Berakhirnya Kisah Dwitunggal Soekarno-Hatta, Ini Isi Surat Pengunduran Diri Bung Hatta
Pojoksatu.id Jenis Media: Nasional
POJOKSATU.id, JAKARTA — Soekarno dan Hatta adalah Dwitunggal yang memproklamirkan kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945. Dwitunggal ini hanya bertahan 10 tahun.
Setelah berjuang bersama puluhan tahun sebelum Kemerdekaan, Hatta memutuskan mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Wapres Indonesia pada 1 Desember 1955.
Lahir di Fort de Kock (Bukittinggi, Sumbar ) pada 12 Agustus 1902, Hatta sebenarnya berasal dari keluarga berada dan terpandang. Hatta terlahir dengan nama Muhammad Athar.
Dia memulai pendidikan di Sekolah Rakyat Melayu Fort De kock pada 1913, lalu pindah ke Europeesche Lagere School (ELS) di Padang pada 1916.
Setelah lulus, ia meneruskan studi ke Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) di kota yang sama.
-
Kisah Bung Hatta Simpan Iklan Sepatu Bally di Dompet hingga Meninggal Dunia
Hatta yang gemar terlibat dalam pergerakan kemerdekaan Indonesia kemudian menimba ilmu di Nederland Handelshogeschool di Rotterdam pada 1921.
Ia bergabung dengan Indische Vereniging yang lantas berubah menjadi Perhimpunan Indonesia. Pada 1926, Hatta menjadi pemimpin organisasi pergerakan nasional di Belanda itu.
Hatta menjabat sebagai Wapres sejak 18 Agustus 1945 hingga 1 Desember 1955 atau sekitar 10 tahun.
Perlahan-lahan hubungan antara Hatta dengan Soekarno mulai merenggang yang disebabkan oleh adanya perbedaan pandangan antara keduanya.
-
Terpaut Usia 24 Tahun, Ini Kisah Bung Karno Lamar Rahmi untuk Bung Hatta
Akibatnya, Mohammad Hatta memutuskan untuk mengundurkan diri dari jabatannya.
Hatta memutuskan mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Wakil Presiden Indonesia pada 1 Desember 1955.
Mohammad Hatta mengirim sebuah surat kepada Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Sartono.
Isi surat pengunduran diri Mohammad Hatta sebagai berikut:
“Merdeka! bersama ini saya beritahukan dengan hormat bahwa sekarang, setelah Dewan Perwakilan Rakyat yang dipilih rakyat mulai bekerja dan konstituante menurut pilihan rakyat sudah tersusun, sudah tiba waktunya bagi saya mengundurkan diri sebagai Wakil Presiden RI. Segera setelah konstituante dilantik, saya akan meletakkan jabatan saya secara resmi.”
Mulanya, DPR menolak untuk menindaklanjuti surat yang dikirimkan oleh Mohammad Hatta.
Namun, Mohammad Hatta kembali mengirim surat susulan yang kurang lebih berisi sama ke DPR pada 23 November 1956.
Poin penting dari surat tersebut adalah Mohammad Hatta menyebutkan bahwa per 1 Desember 1956, beliau akan berhenti dari jabatannya sebagai Wakil Presiden Indonesia.
Dikarenakan Mohammad Hatta sudah mengirim surat sebanyak dua kali, pada Sidang DPR yang diadakan pada 30 November 1956, permintaan Bung Hatta disetujui.
Pengajuan pengunduran diri Mohammad Hatta pun ditindaklanjuti oleh Presiden Soekarno dengan mengeluarkan Keppres No. 13 Tahun 1957 yang menyatakan terhitung mulai tanggal 1 Desember 1956 memberhentikan Mohammad Hatta dengan hormat sebagai Wakil Presiden Indonesia.
Bung Hatta Kritik Bung Karno
Setelah Bung Hatta mengundurkan diri, dengan gagasan demokrasi terpimpinnya melalui Dekrit Presiden 1959, Soekarno membubarkan DPR hasil pemilu 1955.
Soekarno kemudian membentuk DPR-GR (Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong) yang anggotanya ia tunjuk langsung. Bung Hatta pun mengkritik habis-habisan tindakan Bung Karno itu.
Hatta lalu menulis kritik yang terhadap demokrasi terpimpin ala Bung Karno secara panjang lebar. Kritik Hatta dalam bentuk tulisan itu dikenal dengan judul Demokrasi Kita.
“Ini adalah hukum besi dari pada sejarah dunia. Tetapi sejarah dunia memberi petunjuk pula bahwa diktatur yang bergantung kepada kewibawaan orang seorang tidak lama umurnya. Sebab itu pula sistim yang dilahirkan Soekarno itu tidak akan lebih panjang umurnya dari Soekarno sendiri,” tulis Hatta dalam Demokrasi Kita.
Meski saling mengkritik secara keras, di luar urusan politik Soekarno tetap bersahabat dengan Hatta.
Usai mengundurkan diri dari jabatan wakil presiden, Bung Hatta bahkan pernah menggantikan posisi Bung Karno sebagai wali nikah putra sulung Bung Karno, Guntur Soekarnoputra.
Saat itu Bung Karno berhalangan karena mulai sering jatuh sakit.
Dalam buku Bung Karno The Untold Stories pun diceritakan Bung Hatta menyempatkan diri mengunjungi Soekarno menjelang wafat.
Saat itu pada 16 Juni 1970, Hatta berada di samping Soekarno yang terbujur lemas di tempat tidur. Keduanya saling menanyakan kabar.
Bung Hatta pun tak kuasa menahan tangis dan menggenggam erat tangan Bung Karno melihat kondisi sahabatnya kala itu.
Lima hari setelah dikunjungi Bung Hatta, pada 21 Juni 1970, Bung Karno pun mengembuskan napas terakhirnya. (ikror/pojoksatu)
Sentimen: negatif (99.8%)