Sentimen
Informasi Tambahan
Agama: Islam
Grup Musik: APRIL
Kab/Kota: Surabaya, Solo
Kasus: HAM, kekerasan seksual
Tokoh Terkait
Jejak Samar Kekerasan Seksual Mei 98 di Surabaya
Oposisicerdas.com Jenis Media: News
Dua pekan lalu tim Komisi Nasional Antikekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) menelusuri kasus kerusuhan disertai dengan dugaan pemerkosaan etnis Tionghoa di Surabaya utara pada Mei 1998. Komnas Perempuan menemui sejumlah elemen dan individu yang dinilai memiliki informasi pada kasus seperempat abad silam itu. Mereka juga napak tilas ke beberapa lokasi diduga kekerasan seksual di Surabaya utara.
Ketua Subkomisi Partisipasi Masyarakat Komnas Perempuan Veyanto Sitohang mengatakan, selain Surabaya, penelusuran jejak kekerasan seksual Mei 1998 juga dilakukan di Medan serta Solo. Tujuannya, kata Veryanto, menjadikan peristiwa kelam itu sebagai memorialisasi agar tragedi yang sama tak terulang di masa yang akan datang.
Di Surabaya, tim Komnas Perempuan antara lain menemui kelompok Tionghoa yang tergabung dalam Perkumpulan Indonesia-Tionghoa (INTI), aktivis Gema Sukma, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Surabaya, Ikatan Orang Hilang Indonesia (Ikohi) Jawa Timur, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Surabaya dan individu-individu yang pernah melacak jejak peristiwa tersembunyi tersebut.
Salah seorang yang ditemui Komnas ialah Koordinator Jaringan Islam Antidiskriminasi (JIAD) Aan Anshori. Menurut Aan, ia telah menyampaikan hasil penelusurannya ihwal peristiwa Mei di Surabaya pada tim Komnas Perempuan, Rabu, 29 Maret 2023.
Aan berujar pelacakannya terhadap dugaan peristiwa pemerkosaan itu sesungguhnya berawal dari laporan yang dilansir Tim Gabungan Pencari Fakta Komnas HAM dan Komnas Perempuan. Catatan Tim Relawan untuk Kemanusiaan (TruK) menyebutkan bahwa korban terbanyak ada di Jakarta sekitar 152 orang. Adapun di Solo, Surabaya dan Medan secara akumulatif sebanyak 16 orang.
Menurut hasil penelitian Direktur Amnesty International Usman Hamid dan kawan-kawan, terdapat dua korban di Surabaya. “Saya sangsi kalau hanya disebutkan dua korban. Karena itu saya tergerak untuk men-tracking sendiri,” kata Aan pada Tempo, Jumat, 7 April 2023.
Aan selanjutnya melakukan riset mandiri dan menjumpai jaringan aktivis kemanusiaan di Surabaya dalam rangka mengumpulkan data. Aan mengaku terkejut saat membaca disertasi Jemma Purdey dari Deakin University Australia berjudul Anti-Chinese Violence in Indonesia: 1996-1999.
Sungguh pun chapter Surabaya hanya tiga halaman dari keseluruhan disertasi Purdey, namun Aan menilai relatif paling detail mengungkap data dibandingkan penelitian-penelitian yang lain. Misalnya, kata Aan, dalam laporan itu Purdey menuliskan bahwa kerusuhan Surabaya terjadi pada malam hari 14 Mei 1998 hingga menjelang subuh.
Didahului dengan 6-7 truk bergerak menuju Semampir, Surabaya utara, diiringi beberapa sepeda motor. Purdey, kata Aan, memperkirakan bahwa korban kekerasan seksual di Surabaya sekitar 25 orang. “Purdey juga berhasil mempersuasi tokoh Konghucu Surabaya, Bingky Irawan, menceritakan keluh kesah keluarga korban perkosaan,” kata Aan.
