Sentimen
Informasi Tambahan
Kab/Kota: Senayan, Gondangdia
Kasus: HAM, korupsi
Tokoh Terkait
HEADLINE: Ramai-Ramai Daftar Bakal Caleg ke KPU, Bagaimana Eks Napi Koruptor?
Liputan6.com Jenis Media: News
Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah petinggi Partai Nasdem berkumpul di Ballroom Nasdem Tower, Jalan RP Soeroso, Gondangdia, Jakarta Pusat, Kamis (11/5/2023). Nasi tumpeng yang dihiasi ragam sajian lainnya menjadi menu hidangan dalam perjamuan tersebut.
Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh memotong nasi tumpeng usai doa dipanjatkan. Selain dihadiri pengurus DPP, juga disaksikan oleh 38 Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) dari 38 provinsi melalui daring.
Doa dan pemotongan tumpeng bersama ini dilakukan tepat sebelum Partai Nasdem menyerahkan berkas pendaftaran bakal calon legislatif (Bacaleg) untuk Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI.
Ketua Umum (Ketum) Partai Nasdem Surya Paloh memberikan arahan sebelum berkas pendaftaran resmi diantar ke KPU pukul 11.00 WIB. Surya Paloh menyampaikan pada Pemilu 2024 ini partainya melakukan upaya yang lebih keras belajar dari pengalaman pada Pemilu tahun-tahun sebelumnya.
"InsyaAllah saudara-saudara semuanya di samping seluruh upaya dan kerja keras, strategi yang kita angkat jauh lebih baik belajar daripada kekurangan, kesalahan pada masa-masa yang pernah kita lalui, dan diiringi doa kita semuanya alam yang akan menyertai kita," kata Surya Paloh.
Sementara itu di jalan menuju kantor KPU, kader dan simpatisan PDI Perjuangan (PDIP) menggelar parade kebudayaan. Mereka berjalan berbaris panjang dengan membawa lambang Pancasila.
Lambang Dasar Negara itu dipegang Pasukan Pengibar Bendera (Paskibra). Di bagian tengah barisan , Sekretaris Jenderal DPP PDIP Hasto Kristiyanto yang menjadi pimpinan rombongan arak-arakan tampak menaiki sebuah andong bersama Ketua DPP PDIP yang juga Wakil Ketua MPR Ahmad Basarah.
Rombongan arak-arakan budaya itu DPP menuju KPU untuk mendaftarkan bakal calon legislatif (bacaleg) PDIP untuk Pemilu 2024.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI menerima secara resmi berkas pendaftaran bakal calon legislatif (caleg) untuk DPR pada Pemilu 2024 dari PDI Perjuangan di Jakarta. Berkas tersebut diterima langsung Ketua KPU Hasyim Asy'ari dari Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto di Ruang Sidang Utama, Kantor KPU RI.
"Pada hari ini, Kamis, 11 Mei 2023, hadir di sini pimpinan pusat PDI Perjuangan untuk mendaftarkan bakal calon anggota DPR RI," kata Hasyim usai menerima berkas pendaftaran bakal caleg DPR RI dari PDI Perjuangan itu.
KPU kemudian akan memeriksa apakah kategorinya pendaftaran bakal caleg PDI Perjuangan sudah lengkap atau belum. "Nanti, sekiranya setelah diperiksa bersama-sama tim teknis KPU dan tim teknis PDI Perjuangan ada hal-hal yang belum lengkap, masih ada kesempatan melengkapi sampai batas akhir pendaftaran 14 Mei," jelas Hasyim.
KPU telah membuka pendaftaran Caleg DPR dari tingkat pusat hingga kabupaten/kota mulai 1-14 Mei 2023. Usai 10 hari dibuka, baru PKS dan Hanura yang mendaftarkan kader mereka ke KPU pada Senin (8/5/2023) dan Rabu (10/5/2023).
Menurut Pengamat Pemilu sekaligus Koordinator Komite Pemilih Indonesia (TePI) Jeirry Sumampow, wajah-wajah bakal caleg 2024 tak jauh berbeda dengan pemilu sebelumnya. Namun akan banyak sosok yang berpindah antarpartai.
