Sentimen
Negatif (100%)
28 Mei 2023 : 12.25
Informasi Tambahan

Brand/Merek: Acer

Grup Musik: APRIL

Kab/Kota: Depok, Sleman

Kasus: Tipikor, pembunuhan, korupsi

Tokoh Terkait
Sri Sultan Hamengku Buwono X

Sri Sultan Hamengku Buwono X

Robinson Bersedia Kembalikan Uang, Korban Jogja Eco Wisata Ajukan 2 Tuntutan

28 Mei 2023 : 12.25 Views 2

Harianjogja.com Harianjogja.com Jenis Media: News

Robinson Bersedia Kembalikan Uang, Korban Jogja Eco Wisata Ajukan 2 Tuntutan

Harianjogja.com, JOGJA—Korban penyalahgunaan tanah kas desa (TKD) mengajukan dua tuntutan kepada Robinson Saalino, pengembang kawasan superblok Jogja Eco Wisata di Candibinangun, Pakem, Sleman.

Tim Pelaksana Lapangan Aduan Korban TKD dari Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum Universitas Proklamasi (LKBH UP45), Ana Riana, menyatakan para korban memiliki dua tuntutan utama kepada developer di tanah kas desa. “Pertama, bagi yang sudah membayar dan propertinya belum dibangun atau baru membayar setengah, silakan pengembang mengembalikan uang mereka. Kedua, bagi yang sudah membayar dan propertinya sudah dibangun, mereka minta agar perizinan yang ada dilengkapi dengan baik, atau paling tidak dikembalikan uangnya,” katanya, Jumat (26/5/2023).

LKBH UP45 mendampingi ratusan orang yang merasa menjadi korban akibat pelanggaran pemanfaatan tanah kas desa di Candibinangun, Pakem, Sleman. Di tanah kas desa tersebut, dibangun superblok bernama Jogja Eco Wisata oleh PT Deztama Putri Sentosa (DPS), perusahaan yang dipimpin Robinson Saalino. Sementara, Robinson saat ini ditahan karena menjadi tersangka pelanggaran pemanfaatan tanah kas desa di Caturtunggal, Depok, Sleman.

Rian, sapaan akrabnya, menjelaskan beberapa perjanjian para korban dengan Robinson. “Ada yang investasi, ada yang akadnya jual beli bahkan diberi HGB [hak guna bangunan] dan dijanjikan jika tiga kali perpanjang akan jadi hak milik yang artinya 60 tahun penggunaan,” katanya.

BACA JUGA: Korban Kasus Tanah Kas Desa di Jogja Eco Wisata Ingin Bertemu Sultan

Kalkulasi kerugian korban, lanjut Rian, sebanyak Rp200 miliar untuk yang berada di Jogja Eco Wisata (JEW). “183 korban itu kalkulasinya Rp200 miliar, sedangkan di JEW itu ada 400 unit hunain yang terjual,” ucapnya.

Selain 183 orang yang merasa tertipu dengan pembangunan superblok di Jogja Eco Wisata, ada tujuh korban lain yang menjadi korban pelanggaran pemanfaatan tanah kas desa di tempat lain.

“Semua yang mengadu ke kami korban Robinson, dari empat kalurahan yaitu Maguwoharjo, Caturtunggal, Condongcatur, dan Pakembinangun,” ujarnya.

Rian menyebut kemungkinan korban akan terus bertambah. “Tadi saja [kemarin] sudah ada yang melaporkan aduan ke kami juga,” katanya.

Soal langkah hukum yang akan diambil, menurut Rian, akan dimusyawarahkan dengan para korban. “Nanti kami dengar apa yang korban inginkan,” ujarnya.

Sementara, Robinson Saalino mengaku salah dan meminta maaf kepada Gubernur DIY sekaligus Raja Kraton Jogja Sri Sultan HB X. Robinson menyebut izin pengelolaan tanah kas desa seharusnya dilakukan kalurahan.

