Sentimen
Positif (50%)
20 Mei 2023 : 07.30
Informasi Tambahan

Event: Rezim Orde Baru, Ramadhan, peristiwa G30S/PKI

Hewan: buaya

Kab/Kota: Pati, Lubang Buaya

Kesaksian Soeharto Saat Malam G30S/PKI Sedang Jaga Anak di RSPAD 

20 Mei 2023 : 14.30 Views 3

Pojoksatu.id Pojoksatu.id Jenis Media: Nasional

Kesaksian Soeharto Saat Malam G30S/PKI Sedang Jaga Anak di RSPAD 

POJOKSATU.id, JAKARTA — Pada malam yang kelam dan bersejarah tanggal 30 September 1965, Indonesia dikejutkan dengan kejadian tragis yang dikenal sebagai Gerakan 30 September atau G30S/PKI.

Mayjen Soeharto yang saat itu menjadi Pangkostrad, tidak termasuk yang diincar G30S/PKI. Di malam itu, Soeharto sedang menjaga anaknya yang sedang sakit di RSPAD Gatot Soebroto.

Kudeta ini mengguncang sendi-sendi kehidupan bangsa dan memicu perubahan besar dalam arah politik dan keamanan negara.

Salah satu sosok yang berperan penting dalam peristiwa tersebut adalah Soeharto, yang saat itu menjabat sebagai Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad).


-

Kisah Presiden Soeharto Tembus Medan Perang Bosnia : Itu Rompi Antipeluru Kamu Jinjing Saja

Malam itu, Soeharto berada di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto, Jakarta, untuk menjaga anaknya yang sedang sakit.

Soeharto, yang telah lama mendedikasikan hidupnya untuk melindungi keamanan dan stabilitas negara, tidak menduga bahwa malam itu akan menjadi salah satu momen paling menentukan dalam sejarah bangsa Indonesia.

Di saat dia berada di sisi anaknya yang sakit, pemberontak yang terafiliasi dengan Partai Komunis Indonesia (PKI), yang dipimpin oleh Letkol Untung, melancarkan serangan terencana terhadap sejumlah perwira tinggi TNI Angkatan Darat.

Letkol Untung, yang pernah menjadi anak buah Soeharto di Divisi Diponegoro, mengarahkan upaya kudeta tersebut dengan menculik dan kemudian membunuh enam jenderal terkemuka di sebuah tempat yang kelak dikenal sebagai Lubang Buaya.

Keenam jenderal tersebut adalah Ahmad Yani, MT Haryono, DI Panjaitan, Siswondo Parman, R Suprapto, dan Sutoyo Siswomiharjo.

Sementara satu orang lagi merupakan perwira pertama Kapten Czi Pierre Tendean.

Setelah menerima laporan tentang insiden tersebut, Soeharto segera meninggalkan RSPAD Gatot Soebroto dan mengambil langkah-langkah tegas untuk menumpas upaya kudeta tersebut.

Dia membentuk Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib) untuk menghadapi ancaman yang timbul dan mengambil kendali atas situasi yang kacau.

Soeharto mengambil langkah-langkah yang tegas dan terukur untuk meredam situasi yang kritis ini. Melalui kepemimpinannya yang kuat dan tindakan cepat, Soeharto berhasil menghadapi ancaman yang dihadapinya.

Ia memobilisasi pasukan yang setia kepadanya dan mengkoordinasikan upaya-upaya pemulihan keamanan yang mengakhiri pemberontakan ini.

Setelah mengamankan situasi dan menangani ancaman yang ada, Soeharto melanjutkan perannya dalam menjaga kestabilan negara dan mengambil alih kekuasaan secara resmi pada tahun 1967.

Soeharto mengambil langkah-langkah yang tegas dan terukur untuk meredam situasi yang kritis ini.

Melalui kepemimpinannya yang kuat dan tindakan cepat, Soeharto berhasil menghadapi ancaman yang dihadapinya.

Ia memobilisasi pasukan yang setia kepadanya dan mengkoordinasikan upaya-upaya pemulihan keamanan yang mengakhiri pemberontakan ini.