"Umumnya politisi-politisi lama yang dulu sudah pernah nyaleg sekarang, nyaleg lagi, atau sedang menjabat di parlemen di semua parleman, semua tingkatan, kemudian ikut nyaleg lagi. Yang mungkin ada perbedaan itu, terkait dengan calon perempuan, keliatannya akan ada banyak wajah baru. Karena memang ada ajakan cukup besar dari parpol terhadap kader perempuan atau bahkan yang tidak kader ikut menjadi caleg, memeunhi kuota 30 persen perempuan," kata dia kepada Liputan6.com, Kamis (11/5/2023).
Jeirry menambahkan, para caleg itu berasal dari kader partai. Baik mereka yang duduk di struktur kepengurusan maupun kader yang menjabat di daerah.
"Umumnya caleg itu mereka yang sudah bergiat di partai, sedang menjabat, pengurus2 partai yang dulu juga tidak mau sekarang maju,bahkan di antara mereka itu mantan kepala daerah atau yang masih menjabat tapi memilih menjadi caleg," ujar dia.
Jeirry menyoroti terkait aturan mantan napi koruptor yang dibolehkan untuk maju menjadi bakal caleg. Menurut dia, aturan tersebut sudah diputuskan oleh Mahkamah Agung
"Memang aturannya kan begitu ya, dulu juga memang boleh. Aturan yang dulu boleh tapi waktu itu dengan improvisasi dan keberaniannya KPU membuat PKPU tidak membolehkan, lalu berperkara kemudian lewat Bawaslu dikatakan boleh. karena memang di Undang Undang Nomor 7 itu tidak dilarang," kata dia.
"Jadi kalau MA keluarkan seperti itu hanya menguatkan apa yang ada di undang-undang. Nah secara legal boleh. KPU jangan lagi membuat aturan yang bertentangan dengan undang-undang," Jeirry mengimbuhkan.
Namun begitu, dia menilai secara substansial sebaiknya eks napi koruptor tidak diberi hak politik untuk menjadi calon legislatif. Tetapi juga tidak boleh dalam waktu berkepanjangan lantaran dinilai bertentangan dengan HAM.
"Harus ada batasannya, misalnya dalam jangka 10 tahun, setelah itu bisa. Karena kan meskipun mereka mantan napi koruptor, tetap ketika selesai menjalani hukuman hak politiknya mestinya dipulihkan. Karena dalam prinsip HAM, hak politik hanya bisa dicabut oleh pengadilan atau pengaturan undang-undang," ujar dia.
Jeirry menilai aturan eks napi koruptor mengikuti kontestasi Pileg memang tidak bertentangan dengan undang-undang. Namun secara etis, bisa menjadi pertimbangan agar parpol tidak mengajukan mereka untuk didaftarkan ke KPU.
"Sekarang kan dia diperbolehkan, cuma bagi saya, secara etis, baik juga bagi pemilu kita kalau napi koruptor itu tidak boleh serta merta, harus diberi jangka waktu," kata dia.
"Karena korupsi kejahatan berbeda dari lain. Dan praktik korupsi juga itu terjadi berhubungan dengan pemilu, karena mereka dipilih dalam pemilu. Jadi atas dasar argumentasi seperti ini memang sebaiknya eks napi koruptor, perlu istirahat seperti 10 tahun," Jeirry mengimbuhkan.
Jeirry menekankan peran penting dari parpol untuk memilah bakal caleg yang bebas dari masalah. Aturan tersebut, kata dia, sebenarnya bisa dibuat dari internal parpol itu sendiri.
"Kita berharap parpol memperhatikan hal begini, sehingga mantan napi koruptor itu memang meskipun dia kader partai tapi dia boleh beraktivitas di partai. Namun partai bisa istirhatakan dulu lima 10 tahu, baru dicalonkan kembali. Cuman kan partai punya mekanismenya sendiri dan hampir semua partai itu tidak melarang. Partai cenderung melihat undang-undang. Padahal sebetulnya partai bisa buat aturan sendiri terkait ini," terang dia.
Di samping itu, peran serta masyarakat juga penting dilakukan. Publik dapat memberikan masukan terkait nama-nama yang dianggapnya memiliki rekam jejak tak baik.
