Sentimen
Positif (88%)
2 Jun 2023 : 08.46

Monokultur, bibit kecil, tanam asal-asalan

2 Jun 2023 : 08.46 Views 2

Alinea.id Alinea.id Jenis Media: News

Monokultur, bibit kecil, tanam asal-asalan

Menurut Kiswanto, perlu penanaman secara acak atau multijenis sebagai bagian meredam risiko serangan hama atau patogen. Agar masalah tidak terulang, ia dan tim merekomendasikan pengirim menempatkan bibit tanaman secara acak sejak di persemaian sebelum menyerahkan kepada tim penanam. Agar tim penanam tinggal menanam.

Bibit dan pupuk tak memadai

Temuan kedua adalah belum memadainya bibit dan pupuk. Bagi Kiswanto, rehabilitasi hutan hujan tropis, apalagi dengan luas ratusan ribu hektare, adalah proyek raksasa yang perlu nafas panjang. "Jika ingin mempercepat rehabilitasi, maka pelaksanaannya harus dengan cara-cara yang inovatif," tulis dia.

Salah satu caranya adalah pemilihan bibit. Selain sehat dan berkualitas, tulis dia, bibit yang ditanam di IKN harus berusia lebih besar ketimbang upaya rehabilitasi biasa agar lebih cepat bertumbuh. Misalnya, bibit harus berketinggian 0,5-1 meter.

Yang ia dan tim temukan, banyak bibit terlalu kecil dan tak siap tanam. Rerata ketinggian bibit baru 20-30 cm. Ini terjadi, tulis dia, karena bibit besar tidak tersedia. "Alasan seperti ini tak semestinya muncul kembali di masa depan. Penanggung jawab semestinya mencari bibit-bibit berkualitas dan besar," tulis dia.

Penanaman yang optimal, tulis Kiswanto, membutuhkan kompos yang terurai sempurna. Jika tidak, pupuk organik justru bisa membuat tanaman mati. Sayangnya, di lahan penanaman IKN banyak kompos 'mentah' alias belum terdekomposisi dengan benar. 

"Saya juga menyaksikan pupuk kandang yang masih ‘panas’ alias belum terurai dengan sempurna (menyerupai tanah). Aplikasi pupuk panas tak hanya membahayakan tanaman di lubang tanam, melainkan juga tanaman di sekitarnya," tulis dia.

Cara tanam dan perawatan asal-asalan

Rehabilitasi hutan, menurut Kiswanto, membutuhkan cara tanam yang benar agar tanaman lebih tahan terhadap dinamika lingkungan maupun organisme pengganggu. Akan tetapi, ia dan tim menemukan ada tanaman yang tidak ditanam dengan benar.

Ia mencontohkan lubang tanam sekadar ditutup, tidak dipadatkan maupun ditinggikan. Lubang tanaman yang renggang dan rendah justru membuatnya menjadi 'kolam', sehingga berisiko tinggi membusukkan akar. Ada juga lokasi penanaman yang justru berada di jalur air. Akhirnya tanaman justru mati dan satu bibit terbuang sia-sia.

Perawatan, tulis dia, juga menjadi aspek vital. "Saya melihat di area terbuka, banyak tanaman terlilit gulma–organisme yang seharusnya dibersihkan secara berkala supaya pertumbuhannya tak terganggu," tulis Kiswanto.

Selain evaluasi dan saran praktis, tulis Kiswanto, pemerintah perlu mempertimbangkan strategi lain, seperti kolaborasi antarpihak, termasuk masyarakat sekitar untuk menanam tanaman asli Kalimantan. Ia memperkirakan masyarakat sekitar meleluri sekitar 1.433 spesies.

Mereka ini, ujar Kiswanto, dengan senang hati berbagi bibit untuk pemulihan hutan di IKN. "Pemberdayaan masyarakat bisa menumbuhkan banyak fasilitas perbenihan dan persemaian baru. Fasilitas ini yang sangat dibutuhkan untuk pemulihan hutan di daerah-daerah lainnya dengan jenis yang lebih beragam di seluruh Indonesia."

Sesuai rencana, untuk membangun hutan tropis pemerintah memulai rehabilitasi hutan dan lahan IKN besar-besaran mulai 2022. Sejauh ini rehabilitasi baru mencapai 941 hektare. Kebutuhan rehabilitasi hutan untuk seluruh wilayah IKN mencapai 75% (sekitar 192 ribu hektare) dari total luas wilayah Nusantara 256 ribu hektare.

Sentimen: positif (88.8%)