Permintaan maaf Robinson disampaikan melalui kuasa hukumnya, Agung Pamula Ariyanto, Jumat.

“Pesan permintaan maaf ke Ngarsa Dalem dan komitmen-komitmen klien kami tersebut disampaikan secara tulus melalui kami karena klien kami masih ditahan,” katanya.

BACA JUGA: Kasus Robinson Saalino: Tanah Kas Desa, Sengketa Jogja Eco Wisata, Vonis Penjara dan Denda Rp8 Miliar karena Pajak

Robinson mengakui beberapa bangunan yang dia dirikan di tanah kas desa tidak mendapat izin Sultan. “Itu kesalahan Robinson, dia mengakuinya. Selain itu, proses perizinan tanah kas desa ini harusnya dilakukan kalurahan, mereka yang harus urus ke kabupaten sampai Gubernur,” terangnya.

Agung menjelaskan Robinson tidak pernah menjual, mengalihkan atau mengubah status tanah kas desa. “Tanah kas desa yang dikembangkan Robinson tidak ada yang dijual, dialihkan, atau diubah statusnya. Semuanya masih berstatus tanah kas desa, bisa dicek sertifikatnya di kalurahan,” kata dia.

Agung menyebut kliennya akan kooperatif dengan aparat penegak hukum dalam perkara penyalahgunaan tanah kas desa. Robinson juga berjanji akan mengembalikan uang dari investor yang digunakan untuk pengembangan properti di atas tanah kas desa. Mekanisme pengembalian uang tersebut akan didiskusikan.

Selama ini, lanjut Agung, Robinson tidak pernah menjual tanah kas desa. “Sistemnya dari awal bukan jual beli, melainkan investasi. Ini jelas tertuang dengan surat perjanjian investasi [SPI], jadi tidak ada itu jual HGB [hak guna bangunan] dan semacamnya,” katanya.

Dalam SPI dijelaskan dengan terang mekanisme-mekanisme apa saja apabila ada sengketa. “Sehingga jika para investor ingin dikembalikan uang investasinya, Robinson sanggup memenuhinya. Tinggal bagaimana mekanisme pengembaliannya dilakukan. Susah juga menyelesaikan masalah investasi kalau yang bersangkutan masih ditahan, makanya diselesaikan dulu yang di Kejati, nanti bisa dibicarakan mekanisme pengembalian investasi. Jika tidak sabar tentu kami tidak bisa menghalangi investornya menggugat dan akan kami ikuti proses hukumnya,” katanya.

BACA JUGA: Sultan Jogja Akan Tuntut Pengembang yang Bangun Perumahan di Tanah Kas Desa

Janji pengembalian uang oleh Robinson ditanggapi Rian. Ia menjelaskan janji tersebut harus berwujud nyata. “Selama ini korban ini sudah mencoba membuka komunikasi dengan pengembang, melalui karyawan perusahan pengembang. Mereka tidak dilayani. Artinya selama ini, pengembang tidak beritikad baik,” jelasnya.

Riana menjelaskan itikad baik Robinson ditunggu oleh para korban. “Ini bagus, tapi harus konkret. Kalau memang mau mengganti uang maka sekarang silakan dibuka pusat aduan, lalu didata para korban ini, dan diberikan kepastian yang jelas agar tidak terkatung-katung seperti kemarin,” ujarnya.

Selain menyampaikan janji pengembalian uang investor dan konsumen, penasihat hukum Robinson menyebut penetapan tersangka terhadap kliennya janggal.

Menurut Agung, kejanggalan tersebut bermula dari surat perintah penyidikan (sprindik) dan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) yang diterbitkan Kejaksaan Tinggi (Kejati) DIY. Sprindik tersebut diterbitkan pada 23 Maret lalu dan ditujukan kepada PT Deztama Putri Sentosa (DPS). Sementara, SDPD diterbitkan 14 April lalu untuk Robinson.