Saksi Bungkam
Enam minggu pascaperistiwa kerusuhan itu, tepatnya 1 Juli 1998, Jawa Pos memuat artikel berjudul Ketua Konghucu Surabaya Ungkap Perkosaan Surabaya. Dalam artikel Bingky menuturkan ada ketakutan dan kepedihan luar biasa di kalangan Tionghoa atas peristiwa pemerkosaan itu.
Pengakuan Bingky di Jawa Pos rupanya membuat Kapolda Jawa Timur ketika itu, Mayor Jenderal Polisi M. Dayat gusar. Sehari kemudian, Suara Indonesia menurunkan berita pernyataan M. Dayat berjudul Yang Ada Hanya Perusakan, Bingky Ditunggu Pasal Kebohongan.
Atas temuan-temuan data riset itu Aan pun menjumpai langsung Bingky untuk melakukan konfirmasi. Namun Ketua Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia (Matakin) itu bungkam. “Matanya menerawang jauh, raut mukanya berubah sedih. Ia bilang, sing uwis ya uwis, gak usah diungkit-ungkit maneh (yang sudah ya sudah, tak perlu diungkit-ungkit lagi),” kata Aan.
Pada 3 Juni 2018 Aan dan aktivis Tionghoa berinisiatif mengadakan acara refleksi dan doa bersama atas tragedi kemanusiaan 98. Kegiatan diselenggarakan di kampung Pecinan Tambakbayan. Menurut Aan refleksi itu merupakan acara terbuka yang pertama kalinya digelar sejak Mei 1998. Di acara yang sempat akan dibubarkan oleh sekelompok orang itu, Bingky Irawan turut hadir.
“Sewaktu saya kasih microphone, Pak Bingky tak banyak bicara. Ia hanya mengucapkan parikan: klemben-klemben, roti-roti. Biyen-biyen, saiki-saiki. Ya hanya itu yang diucapkan,” ujar Aan yang juga aktivis Gusdurian.
Bingky wafat pada 31 Mei 2021. Menurut Aan, meninggalnya pria 71 tahun itu membuat jejak tragedi kekerasan seksual Surabaya kian samar. Sebenarnya, kata Aan, pada Mei 1998 Bingky pernah menyampaikan peristiwa adanya kekerasan seksual itu pada tokoh Gerakan Pemuda Ansor Jawa Timur, Choirul Anam.
Cak Anam –sapaan akrab Choirul Anam- bahkan sempat dipertemukan langsung dengan korban dan keluarganya. Dikonfirmasi soal ini, Choirul Anam mengaku sudah lupa informasi dari Bingky Irawan tersebut. "Wis lali aku (saya sudah lupa)," kata dia.
Bertemu Korban di Singapura?
Aan Anshori menuturkan, saat tim Komnas Perempuan menemui sejumlah elemen di Surabaya pada Rabu, 29 Maret 2023, ia satu di antara yang hadir. Dalam forum pertemuan tersebut, aktivis Gema Sukma yang juga psikolog dari Universitas Surabaya (Ubaya) Astrid Wiratna mengungkapkan pernah bertemu dengan satu korban kekerasan seksual di Singapura.
Astrid berujar bahwa semula ia tidak percaya jika kerusuhan di Surabaya itu disertai dengan tindak pemerkosaan. Namun setelah bertemu korban tersebut secara langsung, sikapnya berubah. “Mbak Astrid bilang seperti itu pada Komnas Perempuan. Ini pengakuan yang mengejutkan sekaligus fakta baru bagi kami bahwa peristiwa pemerkosaan itu memang nyata,” tutur Aan.
Astrid Wiratna tak merespon konfirmasi Tempo soal pertemuannya dengan penyintas kekerasan seksual itu. Ia hanya menulis pesan bahwa bisa jadi korban kerusuhan Mei 1998 masih trauma. “Secara teoritis, kalau tidak ditangani dengan baik, kemungkinan sampai sekarang peristiwa itu masih menghantui korban,” kata Astrid.
Foto: Warga yang melakukan penjarahan di toko-toko pada saat kerusuhan Mei 98. RULLY KESUMA
Sentimen: negatif (100%)