Sentimen
Informasi Tambahan
Event: Ibadah Umroh
Kab/Kota: Blitar, Karet, Guntur, Cempaka Putih, Kuala Lumpur
Tokoh Terkait
Tak Mau Dimadu Soekarno, Fatmawati Keluar Istana dan Memilih Hidup Sederhana di Jalan Sriwijaya
Pojoksatu.id Jenis Media: Nasional
POJOKSATU.id, — Kisah cinta Soekarno bersama Fatmawati yang bersemi di Bengkulu tak pernah berakhir dengan perceraian. Namun Fatmawati akhirnya memilih keluar Istana Negara karena tak mau dimadu Bung Karno.
Fatmawati menikah dengan Bung Karno di Bengkulu tanggal 1 Juni 1943. Fatmawati setia mendampingi Soekarno dalam suka dan duka dalam pergolakan kemerdekaan Indonesia.
Akibat ulah Soekarno yang ingin menikah lagi, peran Fatmawati sebagai Ibu Negara berakhir saat dia tak mau dimadu Soekarno pada tahun 1954 atau Fatmawati hanya menjalankan peran First Lady selama 9 tahun.
Fatmawati memutuskan keluar dari Istana Negara karena pada pertengahan 1954 Soekarno menikah lagi dengan perempuan lain bernama Hartini.
-
Kisah Proklamator Bung Karno Rela Ceraikan Inggit Demi Nikahi Fatmawati Gadis Cantik Bengkulu
Hati Fatmawati terluka. Fatmawati tak mau dipoligami oleh Soekarno.
Akan tetapi, demi anak-anaknya, Fatmawati dan Soekarno tak bercerai. Fatmawati yang teguh hati lebih memilih keluar dari Istana Negara meski Soekarno melarangnya.
Fatmawati kemudian tinggal di sebuah rumah paviliun di Jalan Sriwijaya, Jakarta Selatan. Kendati begitu, publik masih menganggapnya sebagai Ibu Negara.
Ia masih kerap tampil dalam acara-acara resmi meskipun tak ikut mendampingi Soekarno dalam kunjungan kenegaraan.
Di rumah Sriwijaya itulah dia ditemani Guntur Soekarnoputra, putra sulungnya, yang sedari kecil memang lebih dekat dengan ibunya.
“Sriwijaya jadi tempat ibu menyepi, menenangkan diri. Ibu tidur di Sriwijaya, tetapi setiap Sabtu dan Minggu, ibu ke Istana mendampingi kami, anak-anaknya,” kata Guruh Sukarnaputra, putra bungsu Fatmawati-Soekarno suatu waktu kepada wartawan.
“Ibu masih menjalankan fungsi sebagai Ibu Negara,” tutur Guruh lagi.
Sekeluar dari Istana Negara, Fatmawati hidup mandiri dan sederhana. Melalui usahanya sendiri, Fatmawati membeli hak milik rumah Sriwijaya itu.
Setelah Guntur menikah, ia sempat pula tinggal bersama si sulung di bilangan Cempaka Putih.
Fatmawati adalah simbol wanita yang sangat dihormati rakyat Bengkulu. Seorang Ibu Negara Indonesia pertama yang berjasa menjahit bendera pusaka merah putih.
Selain itu, Fatmawati sangat lekat dengan sosok kharismatik, cerdas, dan pekerja keras.
Pada Rabu 5 Februari 2020 Presiden RI Joko Widodo bersama Pemerintah Kota Bengkulu meresmikan Monumen Patung Ibu Fatmawati bertepatan dengan hari kelahirannya.
Monumen setinggi tujuh meter karya pematung asal Bali bernama I Nyoman Nuarta, itu berupa patung Fatmawati sedang menjahit bendera.
Monumen tersebut sarat dengan nilai historis dan merupakan patung ibu negara pertama di dunia.
Fatmawati meninggal pada 14 Mei 1980 di Kuala Lumpur, Malaysia, dalam usia 57 tahun, karena serangan jantung ketika perjalanan pulang umroh dari Mekkah menuju Indonesia.
Fatmawati dimakamkan di Karet Bivak, Jakarta.
Hasil pernikahannya dengan Soekarno melahirkan 2 anak lelaki dan 3 anak perempuan yaitu Guntur Soekarnoputra, Guruh Soekarnoputra, Megawati Soekarnoputri, Rahmawati Soekarnoputri dan Sukmawati Soekarnoputri.
Sedari Menikah Fatmawati Tak Mau Dimadu
Soekarno menikahi Fatmawati karena selama 18 tahun pernikahan Soekarno dan Inggit Garnasih tak kunjung memberikan keturunan.
Sementara Ibunda Soekarno yang telah berusia senja di Blitar terus menanyakan kapan bisa memiliki cucu.
Mendengar lamaran Soekarno, Fatmawati menjawab bahwa sebagai perempuan Muhammadiyah, ia tidak mau dimadu.
Atas alasan tersebut, bukan masalah bagi seorang Soekarno kendati harus bersabar selama tiga tahun untuk menceraikan Inggit secara baik-baik.
Toh Inggit sendiri juga lebih memilih diceraikan daripada dipoligami. Perbedaan usia antara Inggit dengan Soekarno memang sangat jauh.
Saat di Bengkulu, Bung Karno berusia 37 tahun dan Inggit sudah berusia 53 tahun.
Cindy Adams dalam bukunya ‘Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat’ juga menuliskan pernyatan Bung Karno mengenai Inggit Garnasih ini.
‘Istriku sudah mendekati usia 53 tahun. Aku masih muda, penuh vitalitas, dan memasuki usia terbaik di puncak kehidupan. Aku menginginkan anak. Istriku tidak dapat memberikannya padaku. Aku menginginkan kegembiraan hidup. Inggit tidak lagi memikirkan soal-soal seperti itu,’.(ikror/pojoksatu)
Sentimen: negatif (88.9%)