Sentimen
Positif (100%)
10 Apr 2023 : 20.02
Informasi Tambahan

Agama: Islam

Event: Piala Dunia U-20 2021

Institusi: UGM, MUI, UII

Kab/Kota: Batang, Senayan, Sampang, Madura

Kasus: HAM, korupsi

Apakah Mahfud MD Representasi Cawapres Dari NU Untuk Pilpres 2024? 

11 Apr 2023 : 03.02 Views 2

Akurat.co Akurat.co Jenis Media: News

Apakah Mahfud MD Representasi Cawapres Dari NU Untuk Pilpres 2024? 

AKURAT.CO Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD sekaligus Ketua Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) memanas dan menegang saat menghadiri rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi III di gedung parlemen, Senayan (29 Maret 2023). 

Tak hanya penjelasan tentang dugaan pencucian uang Rp349 triliun di Kementerian Keuangan, namun nama Mahfud MD langsung meroket di platform media sosial sebagai calon wakil presiden (cawapres) yang gagah berani dalam menyampaikan data-data serta menghadapi perlawanan sengit interupsi-interupsi DPR dalam dialektika berpikir kritis dan lugas tanpa tedeng aling-aling. 

Keberanian Mahfud MD memunculkan spekulasi baru terhadap persepsi politik antara kepentingan negara dalam agenda permintaan pengesahan UU Perampasan Aset pada Komisi III DPR RI sebagai pengabdiannya terhadap bangsa dan negara. 

baca juga:

Dan adakah kepentingan “tersadari” atau tidaknya soal elektabilitasnya Mahfud MD yang tiba-tiba viral dan meroket pasca rapat dengan Komisi III DPR RI? Lalu benarkah Mahfud MD sebagai representasi kelayakan uji Cawapres 2024? Dan apakah NU utuh sepenuhnya menerima sosok Mahfud MD sebagai keterwakilanya dalam kontestasi cawapres dari NU pada gelaran Pilpres 2024? 

Sidang tersebut pokok persoalannya adalah terkait bagaimana pertanggungjawaban Mahfud MD dalam memberikan penjelasan soal data-data keuangan PPATK dan Kemenkeu. Mahfud MD menjelaskan dengan detail dan gamblang bahkan sangat jelas dan tegas juga untuk meminta pengesahan RUU Perampasan Aset segera disahkan oleh DPR. 

Nukilan kalimat Mahfud MD pada Ketua Komisi III demikian: "duit memberantas korupsi itu, tolong melalui Pak Bambang Pacul (Ketua Komisi III DPR Bambang Wuryanto), tolong Pak, UU Perampasan Aset tolong didukung, biar kami bisa ambil begini-begini ini Pak”. 

Kelihatanya, spekulasi cawapres memang masih jauh dan akan ditentukan oleh dua variabel besar. Pertama, adalah partai politik dan koalisinya. Ini memakan kesepakatan panjang dan ekstra rumit dalam beragam kepentingan. 

Kedua, kandidat capresnya sendiri sebab terkait kinerja selama lima tahun berjalan. Jika kandidat capres tak sejalan dengan cawapresnya maka akan melahirkan konflik dalam Istana seperti periode SBY-JK 2004-2009 ataupun Jokowi-JK 2014-2019. 

Di sini, tentu NU juga tidak gegabah dalam nahkoda Gus Yahya Staquf. Apalagi desas desus dalam kepengurusan batang tubuh Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) sudah sepakat kembali ke khittah bahwa NU tidak terlibat dalam politik praksis atas pengalaman tahun-tahun politik sebelumnya saat diketuai oleh K.H Said Aqil Siraj. 

Tanda ini bisa jadi NU tak mengusung cawapres dari PKB ataupun PPP, bisa jadi Mahfud MD yang jadi alternatifnya selama kepentingan NU mampu terakomodir dengan baik untuk kepentingan warga Nahdliyin dan keumatannya. Siapa yang tahu arah politik NU? 

Siapa Mahfud MD?

Terlepas gagalnya Mahfud MD sebagai cawapres Jokowi 2019-2024 atas ditelikungnya Mahfud MD oleh PKB yang dikomandani Muhaimin Iskandar (Cak Imin) dan PPP yang dipunggawai Muhammad Romahurmuzy (Rommy), mereka berdua berkoalisi di balik layar untuk menjegal Mahfud MD dan memunculkan nama Ma’ruf Amin (Ketua MUI) sebagai pasangan Jokowi 2014-2019 dengan dalih representasi dari “NU”. 

