Sentimen
Positif (88%)
28 Mei 2023 : 12.00
Informasi Tambahan

Institusi: Universitas Indonesia

Kab/Kota: Sydney

Kisah Bung Hatta Simpan Iklan Sepatu Bally di Dompet hingga Meninggal Dunia

28 Mei 2023 : 12.00 Views 3

Pojoksatu.id Pojoksatu.id Jenis Media: Nasional

Kisah Bung Hatta Simpan Iklan Sepatu Bally di Dompet hingga Meninggal Dunia

POJOKSATU.id, JAKARTA— Kejujuran dan kesederhanaan Bung Hatta dibawa hingga akhir hayat. Keinginannya membeli sepatu Bally tak pernah sampai.

Guntingan koran iklan sepatu Bally ditemukan keluarganya tersimpan rapi di dalam dompetnya usai Sang Proklamator ini wafat pada 14 Maret 1980.

Sebagai salah satu Proklamator dan kemudian menjadi Wakil Presiden RI pertama, tak serta merta membuat Bung Hatta bergelimang harta.

Bung Hatta bahkan tak mampu mewujudkan keinginannya membeli sepasang sepatu Bally yang menjadi impiannya sejak lama.


-

Terpaut Usia 24 Tahun, Ini Kisah Bung Karno Lamar Rahmi untuk Bung Hatta

Bung Hatta terkenal akan kehidupannya yang jujur dan bersahaja.

Secarik guntingan iklan koran menjadi saksi bisu kesederhanaan Bung Hatta.

Iklan koran tersebut ditemukan terselip di dalam dompetnya, ditemukan keluarganya, setelah Hatta wafat pada 14 Maret 1980.

Kertas itu memperlihatkan iklan sepatu Bally, sepatu berbalut kulit mewah asal Swiss.

Betapa Bung Hatta mengidamkan memiliki sepatu tersebut sampai-sampai gambarnya tersimpan rapi di dompetnya.

Padahal sebagai seorang wakil presiden, pernah juga menjabat perdana menteri, seharusnya mudah saja bagi Hatta membeli sepatu tersebut.

Bagi Hatta, kehidupan pribadi dan pekerjaannya mesti dipisahkan, termasuk dalam hal fasilitas yang diberikan negara untuknya.

Ia pernah memarahi sekretarisnya, I Wangsa Wijaya, karena menggunakan tiga lembar kertas Sekretariat Negara untuk membuat surat kantor wapres.

Hatta kemudian mengganti tiga kertas tersebut dengan uang kas wapres. Memang terdengar sepele, namun itulah caranya meneguhkan integritas, sesuai dengan pepatah Jerman yang dipegang teguh oleh Hatta “Der Mensch ist, war es iszt” – sikap manusia sepadan dengan caranya mendapat makan.

Hal ini juga ditanamkan pada putri-putrinya. Suatu kali, Gemala Rabi’ah Hatta yang sempat bekerja sambilan di Konsulat Jenderal Indonesia di Sydney ketika mendapat beasiswa di Australia berkirim surat kepada ayahnya.

Surat itu ternyata menggunakan amplop milik Konsulat dengan cap resmi. Akibatnya, Hatta membalas surat itu dengan nasihat.

“Kalau menulis surat kepada Ayah dan lain-lainnya, janganlah pakai kertas Konsulat Jenderal Indonesia. Surat-surat Gemala kan surat pribadi, bukan surat dinas,” kata Hatta.

Halida, putri Hatta lainnya, pernah juga mengalami hal serupa. Ketika kuliah di Universitas Indonesia, Halida ikut membayar uang semester sebesar Rp30 ribu.

Pihak kampus yang akhirnya tahu bahwa Halida adalah putri Hatta, memutuskan membebaskan biaya kuliahnya.

Namun Hatta menolaknya, dengan alasan masih sanggup, dan biarlah keistimewaan itu untuk mereka yang benar-benar tidak mampu. (ikror/pojoksatu)

 

Sentimen: positif (88.6%)