Sentimen
Informasi Tambahan
Agama: Islam, Kristen
Event: Ramadhan
Kab/Kota: Kudus, Yerusalem
Tokoh Terkait
Hamas Berdiri di Depan Umat Kristen Palestina, Aksi Diskriminatif Israel Kelewatan Jum'at, 14/04/2023, 10:30 WIB
Wartaekonomi.co.id Jenis Media: News
Warta Ekonomi, Gaza -
Pejuang Hamas di Palestina sejauh ini masih mendapat cap sebagai kelompok terorisme oleh sejumlah negara-negara barat. Siapa nyana, kini kelompok itu jadi salah satu pembela hak-hak umat Kristiani di Yerusalem, tanah suci pemeluk Yahudi, Kristen, dan Islam.
Hamas mengutuk keputusan Israel yang melarang warga Kristen di Jalur Gaza untuk mengunjungi gereja-gereja di Yerusalem untuk merayakan liburan Paskah. Hamas menyebut tindakan Israel merupakan pelanggaran mencolok terhadap prinsip-prinsip dasar hukum humaniter internasional.
Baca Juga: Respons Hamas Saat Tahu Umat Kristen Dilarang Israel Kunjungi Gereja di Yerusalem: Langkah Fasis
“Hamas mengutuk dengan sekeras mungkin keputusan pendudukan Israel melarang Kristen Palestina di Gaza mengakses tempat-tempat suci Kristen di Yerusalem yang diduduki untuk merayakan liburan Paskah,” kata Hamas dalam sebuah pernyataan, Rabu (12/4/2023), dikutip laman Middle East Monitor.
Hamas menilai larangan tersebut merupakan bagian dari kebijakan diskriminasi rasial pendudukan Israel. “Larangan ini merupakan pelanggaran terang-terangan terhadap prinsip-prinsip dasar hukum humaniter internasional, termasuk penolakan kebebasan bergerak dan beribadah,” kata Hamas.
"Mengingat langkah fasis seperti itu, yang telah menjadi praktik reguler Israel, Hamas mendesak masyarakat internasional untuk memikul tanggung jawab hukum dan moral mereka untuk memastikan warga Palestina dapat dengan bebas mengakses tempat suci mereka,” kata Hamas.
Polisi Israel akan membatasi jumlah jemaah di Gereja Makam Suci di Yerusalem untuk alasan keamanan selama upacara Paskah Ortodoks yang berlangsung pada Sabtu (15/4/2023) mendatang. Langkah itu memicu kemarahan dari para pemimpin gereja yang mengatakan mereka tidak akan bekerja sama dengan polisi Israel.
Polisi mengatakan, pembatasan itu bertujuan untuk memastikan keamanan bagi ribuan jamaah Kristen serta Muslim dan Yahudi yang mengadakan perayaan mereka masing-masing dalam satu waktu. Namun, keputusan itu membuat para pemimpin gereja marah.
Para pemimpin gereja menilai keputusan Israel ini sebagai upaya lama untuk membatasi hak dan kebebasan komunitas Kristen setempat. Para pemimpin gereja mengatakan, mereka tidak akan bekerja sama dengan polisi Israel.
"Kami akan terus menegakkan status quo, dan upacara akan diadakan seperti biasa selama dua milenium dan semua yang ingin beribadah bersama kami diundang untuk hadir," kata Patriarkat Ortodoks Yunani, Kustodi Tanah Suci, dan Armenia dalam pernyataan bersama.
Tahun-tahun sebelumnya, sebanyak 10 ribu jemaah memadati Gereja Makam Suci. Sementara, tahun ini, polisi Israel hanya mengizinkan 1.800 jemaah gereja, dengan 1.200 lainnya ditempatkan di luar. Pos pemeriksaan tambahan di sekitar Kota Tua juga akan membatasi akses ke area sekitar gereja.