Mahfud MD sebetulnya sangat layak dan memiliki segudang prestasi cemerlang dalam karier politik, pengalaman dalam mengelola negara, kepakaran hukum, pengalaman berorganisasi dan kehebatan intelektualitas agama serta akademiknya. 

Kita mengenalnya dengan julukan Prof. Dr. Mohammad Mahfud M.D., S.H., S.U. Ia dilahirkan pada 13 Mei 1957 di Sampang, Madura, Jawa Timur. Ketenarannya sebagai seorang dosen dan politikus ia dapatkan pada era Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang mengangkatnya menjadi Menteri Pertahanan RI seiring dengan Khofifah Indarparawansa sebagai Menteri Peranan Perempuan 2000-2001. 

Mahfud MD adalah sarjana Hukum Atur Negara, Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) dan Sarjana Sastra Arab, Universitas Gadjah Mada (UGM). Ia juga melanjutkan pendidikan di Magister Pengetahuan Politik, UGM dan doktor Pengetahuan Hukum Tata Negara di universitas yang sama. 

Di UII, Mahfud MD meraih gelar Profesor Hukum Tata Negara, sebuah kebanggaan puncak karir intelektualitasnya dalam kepakaran Hukum Tata Negara. Prestasi yang sangat gemilang. 

Sebagai rujukan bahwa menurut catatan akademik di UII, Mahfud MD bekerja sebagai dosen tetap Fakultas Hukum UII sejak 1984 sampai sekarang. Jabatan Pembantu Rektor I UII dari 1994- sampai 2000 sempat ia sandang. Bersamaan dengan itu, ia juga menjadi anggota panelis dan asesor Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi dari 1997 sampai 1999. 

Dunia politik menariknya sebagai jabatan pertama pada 1999, Mahfud MD dipilih sebagai Plt. Staf Pakar dan Deputi Menteri Negara Urusan Hak Asasi Manusia (HAM) selama berjalan satu tahun. Lantas sebagai Menteri Pertahanan Indonesia pada 2000-2001 yang selanjutnya memegang jabatan Menteri Kehakiman pada 2001. 

Pada tahun 2002, ia menjabat sebagai Wakil Ketua Umum Dewan Tanfidz DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) sampai 2005. Saat menduduki kursi politik, ia juga masih berkarier dalam dunia pendidikan sebagai rektor Universitas Islam Kadiri dari 2003 sampai 2006, berdasarkan beragam sumber yang bisa didapatkan. 

Langkah selanjutnya, Mahfud MD pada 2004-2008 menduduki kursi DPR RI sebagai anggota Komisi III dan wakil ketua Badan Legislatif. Tak hanya itu, ia juga menjadi anggota Tim Konsultan Pakar pada Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Depkum-HAM Indonesia. Pada 2008-2013, ia memegang jabatan sebagai ketua Mahkamah Konstitusi. Sekarang ia menjabat sebagai Menkopolhukam 2019-2024 dalam Kabinet Jokowi Indonesia Maju. 

NU dan PolitikNahdlatul Ulama (NU) memiliki basis massa konstituen terbesar di negara ini. Tak heran jika PKB mengklaim partai paling NU, PPP mengklaim sebagai wadah utama NU dengan gambar Ka’bahnya, dan tokoh-tokoh lain juga banyak mengaku sebagai tokoh NU. 

Dalam politik, NU punya kans besar dan mampu menampung siapapun untuk berkontribusi terhadap kepentingan NU ke depan, seperti Erick Thohir misalnya yang tiba-tiba berbaju Banser, menjadi anggota Banser, dan masih banyak lagi orang-orang yang meng-NU-kan diri dengan disclaimer masing-masing. 

Pada 16 Februari 2023, Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) merilis hasil survei calon potensial dengan latar belakang dari Nahdlatul Ulama (NU). Kata SMCR, Cak Imin mendulang elektabilitas 18,2 persen, Mahfud MD 18 persen, Khofifah 15,4 persen, Said Aqil 2,9 persen dan Yahya Staquf 2,6 persen. Survei yang digelar Desember 2022 ini dirilis pada Kamis, 16 Februari 2023. 