"Di samping partai politik yang kita harapkan memperhatikan ini, sebaiknya tidak mencantumkan para mantan kpruptor sebagai caleg, tapi juga kita berharap daftar calon sementara yang nanti itu mendapatkan perhatian publik supaya publik memberi masukan kepada parpol terkait dengan nama calon itu," ujar dia.
Cara itu, Jeirry menambahkan, dapat dilakukan setelah KPU memberikan akses kepada masyarakat. Dalam daftar caleg sementara, nama dan profil mereka dapat diakses publik untuk mengidentifikasi secara cermat.
"Mekanisme itu sebenarnya bisa ditempuh setelah daftar caleg sementara diumumkan secara resmi. Memang ada tahapan itu, pengumuman, meminta tanggapan dari masyarakat. Karena selama ini, masukan dari masyarakat itu kecil hampir nggak ada malah. Ini kerepotannya, kan orang tidak peduli sedetail itu. Mengimbau masyarakat untuk mencermati Daftar Calon Sementara dan memberi masukan kepada parpol dan KPU," dia menandaskan.
Sementara itu Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini menekankan agar KPU tidak terlalu lama membuka akses terhadap data dan profil bakal caleg. Sebab bila itu dilakukan, pemilih akan kesulitan mengidentifikasi kandidat.
"Perlu keterbukaan KPU terhadap akses pada data dan profil kandidat. Kalau itu tidak dibuka, pemilih akan kesulitan mengidentifikasi para kandidat. Akhirnya pemilih hanya mengandalkan media yang bisa diakses. Karena itu saya kira beberapa partai mewajibkan petahana yang sedang menjabat kembali mencaleg. Artinya wajah wajah senayan kembali maju berkompentisi di Pemilu 2024," ujar dia kepada Liputan6.com, Kamis (11/5/2023).
"Tentu saja kecendrungannya petahana akan kembali mempertahankan kursinya melalui Pemilu. Sementara sistem proporsional itu partai akan mengajukan lebih dari satu caleg. Artinya akan ada juga tantangan dari kandidat non petahana juga ingin terpilih," dia menambahkan.
Titi mendesak agar KPU segera membuka data para caleg yang diajukan oleh partai sehingga pemilih dan publik itu mengetahui dan mengenali para kandidat. Hal ini dapat membangun interaksi yang lebih programatik. Bukan mengandalkan pencitraan atau pun hal yang sifatnya simbolik.
"KPU jangan terlalu lama untuk mempublikasikan data dan profil para bakal caleg kita. Meskipun memang masih berubah, tapi justru dengan diikuti oleh publik, publik juga bisa ikut suara kritis. Ini untuk menjaga iklim demokrasi ini tetap bekerja, supaya tidak terjadi kesewenang wenangan perlakuan, prosesnya berjalan akuntabel," kata dia.
"Kesempatan yang lebih memadai kepada masyarakat untuk memberikan keputusan yang tepat," Titi menambahkan.
Dia mengungkapkan, keterbukaan KPU juga akan menjadi penyaring bagi caleg-caleg yang bermasalah. Selain itu, lembaga penyelenggaraan pemilu juga akan terbantu dengan kondisi tersebut.
"Ketika publik mampu mengakses profil caleg, publik kan tidak berhenti di situ. Kalau ada caleg yang dianggap atau ditemukan bermasalah, KPU juga kan akan terbantu terutama Bawaslu, karena itu akan kekuatan kontrol yang tidak membuat caleg bermasalah itu bisa lolos dalam pemilu," ucap Titi.
Selain itu, cara itu juga akan membantu pemilih untuk berhati hati menjatuhkan pilihannya. Meskipun mantan terpidana atau napi koruptor boleh maju di pemilu, tapi masyarakat ketika membuat keputusan ditopang oleh pertimbangan pertimbangan yang berdasarkan pada informasi yang memadai.
"Jadi bukan karena keterbatasan informasi atau politik jual beli suara. Mentransformasi pemilu kita menjadi lebih programatik bukan transaksional. Nah tidak mungkin itu dilakukan kalau publik sulit mengakses data dan profil serta riwayat hidup bakal caleg," dia menandaskan.
Sentimen: negatif (100%)