Tahun ini, sensitivitas seputar perayaan keagamaan di Kota Tua sangat tinggi, mulai dari bulan suci Ramadhan, hari raya Paskah Yahudi, dan Paskah bertepatan pada saat ketegangan Israel-Palestina meningkat. Pada Selasa (11/4/2023), Perdana Menteri Benjamin Netanyahu mengumumkan bahwa pengunjung Yahudi tidak akan diizinkan masuk ke Kompleks Masjid al-Aqsha selama 10 hari terakhir Ramadhan.
"Ketika saya melihat ke depan, Ramadhan masih merupakan periode sensitif. Kami dalam kesiapan penuh," ujar juru bicara militer Israel Daniel Hagari.
Masalah akses ke Kota Tua bagi jemaah Kristen tidak terkait langsung dengan ketegangan antara Muslim dan Yahudi di Masjid al-Aqsha. Namun, itu mencerminkan keluhan dari orang-orang Kristen bahwa akses mereka secara sistematis dibatasi untuk ke Kota Tua oleh otoritas Israel. Tindakan Israel itu mengganggu pengaturan status quo yang sudah berlangsung lama di antara ketiga komunitas tersebut.
Gereja-gereja mengatakan, upacara Api Kudus pada Sabtu sebelum Paskah Ortodoks telah diadakan dengan aman selama berabad-abad dengan jumlah jemaat lima kali lebih banyak dari yang diizinkan pihak berwenang.
Baca Juga: Kepada Para Donatur, Hamas Minta Sumbangan untuk Palestina Dikirim Lewat Bitcoin
Namun, polisi mengatakan, penyerbuan mematikan di sebuah festival Yahudi Ortodoks di Israel utara dua tahun lalu menggarisbawahi risiko kerumunan besar jamaah yang berkumpul di ruang terbatas. Insiden itu menewaskan 45 orang.
Sebelumnya, Otoritas Palestina mengecam keputusan Israel membatasi jumlah warga Kristen yang ingin menghadiri upacara Api Kudus tahunan di Gereja Makam Kudus di Kota Tua Yerusalem pada Sabtu (15/4/2023) mendatang. Upacara itu menjadi bagian dari perayaan Paskah untuk gereja-gereja Ortodoks.
“Kami sangat mendukung tuntutan gereja-gereja Yerusalem untuk mengizinkan akses bebas dan tanpa masalah bagi para peziarah Kristen untuk menghadiri upacara Api Kudus (pada) Sabtu,” kata Kantor Kepresidenan Palestina dalam sebuah pernyataan, Rabu (12/4/2023), dikutip laman kantor berita Palestina, WAFA.
Palestina meminta jemaat Kristen untuk datang ke Gereja Makam Kudus untuk menghadiri upacara Api Kudus pada Sabtu mendatang. Palestina menyerukan komunitas internasional, khususnya Amerika Serikat (AS), untuk mengambil langkah atau tindakan guna mencegah Israel membatasi kebebasan beribadah umat Kristen dan Muslim di Yerusalem.
Komite Kepresidenan Tinggi untuk Tindak Lanjut Urusan Gereja di Palestina telah meminta umat Kristen di Palestina agar tetap menghadiri upacara Api Kudus yang bakal digelar di Gereja Makam Kudus pada Sabtu mendatang. Mereka mengutuk pembatasan yang hendak diberlakukan pasukan Israel dalam acara tersebut.
“Mereka menyatakan, dukungannya untuk posisi Patriarkat Ortodoks Yunani Yerusalem dan Patriark Theophilos III, serta perwakilan dari Komite Status Quo gereja-gereja karena menolak keputusan polisi Israel untuk menempatkan penghalang di seluruh Kota Tua Yerusalem guna mencegah para peziarah Kristen menghadiri upacara Api Kudus di Gereja Makam Kudus,” kata WAFA dalam laporannya.
Baca Juga: Kenapa Orang Tua yang Terlalu Strict Berdampak pada Perkembangan Anak?
Editor: Muhammad Syahrianto
Sentimen: negatif (100%)