Sentimen
Informasi Tambahan
Agama: Islam
BUMN: PT Pertamina
Event: Rezim Orde Baru
Institusi: Centre for Strategic and International Studies (CSIS)
Kab/Kota: Kairo
Tokoh Terkait
Dua Orang Ini Ditolak Soeharto hingga Meninggal, Padahal Dulunya Orang Kepercayaan
Pojoksatu.id Jenis Media: Nasional
POJOKSATU.id, JAKARTA — Dua orang ini ditolak Soeharto hingga meninggal. Bahkan ketika detik-detik jelang meninggalnya Soeharto di RSPP Jakarta, mantan orang kepercayaan ini masih datang.
Dua orang yang ditolak Soeharto hingga meninggal ini dahulunya merupakan orang kepercayaan penguasa Orde Baru itu, Harmoko dan BJ Habibie.
Harmoko menjabat sebagai menteri penerangan selama tiga periode yaitu Kabinet Pembangunan IV (1983-1998), Kabinet Pembangunan V (1998-1993) dan Kabinet Pembangunan VI (1993-1997).
Lalu Harmoko menjabat sebagai Ketua MPR dari tahun 1997 sampai 1999. Dia merupakan faktor mundurnya Soeharto selama demonstrasi mahasiswa yang meluas di akhir Orde Baru.
-
Kisah Soeharto yang Jarang Diketahui, Ternyata Pernah Ditampar Pendiri Kopassus
Padahal Harmoko salah satu tokoh yang mengusulkan Soeharto kembali menjabat sebagai presiden periode 1998-2003 sebelum pelaksanaan Sidang Istimewa MPR.
Pada 15 Mei 1998, Soeharto baru saja kembali dari Kairo, Mesir, untuk acara Konferensi 15 Negara Islam.
Beban pikiran Soeharto bertambah dengan penolakan 14 Menteri Kabinet Pembangunan VII untuk masuk Kabinet Reformasi.
“Para menteri itu munafik. Di antaranya Ketua DPR Harmoko,” tulis Jusuf Wanandi, yang merupakan pentolan pemikir Centre for Strategic and International Studies (CSIS) dalam buku Menyibak Tabir Orde Baru, Memoar Politik Indonesia 1965-1998.
“Lebih dari itu, ia merasa dikhianati. Ia ditinggalkan oleh teman-teman dan mereka yang ia percaya selama ini. Itu melukai perasaannya,” ucap Jusuf Wanandi dalam buku itu.
Padahal, Soeharto sebelumnya sudah memiliki niat untuk lengser. Tapi gara-gara Harmoko, niatnya urung diwujudkan.
Kamis, 16 Mei 1998, Harmoko serta pimpinan DPR/MPR lainnya sempat bertemu Soeharto di Cendana.
Mereka membicarakan kondisi Indonesia dan desakan rakyat agar Soeharto mundur.
Harmoko bahkan sempat menanyakan langsung kepada Soeharto.
“Ya, itu terserah DPR. Kalau pimpinan DPR/MPR menghendaki, ya saya mundur, namun memang tidak ringan mengatasi masalah ini,” jawab Soeharto, dalam buku Detik-Detik yang Menentukan: Jalan Panjang Indonesia Menuju Demokrasi yang ditulis BJ Habibie.
BJ Habibie
Tokoh kedua yang ditolak Soeharto hingga meninggal adalah BJ Habibie.
BJ Habibie menjabat sebagai Menteri Negara Riset dan Teknologi yang pertama pada tahun 1978. Jabatan Habibie sebagai Menristek terus dipertahankan hingga empat periode.
Lalu Soeharto mengangkat Habibie sebagai Wakil Presiden RI sesuai kesepakatan Sidang MPR masa itu.
Habibie sudah tak diterima Soeharto sejak 20 Mei 1998 ketika ia ingin berbicara melalui telepon soal rencana Presiden berhenti dari jabatannya pada 21 Mei 1998.
Padahal, Habibie masih sempat bertemu dengan Soeharto beberapa jam sebelum mendapat telepon dari Saadilah Mursyid, Menteri Sekretaris Negara, saat itu.
Dalam pertemuan itu Habibie masih berdiskusi dengan Soeharto soal pembentukan Kabinet Reformasi dan rencana pengunduran diri pada 23 Mei 1998.
Pertemuan dengan Soeharto di Istana Merdeka saat Soeharto menyatakan berhenti dan Habibie disumpah sebagai Presiden pada 21 Mei 1998, menjadi yang terakhir bagi Harmoko dan Habibie bertemu Soeharto.
Sejak hari itu, Soeharto selalu menolak permintaan Habibie untuk bertemu.
Habibie pernah sekali waktu berbicara dengan Soeharto soal permintaan bertemu melalui sambungan telepon pada 9 Juni 1998.
“Pak Harto, mohon berkenan menerima saya. Saya mohon penjelasan dan saran bapak mengenai semua yang telah terjadi,” tutur Habibie dalam buku Detik-Detik yang Menentukan: Jalan Panjang Indonesia Menuju Demokrasi yang ditulis sendiri oleh Habibie.
“Tidak menguntungkan bagi keadaan sekarang, jikalau saya bertemu dengan Habibie. Laksanakan tugasmu dengan baik, saya hanya dapat melaksanakan tugas sampai di sini saja. Saya sudah tua,” timpal Soeharto.
Sebelum meninggal di RSPP Jakarta, Soeharto juga menolak Habibie.
Padahal Habibie, bersama isterinya Ainun Habibie, yang langsung datang dari Jerman, datang ke RSPP namun tak diperkenankan masuk ke dalam kamar.
Kesaksian ini diperoleh dari mantan Ajudan Soeharto, I Gusti Nyoman Suweden. Suweden merupakan sosok yang selalu mendampingi Soeharto hingga ia dirawat di Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP) dan menghembuskan nafas terakhirnya, 27 Januari 2008.
“Pak Habibie pun datang tapi enggak bolek masuk kamar. Waktu itu cukup di luar. Kan ada ruang tamu, tempat wartawan juga ada. Tapi yang masuk ke kamar rawat tidak ada. Hanya saya dan keluarga, Mbak Tutut, Mbak Titiek, Mas Bambang, Mas Sigit, semuanya lah,” ujarnya.(ikror/pojoksatu)
Sentimen: negatif (99.9%)