- Ketua Bidang Legislatif Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai NasDem, Atang Irawan merespon positif pernyataan Pakar Hukum Tata Negara Denny Indrayana yang mengungkap informasi bahwa Mahkamah Konstitusi (MK) akan memutuskan perkara sistem pemilu ke proporsional tertutup, dengan putusan enam hakim konstitusi setuju dan tiga lainnya menyatakan dissenting opinion atau perbedaan pandangan.

Sikap Denny, menurut Atang, merupakan wujud dari kontrol sosial akibat kegamangan masyarakat terhadap putusan MK.

"Ini adalah sebuah kelajiman dalam negara demokrasi dimana otoritas negara dipantau oleh rakyat melalui wacana opini atau bahkan kritik di ruang publik," ujar Atang dalam keterangan tertulisnya, Jum'at (2/6/2023).

PKS: MK Perlu Menguatkan Putusan Soal Penggunaan Sistem Proporsional Terbuka di Pemilu 2024

Atang mengutarakan bahwa apa yang dinyatakan oleh Denny Indrayana tidak terkait dengan membocorkan rahasia negara, apalagi hakim MK belum melakukan Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) terkait dengan putusan tersebut, sehingga terlalu berlebihan jika pendapat Denny Indrayana dituduh membocorkan rahasia negara.

Bahkan, Atang menegaskan bahwa dalam UU MK tidak mengatur mengenai apakah RPH termasuk dalam kategori rahasia, melainkan diatur dalam Pasal 19 ayat (3) UU Kekuasaan Kehamikan "RPH bersifat rahasia” sehingga terlalu berlebihan dan tendensius jika Denny Indrayana diduga membocorkan rahasia negara padahal RPH Hakim Konstitusi belum diselenggarakan.

"Miris memang jika kebebasan berekspresi warga negara yang tidak berimplikasi terhadap tindakan pidana kemudian direspon secara berlebihan oleh pejabat negara, bahan terkesan intimidasi seolah ekpresi warga negara harus dibatasi dalam ruang yang merupakan urat demokrasi. Padahal pandangan dalam ruang publik merupakan penyangga antara negara dan masyarakat, untuk melindungi dari keputusan sewenang-wenang," ujarnya.

Justru, Atang heran ada pejabat negara beropini di ruang publik terkait dengan putusan MK, misalnya terlontar bahwa “sistem pemilu proporsional terbuka dan tertutup sama saja” bahkan ada seorang pejabat yang mengatakan bahwa dahulu Indonesia pernah menetapkan sistem pemilu secara proporsional tertutup dan pelaksanaan pesta demokrasi bisa berjalan damai, dan lain sebagainya.

"Bukankah ini dapat mempengaruhi peradilan karena jabatannnya, padahal bangsa ini telah sepakat bahwa kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan yang merdeka yang bermakna lepas dari intervensi kekuasaan lainnya."

Menurut Atang, apabila ada pejabat negara memberikan komentar di luar persidangan terhadap kasus yang sedang menunggu putusan, perbuatan itu termasuk mempenggarui proses peradilan yang tidak memihak yang dilakukan di luar persidangan ( Act calculated to prejudice the fair trail indirect contempt ex facie), sehingga dapat dikategorikan melakukan contempt of court.

Hal ini berbeda dengan Denny Indrayana yang bukan sebagai pejabat negara karena didalamnya tidak melekat kewenangan sebagai refresentasi organ negara.

Lebih jauh Atang juga menjelaskan bahwa ada kekhawatiran publik atas putusan MK tentang sistem pemilu, apalagi hakim MK selalu beropini dalam persidangan, yang seharusnya hakim MK hanya berpendapat pada saat RPH.

Public juga khawatir meskipun Pasal 22E ayat (6) UUD 1945 mengisyaratkan urusan pemilu termasuk sistem pemilu adalah urusan pembuat undang undang, dengan kata lain open legal policy perumus undang undang.

Ditambah lagi, ujar Atang, bahwa MK pernah menguatkan sebelumnya terhadap sistem proporsional terbuka yang diatur dalam Pasal 5 ayat (1) UU No 10 tahun 2008 melalui putusan MK No 22-24/PUU-VI/2008.

Apalagi, tegas Atang, sistem pemilu adalah sistem yang bersifat alternatif bisa proporsional tertutup dan /atau terbuka bahkan kobinasi (varian lain) sehingga hal yang bersifat alternatif, seharusnya tidak diputus oleh MK seperti halnya pilkada yang dinyatakan bersifat demokratis dalam UUD 1945, maka, menjadi domain perumus UU untuk memutuskan apakah langsung atau melalui DPRD, sehingga menjadi open legal policy positif legislation.

 

Denny Indrayana Sebut MK Bakal Kabulkan Sistem Proporsional Tertutup, SBY Beri Pernyataan Tegas

Sentimen: netral (100%)