SMCR mengkategorikan bahwa ada tiga nama papan atas, Muhaimin, Mahfud MD, dan Khofifah memiliki dukungan publik yang sangat seimbang dan proporsional sebagai kader dan representasi dari NU. Apakah mereka layak disebut wakil dari NU dalam kontestasi Pilpres 2024? Sejauh mana kepentingan personalities mereka terhadap NU dalam konteks pengabdian dan bersumber (rahim NU) secara kultur kepesantrenan. 

Jika NU siap dipinang dengan partai politik, siapakah di antara ketiga nama di atas yang patut dipertimbangkan atas wakil NU dalam politik sebagai capres atau cawapres? Lalu ke manakah Erick Thohir akan berlabuh jika NU menghendaki Mahfud MD atau Khofifah misalnya? 

Coba kita tengok, survei Indo Barometer terbaru dilakukan pada 12-24 Februari 2023, di situ muncul Erick Thohir sebagai salah satu Cawapres pilihan tertinggi publik dengan angka 22,9 persen. Kemudian Khofifah Indar Parawansa (15,8 persen), Muhaimin Iskandar (6,7 persen), Puan Maharani (6,3 persen) dan Chairul Tanjung (2,7 persen). 

Mungkin alasan Erick Thohir dibuat paling tinggi dalam survei tersebut karena anjang sana-sininya sebagai Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) selalu mewarnai media massa dan platform medsos yang berseliweran tiap detik, tiap menit dan selalu ada aja beritanya. Bahkan semenjak menjabat sebagai ketua PSSI namanya juga mewarnai dalam isu sanksi FIFA pada negara Indonesia yang diputuskan tidak jadi tuan rumah Piala Dunia U-20. Drama-drama bola juga menggelinding jadi isu seksinya Erick Thohir. 

Seiring berkembangnya isu dan beberapa hasil simulasi pasangan Pilpres 2024, Pollmark Research Center sudah mengeluarkan hasil survei calon presiden (capres) untuk Pemilu 2024. Berdasarkan hasil survei pada 23 Januari hingga 18 Maret 2023, Ganjar Pranowo berada di peringkat pertama elektabilitas tertinggi dengan 22,8 persen. Prabowo Subianto dengan 17,4 persen, Anies Baswedan dengan 13,9 persen dan Ridwan Kamil dengan 5,2 persen. 

Sementara Lingkaran Suara Publik (LSP) merilis survei 19 Maret 2023 kecenderungan elektabilitas Capres jelang Pemilu 2024 menhasilkan bahwa Prabowo Subianto di urutan tertinggi 33,4 persen. Kemudian Ganjar Pranowo di angka 21,2 persen dan Anies Baswedan di angka 20,4 persen. 

Kalau kita simulasikan maka akan nampak jika Prabowo berpasangan dengan Mahfud, lalu Ganjar berpasangan dengan Khofifah atau simulasi di balik Prabowo-Khofifah dan Ganjar Mahfud maka siapapun itu capres-cawapresnya yang diuntungkan adalah NU. Atau misalnya Anies-Khofifah, lalu Ganjar- Mahfud, Prabowo-Sandi tetap juga NU yang akan diuntungkan di sisi politiknya. 

Atau jika misalnya simulasi partai politik terjadi koalisi besar-besaran dan PDIP harus mengusung calon sendiri misal, KIB (Koalisi Indonesia bersatu) koalisi dengan KIR (Koalisi Indonesia Raya) mengusung Prabowo-Mahfud, PDIP mengusung Ganjar-Erick, Nasdem dan koalisinya Indonesia Perubahan mengusung Anis-Khofifah, di mana saja, dengan siapa saja pasangan Capresnya maka tetap NU yang akan diuntungkan. Itulah keunggulan NU sebagai mayoritas terbanyak partispasinya dalam pemilu sebagai langkah dan sumbangsih dalam politik. 

Selain Muhammadiyah, NU tetap mendominasi dalam kekuatan partispasi pemilihnya. NU akan terasa kental dalam nuansa politik meskipun jargon kembali ke khittah sering dikumandangkan. NU adalah satu-satunya organisasi Islam terbesar di Indonesia yang siap memanen pemilu mendatang. []

Sentimen: positif (100%)