“Putusan Mahkamah Konstitusi sudah jelas. SPDP diterbitkan paling lama tujuh hari dari sprindik. SPDP fungsinya untuk pemberitahuan beberapa pihak di luar kejaksaan, sedangkan sprindik hanya untuk internal kejaksaan,” kata Agung, Jumat.

Menurut Agung, materi formil sprindik dan SPDP tersebut sudah cacat. “Itu cacat hukum. Robinson ditetapkan tersangka dengan dimulai penyelidikan dan ditahan pada 14 April tanpa dasar. Sprindik itu untuk PT DPS, sedangkan dasar SPDP itu alat buktinya apa, masak alat buktinya dari PT DPS?” jelasnya.

Persoalan ini yang menjadi alasannya mengajukan prapradilan atas status tersangka Robinson. “Tetapi masih ditunda sidangnya, tinggal nanti duluan mana, Kejati membawa pokok perkara ke PN Jogja atau prapradilan dulu, kalau pokok perkara disidangkan dulu, prapradilan kami gagal,” terangnya.

Pokok perkara penetapan Robinson sebagai tersangka pidana korupsi juga dipersoalkan Agung. Pada 14 April 2023, Kejati DIY menjerat Robinson dengan UU No.20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Robinson dinilai merugikan keuangan negara hingga lebih dari Rp2 miliar karena melanggar peraturan penggunaan tanah kas desa.

“Korupsi ini extra ordinary crime, buktinya harus jelas. Jika dikatakan merugikan negara, harus terang nilainya berapa, bukan perkiraan saja. Lembaga yang berwenang menjelaskan kerugian negara dari korupsi hanya BPK [Badan Pemeriksa Keuangan],” tegasnya.

BACA JUGA: Ini Daftar Lokasi Pelanggaran Tanah Kas Desa di DIY, 6 untuk Perumahan

Dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (Sema) No.4/2016, jelas Agung, BPK yang berwenang menghitung kerugian negara dalam pidana korupsi. “Kami sudah bersurat ke BPK, mereka menjawab tidak melakukan audit atas masalah ini. Analoginya seperti ada tersangka pembunuhan tapi korbannya belum meninggal,” ujarnya.

Agung mempersilakan penggunaan hasil audit Inspektorat DIY terhadap kerugian negara dalam kasus Robinson. “Tapi saya lihat angkanya terus berkembang dari Rp2,5 miliar terakhir jadi Rp2,9 miliar, artinya yang mana yang valid. Lagi pula disebut korupsi juga harus terang nilai kerugian negaranya, bukan nilai potensi kerugian negara. Beda antara nilai terang yang sudah pasti dengan nilai potensi, itu saja belum terpenuhi,” ucapnya.

Agung juga mengatakan mekanisme penyelesaian sengketa pemanfaatan TKD sudah diatur dalam Pergub DIY No.34/2017. “Dalam Peraturan Gubernur tentang Pemanfaatan TKD dijelaskan kalau ada sengketa diselesaikan dengan mediasi sampai penyerahan kembali TKD,” katanya.

Robinson, menurut Agung, telah mengembalikan TKD di Caturtunggal ke kalurahan pada akhir 2022 lalu. “Setelah Gubernur memberikan surat teguran kedua, Robinson sudah mengembalikannya ke kalurahan. Ini ada buktinya, berupa berita acara pengembaliannya. Jelas, sudah dikembalikan jauh sebelum penyidikan dimulai,” tuturnya.

Agung menilai perkara yang dihadapi Robinson seharusnya diselesaikan dalam ruang administratif. “Jelas ini kasus administratif saja, bukan pidana korupsi,” ujar dia.

BACA JUGA:  Laptop Harga 6 Jutaan Terbaik, Mulai Axioo Mybook Hingga Acer Aspire

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sentimen: negatif (100%)