Sentimen
Informasi Tambahan
Kasus: covid-19, PHK
Tokoh Terkait
Kabar Buruk! Tak Semua Untung Saat Ekonomi RI Melesat 5,7%
CNBCindonesia.com Jenis Media: News
Jakarta, CNBC Indonesia - Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang mencapai 5,72% (year-on-year/yoy) pada kuartal III-2022 harusnya menjadi kabar baik bagi seluruh masyarakat. Tapi kenyataannya tidak.
Ada beberapa sektor yang alami penurunan tajam hingga berujung pada pemutusan hubungan karyawan (PHK).
"Walaupun perekonomian kita tumbuh bagus 5,72% bukan berarti semua perusahaan untung," ungkap Direktur Riset Core Indonesia Piter Abdullah kepada CNBC Indonesia, Selasa (8/11/2022).
Dari sisi pengeluaran, konsumsi rumah tangga tumbuh 5,39% (yoy), investasi tumbuh 4,96% (yoy), ekspor melesat 21,64% (yoy), dan impor tumbuh 22,98% (yoy). Baik ekspor maupun impor sudah tumbuh double digit sejak kuartal II-2021 atau enam kuartal terakhir.
Hanya konsumsi pemerintah yang terkontraksi pada Juli-September 2022 yakni negatif 2,88% (yoy) dikarenakan belanja untuk kesehatan dalam penanganan Covid makin kecil.
Sementara itu, dilihat dari lapangan usaha, ada beberapa sektor yang melesat tinggi dan menurun tajam. Pertumbuhan tinggi terjadi pada angkutan rel yang mencapai 126,68% dari 56,94% kuartal sebelumnya.
Selanjutnya angkutan udara 144,35% (yoy) dari 57,67%, penyediaan akomodasi 62,70% dari 28,25%, industri logam dasar 20,16% dari 15,79%, industri mesin dan perlengkapan 17,67% dari 11,22%, pertambangan batu bara dan lignit 9,41% dari 4,25% kuartal sebelumnya.
Penurunan tajam dialami oleh jasa kesehatan dan kegiatan sosial yang -1,74% (yoy) dari 6,49% kuartal sebelumnya. Pengadaan gas dan produksi es tumbuh melambat 1,12% dari 6,03%, industri kimia, farmasi dan obat - 3,50% dari 2,10%, industri kayu dan turunannya -4,31% dari 5,36% dan industri tekstil dan pakaian jadi 8,09% dari 13,74% serta industri furnitur -3,85% dari -0,16%.
Menurut Piter, ada banyak penyebab terjadinya perlambatan pertumbuhan pada sektor-sektor tertentu hingga berujung PHK karyawan. Antara lain efek rendahnya permintaan global yang memukul industri padat karya seperti tekstil, garmen, dan sepatu.
Penyebab lainnya adalah keterbatasan modal yang dialami oleh pelaku startup digital, sehingga opsi yang dipilih adalah rasionalisasi dalam hal pegawai.
"Kalau digital lebih dikarenakan mereka harus melakukan operasionalisasi karena keterbatasan modal mereka juga tidak bisa lagi bakar-bakar duit, sumber dana dari investornya sudah hampir habis," paparnya.
Sementara itu, industri yang tumbuh tinggi ditopang oleh beberapa faktor. Antara lain masih tingginya harga komoditas internasional, pelemahan nilai tukar rupiah dan peningkatan mobilitas masyarakat seiring dengan melandainya kasus covid-19.
"Transportasi dipicu oleh mulai membaiknya mobilitas masyarakat karena pandemi mereda, jadi tingkat keuntungan di transportasi tinggi sekarang kan tiket pesawat naik berkali lipat itu jelas menguntungkan bagi pengusaha di sektor transportasi," paparnya.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyadari adanya penurunan tajam di beberapa sektor. Pihaknya tengah berkoordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) agar situasi bisa diredam. Salah satunya dengan memberikan relaksasi kredit.
"Pemerintah bersama OJK sedang review beberapa sektor, termasuk industri padat karya, agar masih punya resiliensi dengan persyaratan resiliensi dari relaksasi kredit yang dipersiapkan, perusahaan-perusahaan itu untuk tidak PHK," terangnya dalam konferensi pers.
Sejauh ini, kata Airlangga ada permintaan dari beberapa perusahaan agar relaksasi bisa terwujud. "Beberapa perusahaan di level tertentu atau segmen tertentu, padat karya mendapatkan tambahan permintaan. Saya sepakat harus melihat sektor per sektor secara detail," tegas Airlangga.
[-]
-
Ekonomi Dunia 2023 Gelap Seperti Mati Lampu, RI Gimana ?(mij/luc)
Sentimen: positif (49.6%)