Sentimen
Positif (100%)
8 Apr 2023 : 23.50
Informasi Tambahan

Hewan: Ular

Institusi: UGM

Kab/Kota: bandung, Gunung, Sleman, Bantul

Tokoh Terkait

Kisah Lengkap Pengamat Burung, Rela Mendongak Berjam-jam Demi Temukan Ratusan Spesies di DIY

8 Apr 2023 : 23.50 Views 2

Harianjogja.com Harianjogja.com Jenis Media: News

Kisah Lengkap Pengamat Burung, Rela Mendongak Berjam-jam Demi Temukan Ratusan Spesies di DIY

Harianjogja.com, JOGJA—Karakteristik burung yang beragam bisa menjadi penanda kondisi suatu lingkungan. Apabila kamu melihat banyak elang ular bido di suatu wilayah, bisa jadi tempat itu masih banyak populasi ularnya. Sesuai namanya, elang ular bido makanan utamanya ular. Elang juga bisa menjadi indikator sudah terjamah atau belumnya tempat itu oleh manusia. Elang cenderung sensitif, dan akan menghindar apabila suatu tempat mulai ramai manusia.

Begitu pun jenis burung lain, pemakan buah, serangga, bahkan tikus. Burung bisa menjadi salah satu indikator suatu tempat masih terjaga rantai makanan, yang secara tidak langsung berhubungan dengan kelestarian lingkungannya.

Burung akan bernaung di tempat yang nyaman baginya, sesuai karakteristiknya. Apabila terancam, dia akan berpindah. Sebagai contoh, kawasan yang sekarang menjadi Hotel Royal Ambarrukmo di Sleman, dahulu menjadi rumah burung jenis cangak abu. Namun pembangunan hotel membuatnya pindah ke Gembira Loka (GL) Zoo. Ada pembangunan lagi di GL Zoo, mereka pindah ke kawasan Universitas Gadjah Mada (UGM).

BACA JUGA : Waspadai Flu Burung, Ini yang Dilakukan Dinkes Jogja

Kadang beberapa jenis burung hanya berpindah, namun masih bisa kami temui. Sayangnya, beberapa jenis yang tergusur oleh berbagai hal, saat ini jarang terlihat. Pengamatan dinamika perburungan di DIY seperti ini yang menjadi kegiatan Paguyuban Pengamat Burung Jogja (PPBJ) dalam kesehariannya. Anggota komunitas ini rela mendongak berjam-jam, mengintip teropong untuk memastikan jenis burung.

Pernah ada suatu catatan dari tahun 1990-an sampai 2015, apabila jenis burung di DIY ada sekitar 300-an spesies. Temuan ini merupakan big data, berasal dari kombinasi pengamatan, penelitian, dan lainnya. Terakhir, Koordinator PPBJ, Raden Nicosius Liontino Alieser, mengatakan apabila data pengamatan mereka selama rentang 2022-2023 menjumpai sekitar 230 jenis burung di DIY.

“Bukan [berarti sisanya] punah, tapi kami belum nemu,” kata Nico, Sabtu (23/3/2023).

“Saat kami gabungkan dengan data 2015 tadi, ada jenis yang nambah atau persebaran baru.”

Pendataan ini salah satunya berasal dari kegiatan Jogja Bird Walk (JBW) yang PPBJ adakan. Umumnya, agenda ini sebulan sekali. Namun bisa fleksibel sesuai kebutuhan para anggota. Sekali JBW bisa membawa enam sampai 70 orang. Tujuan JBW juga bermacam-macam, ada yang untuk penelitian, pengamatan, pendataan, pencarian foto, sampai sebatas jalan-jalan.

Unik

Setahun terakhir, sudah ada 80 lokasi yang PPBJ kunjungi. Setiap kota dan kabupaten di DIY memiliki tempat dan karakter burung masing-masing. Untuk melihat burung urban perkotaan bisa ke UGM, Titik Nol KM, GL Zoo, atau Blok O. Ingin melihat burung pantai, bisa berkunjung ke Pantai Trisik yang berada di Bantul atau Kulonprogo. Apabila ingin melihat burung pegunungan, bisa datang ke sekitar Taman Nasional Gunung Merapi. Tinggal pilih. Jenis burung di DIY cukup lengkap.

“Banyak jenis burung yang sekarang susah ditemui. Termasuk burung migrasi yang kadang hanya singgah. Salah satunya burung trinil nordmann yang banyak diincar, selama 2022-2023 cuma ada sekali perjumpaan,” kata laki-laki berusia 23 tahun ini.

BACA JUGA : Burung Eksotis Ini Nyanyikan Melodi Aneh Saat Musim

Dalam pengamatan ini, ada pula temuan unik. Di Candi Prambanan, ada burung Gelatik Jawa yang membuat sarang di sela-sela bangunan candi. Burung yang masuk dalam kategori dilindungi ini tergolong tidak lazim dengan membuat sarang jenis itu.

Di samping pengamatan, PPBJ juga rutin menggelar pelatihan bird banding atau pemasangan cincin pada burung. Kegiatan ini biasanya untuk penelitian atau pengamatan yang lebih lanjut. Sebelum bisa bird banding, anggota harus melalui proses yang panjang dengan kemampuan tertentu. Tidak sembarang orang bisa bird banding.

