Sentimen
Informasi Tambahan
BUMN: BNI
Event: Rezim Orde Baru, Rezim Orde Lama, Konferensi Meja Bundar
Institusi: Universitas Indonesia
Kab/Kota: Kebumen, Washington, Matraman
Profil Soemitro Ayah Prabowo, Menteri Soekarno yang Terlibat Pemberontakan PRRI di Sumatera
Pojoksatu.id Jenis Media: Nasional
POJOKSATU.id,– Ayah Prabowo Subianto bernama Soemitro Djojohadikoesoemo yang merupakan tokoh yang banyak menjabat menteri pada era Soekarno atau Orde Lama.
Meski menjabat berbagai posisi menteri di pemerintahan Presiden Soekarno saat itu, Soemitro terlibat pemberontakan PRRI di Sumatera tahun 1958.
Presiden Soekarno juga memerintahkan agar ayah Prabowo ini ditangkap. Ayah Prabowo ini memiliki peran penting dalam pemberontakan PRRI di Sumatera.
Soemitro merupakan pria kelahiran 29 Mei 1917 di Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah. Soemitro merupakan anak Raden Mas Margono Djojohadikusumo, pendiri Bank Negara Indonesia (BNI), Ketua DPAS pertama dan anggota BPUPKI.
-
Tak Mau Dimadu Soekarno, Fatmawati Keluar Istana dan Memilih Hidup Sederhana di Jalan Sriwijaya
Soemitro yang meninggal di Jakarta 9 Maret 2001 dalam usia 84 tahun memiliki empat anak, dua perempuan dan dua laki-laki. Prabowo Subianto merupakan anak ketiga dalam urutan keluarga ini.
Ayah Prabowo ini menikah dengan Dora Marie Sigar pada 7 Januari 1947, meski mereka berbeda agama. Setelah menikah mereka tinggal di daerah Matraman, Jakarta.
Ia dikenal memiliki murid yang banyak berhasil menjadi menteri pada era Presiden Soeharto, seperti JB Sumarlin, Ali Wardhana, dan Widjojo Nitisastro.
Sebagai salah satu ekonom Indonesia paling terkemuka selama masanya, Soemitro pernah menjabat sebagai Menteri Perdagangan dan Industri, Menteri Keuangan, dan Menteri Riset baik selama era Orde Lama maupun Orde Baru.
Soemitro berasal dari keluarga ningrat Jawa, sebagai anak sulung dari Raden Mas Margono Djojohadikusumo. Ia menempuh pendidikan ekonomi di Sekolah Tinggi Ekonomi Belanda di Rotterdam.
Seomitro pulang ke Indonesia pada tahun 1946 dan diangkat menjadi staf oleh Perdana Menteri Sutan Sjahrir.
Selanjutnya ia bergabung dengan Partai Sosialis yang dipimpin oleh Sjahrir bersama Amir Sjarifuddin.
Setelah Perang Dunia Kedua, Soemitro turut dalam delegasi Indonesia untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa di Amerika Serikat.
Dalam misi diplomatik ini, Soemitro berperan dalam menggalang dana dan dukungan internasional demi kemerdekaan Indonesia.
Ia juga pernah menjadi Direktur Utama Banking Tranding Center (BTC) yang berdagang di luar negeri dan sempat menjadi kuasa Republik Indonesia di Washington DC, Amerika Serikat.
Ayah Prabowo ini juga turut serta dalam Konferensi Meja Bundar, dan setelahnya bergabung dalam Partai Sosialis Indonesia sebelum menjabat Menteri Perdagangan dan Industri dalam Kabinet Natsir.
Di era Presiden Soekarno berkuasa, ia pernah menjabat sebagai Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian dan Perdagangan, serta Menteri Negara Riset.
Soemitro merupakan pencetus program Benteng, dan meluncurkan sejumlah kebijakan ekonomi yang mengarahkan Indonesia ke proses industrialisasi.
Ia juga menjabat Menteri Keuangan dalam Kabinet Wilopo dan Kabinet Burhanuddin Harahap, sembari mengembangkan Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia (UI) sebagai dekannya yang kedua.
Selama Orde Lama, Soemitro merupakan salah satu menteri yang mendukung masuknya modal dan investor asing ke Indonesia.
Karena ini, ia ditekan oleh Soekarno dan politisi-politisi Partai Komunis Indonesia selama era Djuanda, yang menyebabkan Soemitro bergabung ke Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) di Sumatra.
Peranan Soemitro dalam PRRI dilangsungkan dari luar Indonesia melalui aktivitasnya menggalang dana dan dukungan luar negeri.
Pada tanggal 16 Februari 1958, Soekarno memerintahkan penangkapan tokoh-tokoh PRRI termasuk Soemitro.
Setelah PRRI ditumpas, Soemitro tidak pulang sampai tahun 1967, setelah Soeharto menjadi presiden.
Soeharto mengundangnya kembali ke Indonesia dan mengangkat ayah Prabowo Subianto ini menjadi Menteri Perdagangan dan Industri, dan belakangan sebagai Menteri Riset. (ikror/pojoksatu)
Sentimen: positif (88.9%)