Sentimen
Informasi Tambahan
Institusi: Imparsial
Tokoh Terkait
Siaga Tempur Di Papua Tuai Kontroversi: Didukung Politisi, Ditentang Masyarakat
Akurat.co Jenis Media: News
AKURAT.CO Penerapan status siaga tempur di Papua menuai kontroversi. Sebagian masyarakat menolak sementara kalangan politisi mendukung kebijakan Panglima TNI Laksamana Yudo Margono itu.
Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto menilai kelompok kekerasan bersenjata (KKB) Papua merupakan separatis yang perlu dilawan dengan konfrontasi. Namun pemerintah diminta pula memerhatikan ekses yang muncul dari pendekatan keamanan sekarang ini.
“Integrasi Papua ke Indonesia sudah sifat final dan tidak boleh ada negara mana pun dan pihak mana pun yang mengganggu kedaulatan kita," kata Hasto, di Jakarta, Rabu (19/4/2023).
baca juga:Menurutnya Presiden Jokowi dan pejabat terkait telah menyiapkan strategi dalam memberantas KKB yang sepak terjangnya semakin mengkhawatirkan. Meneror masyarakat sipil, menyandera warga negara asing dan terlibat kontak senjata dengan aparat hingga gugurnya Pratu Miftahul dalam operasi pembebasan sandra pilot Susi Air.
Ketua MPR, Bambang Soesatyo (Bamsoet) juga menyatakan dukungan atas operasi militer di Bumi Cenderawasih. Panglima TNI memilih menerapkan status siaga tempur pada wilayah-wilayah yang dikategorikan rawan.
Waketum Golkar menilai langkah tersebut penting. Malahan Bamsoet mendorong agar Panglima TNI dan jajarannya tegas menghadapi KKB Papua. “Apatar harus memberikan perlindungan kuat yang maksimal dari potensi kelanjutan gangguan dan ancaman dari aksi anarkis KKB,” kata Bamsoet, melalui keterangan tertulis.
Sementara, Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan meminta panglima membatalkan status siaga tempur. Pemerintah juga diminta untuk mengevaluasi pendekatan militeristik di Papua.
Koalisi yang terdiri atas gabungan organisasi sipil mencatat jumlah prajurit TNI di Papua dari unsur organik dan non-organik diperkirakan lebih dari 16.900 prajurit. Sebanyak 13.900 merupakan prajurit TNI organik tiga matra (darat, laut dan udara) dan 3.000 prajurit TNI non-organik.
Peningkatan jumlah pasukan TNI seiring dengan pemekaran struktur organik dan pengiriman pasukan TNI non-organik dari luar Papua. Koalisi mempertanyakan kebijakan tersebut apakah sudah dalam bentuk keputusan negara yang telah dikonsultasikan dengan DPR atau dilakukan secara ilegal.
“Sudah saatnya presiden dan DPR melakukan evaluasi terhadap seluruh kebijakan keamanan, hukum, dan pembangunan di Papua,” kata peneliti Imparsial, Hussein Ahmad.[]
Sentimen: negatif (86.5%)