Kepemimpinannya yang berkelanjutan selama lebih dari dua dekade, dikenal sebagai Orde Baru, membawa stabilitas politik dan kemajuan ekonomi yang signifikan bagi Indonesia.

Kesaksian Soeharto tentang malam G30S/PKI di RSPAD Gatot Soebroto memberikan gambaran tentang momen penting dalam sejarah Indonesia.

Kehadirannya di rumah sakit pada saat kejadian tersebut menunjukkan betapa tak terduga dan mendadaknya peristiwa itu.

Namun, dengan keberanian dan kepemimpinan yang kuat, Soeharto mampu mengatasi ancaman tersebut dan melanjutkan perannya dalam membangun Indonesia ke arah yang lebih baik.

Soeharto Sempat Lihat Kolonel Latief

Soeharto sendiri memberi pernyataan terkait keberadaan dirinya di malam G30S pada sejumlah wartawan internasional dan dalam buku.

Salah satunya disampaikan di autobiografi Soeharto: Pikiran, Ucapan, dan Tindakan Saya yang ia susun bersama G. Dwipayana dan Ramadhan K.H.

Soeharto menyatakan, pada tanggal 30 September 1965 sekitar pukul 9 malam, dirinya bersama istri berada di RSPAD Gatot Subroto. Ia menuturkan tengah menengok anaknya, Tomy (4), yang dirawat di RS karena tersiram air sup panas.

“Kira-kira pukul sepuluh malam saya sempat menyaksikan Kolonel Latief berjalan di depan zaal tempat Tomy dirawat,” tulis Soeharto dalam bab Mengatasi “G.30.S/PKI”

Kolonel Latief yang dimaksud adalah Kolonel Abdul Latief, tentara yang menjadi saksi peristiwa G30S.

Latief kelak dituduh terlibat dalam peristiwa G30S, ditangkap pada 2 Oktober 1965. Ia dipenjara pada 11 Oktober 1965, lalu dibebaskan pada 25 Maret 1999 setelah Soeharto lengser dari kursi Presiden.

Soeharto menuturkan, sekitar pukul 00.15 tengah malam ia lalu disuruh istri untuk cepat pulang ke rumah di Jalan Haji Agus Salim karena teringat Mamik, anak bungsunya yang baru berusia satu tahun.

Ia pun meninggalkan Tomy, sementara istrinya tetap menunggui di rumah sakit.

Ia lalu berbaring dan bisa cepat tidur di rumah. Namun, tanggal 1 Oktober 1965 sekitar pukul 04.30, ia kedatangan Cameraman TVRI Hamid.

Soeharto mencatat, Hamid memberi memberi tahu bahwa terdengar tembakan di beberapa tempat. Soeharto mengaku belum berpikir panjang saat itu.

Namun selang 30 menit, tetangganya, Mashuri, memberi tahu bahwa ia juga mendengar tembakan di beberapa tempat.

“Setengah jam kemudian datanglah Broto Kusmardjo, menyampaikan kabar yang mengagetkan, mengenai penculikan atas beberapa Pati Angkatan Darat,” tulis Soeharto. Ia pun bersiap dengan pakaian lapangan.

Soeharto menambahkan, pukul 06.00 pagi, Letkol Sadjiman, atas perintah Umar Wirahadikusumah (Panglima Kodan V/Djayakarta ke-1) melaporkan, bahwa di sekitar Monas dan Istana banyak pasukan yang tidak dikenalnya.

“Kepada Letkol Sadjiman saya sempat berkata bahwa saya sudah mendengar tentang adanya penculikan terhadap Pak Nasution dan Jenderal A. Yani serta Pati AD lainnya,” kata Soeharto.

Saat itu, Soeharto menyahuti Sadjiman.

“Segera kembali sajalah, dan laporkan pada Pak Umar, saya akan cepat datang di Kostrad dan untuk sementara mengambil pimpinan Komando Angkatan Darat,” katanya. (ikror/pojoksatu)

 

Sentimen: positif (50%)