Sentimen
Negatif (100%)
14 Mei 2023 : 07.20
Informasi Tambahan

BUMN: BSI

Kasus: korupsi, kejahatan siber, serangan siber

Tokoh Terkait

Berkaca dari Kasus BSI, Sudah Saatnya Perlu Edukasi Keamanan Digital kepada Masyarakat? Minggu, 14/05/2023, 07:20 WIB

14 Mei 2023 : 14.20 Views 3

Wartaekonomi.co.id Wartaekonomi.co.id Jenis Media: News

Berkaca dari Kasus BSI, Sudah Saatnya Perlu Edukasi Keamanan Digital kepada Masyarakat?
Minggu, 14/05/2023, 07:20 WIB
Warta Ekonomi, Jakarta -

Bank Syariah Indonesia (BSI) diduga menjadi korban serangan LockBit 3.0 yang menyebabkan gangguan layanan perbankan ATM maupun mobile banking sejak Senin (8/5/2023) lalu.

Dikutip dari akun Twitter @darktracer_int LockBit mengklaim bahwa mereka berhasil meretas 15 juta data nasabah dan pegawai serta 1,5 terabyte internal data.

Baca Juga: Diretas Geng Ransomware LockBit, BSI Wajib Tanggung Jawab Kerugian Nasabah!

“Geng ransomware LockBit mengklaim bertanggung jawab atas gangguan semua layanan di Bank Syariah Indonesia, menyatakan bahwa itu adalah hasil dari serangan mereka. Mereka juga mengumumkan telah mencuri 15 juta catatan pelanggan, informasi karyawan, dan sekitar 1,5 terabyte data internal,” tulis dalam cuitan tersebut pada Sabtu (13/05/23).

Selain itu, geng peretas (hacker) juga mengancam apabila negosiasi gagal dilakukan, maka mereka akan menyebarkan data tersebut ke situs gelap.

“Mereka lebih lanjut mengancam akan merilis semua data di web gelap jika negosiasi gagal,” jelasnya.

Menyikapi hal tersebut, eks penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Aulia Postiera menyatakan bahwa ransomware (perangkat pemeras) merupakan kejahatan siber yang sudah berkemang pesat semenjak munculnya internet. Ransomware membuat pemilik tidak bisa mengakses data yang mereka punya.

“Jadi dalam dunia kejahatan siber, ada beberapa istilah kejahatan yang salah satunya itu ransomware ini. Ransomware itu kalau dari asal katanya artinya adalah tebusan. Jadi ransomware itu kalau dibahasakan secara sederhana itu semacam malicious software (perangkat yang berbahaya) yang mengenkripsi data pihak data yang diserangnya sehingga pemilik data tersebut tidak bisa mengakses data tersebut. Ini kejahatan yang sudah lama terjadi semenjak internet berkembang luas pada tahun 1990-an,” jelas Aulisa Postiera, dikutip dalam kanal Youtube Novel Baswedan pada Minggu (14/5/2023).

Ia menyatakan bahwa ransomware bisa terjadi apabila pemilik data mengakses tautan phishing (pengelabuan).

“Orang atau perusahaan yang terkena ransomware ini karena phishing yang terjadi karena ketidaktahuan pengguna. Misalnya dia terima email dan di sana ada attachment (lampiran), ketika dia klik tautan tersebut, saat itulah virus dan coding yang disiapkan penyerang tersebut bekerja,” jelasnya.

Sementara itu, untuk dapat mengakses datanya kembali, pemilik data harus melakukan negosiasi berupa tebusan kepada peretas, biasanya menggunakan Bitcoin agar tidak terlacak. Aulia Postiera menambahkan bahwa ransomware merupakan ancaman siber terbesar kepada perusahaan-perusahan, terutama yang bergerak di sektor perbankan dan informatika.

“Dengan ransomware itu kalau kita bayar maka dia akan berikan semacam kunci dan software untuk mendekripsinya setelah dibayar, biasanya dalam bentuk Bitcoin. Jadi sebenarnya ransomware itu memang kejahatan siber yang paling berbahaya dan jadi keresahan banyak pihak terutama industri-industri besar,” katanya.

Ia menegaskan bahwa komunikasi publik merupakan aspek terpenting dalam penanganan kasus semacam ini.

“Komunikasi publik dari perusahaan yang mendapat serangan siber itu penting. Karena dengan diumumkan secara terbuka, walaupun ada risiko reputasi di sana, itu juga memberikan pelajaran kepada banyak pihak, baik itu ke sesama perusahaan yang punya bisnis serupa atau pada masyarakat,” tuturnya

Lebih lanjut, ia kemudian bahwa kasus peretasan BSI ini bisa jadi momentum bagi pemerintah untuk mengedukasi masyarakat dan pelaku usaha jasa keuangan terkait dengan keamanan informasi digital.

“Kita perlu sadari bahwa semakin hari perkembangan teknologi itu semakin tinggi dan hampir semua lini kehidupan kita bergantung pada teknologi informasi. Oleh karena itu kesadaran dan edukasi keamanan informasi ini penting. Makanya harus ada peran negara yang aktif dalam memberikan edukasi kepada masyarakat,” ungkapnya.

Baca Juga: Tumbuh Makin Cepat, OJK Dorong Industri Multifinance Tingkatkan Permodalan

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Sentimen: negatif (100%)