Seluruh kegiatan PPBJ ini sudah rutin berlangsung sejak 2009, meski awal mula terbentuk perkumpulan komunitasnya sudah dari 2005. Kala itu, Yayasan Kutilang Indonesia mengajak beberapa komunitas pecinta burung untuk membuat acara Jogja Bird Rescue ke-2. Dalam penyusunan proposal, perlu adanya wadah yang menaungi semua anggota komunitas. Munculnya nama PPBJ.

Selepas acara, setiap komunitas yang tergabung dalam PPBJ memiliki satu koordinator. Kala itu ada lima komunitas yang semuanya berasal dari kampus-kampus yang memiliki Program Studi Biologi, Kedokteran Hewan, dan Kehutanan.

“Memasuki tahun 2006, enggak ada kegiatan formal, tapi secara tidak langsung udah mengikat,” katanya.

“Di 2007, Atmajaya bikin seminar tentang elang Jawa, diusung PPBJ, sekalian dibahas kelanjutannya bagaimana. Dari sebelumnya ada lima koordinator, ditunjuk satu koordinator PPBJ.”

BACA JUGA : Gumuk Pasir Jadi Ajang Adu Cerdik Burung Paruh Bengkok

Setahun berselang, kegiatan PPBJ semakin jarang lantaran muncul anak organisasi dari Yayasan Kutilang Indonesia, bernama Kutilang Indonesia Birdwatching Club (KIBC). Namun setelah pentolan KIBC pindah ke luar DIY, kegiatan organisasi itu juga meredup. Di saat itulah, PPBJ kembali aktif membuat banyak agenda. Ada JBW, bird banding, dan Jagongan PPBJ (kumpul rutin setahun sekali).

Tidak ada aturan khusus dalam PPJB. Sehingga saat ada agenda seperti JBW, masyarakat umum bisa bergabung. Tidak harus orang yang berasal dari latar belakang ilmu tentang alam, semua punya kesempatan bergabung. “Anggota terunik PPBJ dari Poltekes, enggak ada hubungannya [dengan burung], dan ternyata dia expert. Dia udah sering pengamatan kemana-mana, kami banyak belajar ke dia,” kata Nico.

Lestari dengan Adopsi

Pecinta burung. Ada yang mencintai dengan menangkap dan memasukkannya ke sangkar. Ada pula bentuk cinta dengan membiarkannya bebas dan lestari di alam. Kamu tipe pecinta yang mana?

Beberapa tipe burung yang bagus baik bentuk atau suaranya membuat banyak orang senang mengoleksi. Harga yang mahal membuat banyak orang memburu dan menjualnya. Tapi misal ini terus berlangsung, keseimbangan jenis burung bisa terancam.

Warga Jatimulyo, Kulonprogo, sebelumnya banyak yang menjadi pemburu burung. Namun dalam perkembangannya, mereka justru bisa hidup berdampingan dengan burung. Tetap mendapat manfaat dari burung, tapi bisa menjaga kelestariannya. Sistemnya bernama adopsi burung yang dikelola oleh Kelompok Tani Hutan (KTH).

“Misal ada rumah, di situ ada pohon, dan di pohon ada sarang burungnya, enggak usah diusik, nanti pemilik rumah akan ngabarin ke KTH. Dari KTH akan mengumumkan bagi yang mau mengadopsi,” kata Nico.

Sistem adopsi bukan berarti burungnya diambil dari sarang. Tetap dibiarkan di tempat semula, dengan ada pemberian tanda jenis burung, manfaat, dan nama pengadopsinya. Di sekitar sarang akan dibangun tempat persembunyian misal ada kebutuhan memotret sampai pengamatan. Sistem ini membuat burung tetap lestari, namun warga setempat mendapat manfaat dari donasi si adopter.

BACA JUGA : Alasan Elon Musk Ubah Logo Twitter dari Gambar Burung

Tempat yang jenis burungnya masih asri juga berpotensi untuk mengembangkan avitourism. Dalam avitourism ada paket jalan-jalan sembari mengamati burung. Bisa ada serangkaian kegiatan sesuai permintaan.

“Misal orang luar Jogja mau ngamatin burung, bisa minta tolong ditemenin. Ada yang menargetkan jenis burungnya, atau bebas tempatnya yang penting bisa mengamati burung,” katanya.

“Di Amerika Serikat, bird watcher salah satu olahraga yang diminati, ada agensinya juga. Sudah ada beberapa agensi seperti ini di Indonesia, kalau di Jogja belum ada, baru secara personal aja.”

Wisata dan pengembangan alam seperti ini bisa menjadi jalan tengah antara kelestarian burung dan manfaat secara ekonomi. Ditambah ada potensi edukasi pada masyarakat, agar semakin mencintai burung dengan cara membiarkannya berada di alamnya.

BACA JUGA:  Finnet Dukung Digitalisasi Sistem Pembayaran Proyek Kereta Cepat Jakarta Bandung

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sentimen: positif (100%)