Sentimen
Positif (88%)
7 Apr 2023 : 05.10
Informasi Tambahan

Agama: Islam

Event: Ramadhan

Kab/Kota: Semarang

Tokoh Terkait

Hikmah Ramadan: Puasa Dan Kemelekatan

7 Apr 2023 : 05.10 Views 3

Krjogja.com Krjogja.com Jenis Media: News

Hikmah Ramadan: Puasa Dan Kemelekatan

Oleh : R. Ery Wibowo,SE,M.Si,Ak,CA

(Dosen Prodi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Semarang).

KEMELEKATAN berasal dari kata dasar lekat yang artinya menempel erat. Sesuatu baik bersifat fisik maupun non fisik yang sudah melekat akan susah dilepaskan. Kata kemelekatan dalam konteks ajaran agama dimaksudkan melekat dari sesuatu yang tidak murni atau fitrah.

Kemelekatan manusia dari sudut pandang agama diawali dari kisah diusirnya adam dan hawa dari surga. Pada mulanya Adam dan Hawa sebagai manusia hidup didalam fitrahnya. Surga sebenarnya melambangkan manifestasi tertinggi fitrah manusia yang bisa dicapai saat ini dan di bumi ini. Manusia surga itu hidup dengan kesadaran dan dalam suasana kemanunggalan. Lalu adam dan hawa tergoda memakan buah khuldi.  Makna buah khuldi merupakan metafora  yang artinya adalah buah pengetahuan. Dalam alam surgawi manusia mencapai level kesadaran tertingginya sebagai manusia yang manunggal dan menyatu dengan sang hidup. Namun manusia mulai tergoda pada akal pikiran. Ketika manusia meninggalkan kesadaran tertingginya  maka pada saat itu juga manusia turun derajat atau terlempar dari surga. Hal ini bermakna manusia telah keluar dari kesadaran dan kemanunggalan masuk dalam perangkap dualitas pikiran.

Akal pikiran yang seharusnya sekedar menjadi instrument penunjang kehidupan tetapi telah bergeser menjadi pusat kehidupan bahkan telah menjadi berhala. Karakter pikiran bersifat memecah belah, dualitas, dan berjarak dari kenyataan atau sang hidup itu sendiri. Manusia yang semula hidup damai seperti gambaran kehidupan surgawi kini mengalami keterpisahan atau teraleniasi dari sang hidup itu sendiri (Allah). Bermula dari sinilah manusia kemudian mulai terjebak pada ilusi ego yang tak lain adalah pikirannya sendiri. Disebut ilusi karena ego atau ‘aku kecil’ ini hakekatnya tidak nyata. Agar tampak nyata maka ego harus melekatkan diri pada identitas semu seperti : strata sosial, kesenangan indrawai, citra diri, kekuasaan dan masih banyak lagi.

Manusia mendefinisikan dirinya menurut identitas semu yang dilekatinya. Dalam jubah ego manusia mulai mencari-cari validasi dari luar dirinya agar hidupnya mendapat pengakuan. Hanya dengan cara seperti itulah aku atau ego bisa memiliki keberadaan. Semakin banyak akumulasi, dalam starata sosial  yang dilekati maka ego semakin tumbuh menjadi superior. Kemudian manusia mulai bersaing dan berebut menjadi yang paling super. Dalam jubah ego inilah manusia mengalami alienasi. Terasing dari dirinya yang sejati sehingga harus mencari kebahagiaan di luar dirinya, mencari-cari surga yang ditinggalkannya. Semakin jauh manusia mencari justru semakin terjebak pada ilusi dan kehampaan. Krisis yang terjadi di dunia ini seperti perang, krisis multidemensi dan berbagai bencana kemanusiaan merupakan dampak kemelekatan pada ilusi ego yang ekstrim.  Manusia mulai hidup menjauh dari surganya yang nyata yaitu fitrah yang suci sebagaimana bayi yang baru dilahirkan.

Puasa merupakan tradisi olah batin yang paling purba dari agama-agama. Hampir semua tradisi keagaamaan maupun sistem keyakinan di dunia ini  memiliki metode olah ruhaniah yang berbentuk puasa. Dalam Islam sendiri ibadah puasa di bulan ramadhan didefinisikan sebagai menahan lapar dan dahaga dari terbit  sampai terbenamnya matahari.

Dalam terminologi Islam puasa disebut juga dengan shaum.  Proses puasa merupakan proses deformasi yaitu menjungkirbalikkan kebiasaan, rutinitas atau tatanan lama. Metode yang digunakan adalah dengan mengubah jadwal makan.  Waktu tidur atau istirahat digunakan untuk makan (saur) dan sebaliknya waktu bekerja digunakan untuk puasa. Kemelekatan yang terlanjur mendarah daging akan sulit di hapus tanpa sebuah usaha yang cukup keras.

"Kebiasaan negatif manusia seperti kemelekatan pada sesuatu yang tidak fitrah akan susah dihapus jika sudah terlanjur tersimpan dalam memori dan menyatu dengan sel-sel tubuh. Puasa diyakini dapat memotong jalur atau pola-pola kemelekatan tersebut. Kemelekatan merupakan pola lama yang tanpa disadari menjadi kebiasaan manusia. Kemelekatan adalah manifestasi hawa nafsu yang hendak dibersihkan dengan metode puasa" ujar R Ery.

Sel-sel dalam tubuh manusia menyimpan memori lama. Memori yang disimpan manusia bisa jadi merupakan memori dosa dan pola-pola lama yang  terus berulang dan menjebak manusia dalam lingkaran hawa nafsu. Ketika melaksanakan ibadah puasa di siang hari menjadikan perut lapar. Sehingga di saat aktivitas atau kerja  terus berlangsung sementara tubuh membutuhkan energi, maka sel-sel lama yang menyimpan memori dan pola-pola lama akan dibakar musnah. Setelah itu akan digantikan dengan sel-sel baru yang menyimpan kebiasaan baru yang positif.

Metode puasa ini bila dilakukan sesuai petunjuk ajaran agama maka sangat efektif membebaskan manusia dari hawa nafsu yang sama artinya membebaskan diri dari kemelekatan.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa puasa yang dilakukan dengan niat yang benar dan dilakukan dengan cara yang tepat dapat membantu meningkatkan kesadaran ruhaniah dan menghindarkan jiwa dari kemelekatan terhadap ego.  Hal ini terjadi karena puasa memerlukan kemauan dan kedisiplinan yang kuat, sehingga dapat membantu memperkuat kemauan dan kedisiplinan spiritual seseorang.

Selain itu, puasa juga dapat membantu seseorang untuk merenung dan introspeksi diri, sehingga dapat meningkatkan kesadaran ruhaniah. Metode ini sebenarnya cukup efektif mengembalikan manusia kepada fitrahnya. Menjadi manusia paripurna tanpa kemelekatan. Hanya saja faktanya ritual puasa ini seperti berkesan sekedar memindahkan jam makan saja.

Puasa bila dilakukan dengan benar maka seharusnya pola konsumsi masyarakat akan berubah. Permintaan akan konsumsi masyarakat pun seharunya ikut menurun. Dalam sudut pandang ekonomi demand (permintaan) akan ikut menurun. Tetapi pada kenyataannya puasa sama sekali tidak berdampak signifikan pada pola konsumsi masyarakat. Dalam penelitian yang dilakukan penulis tentang tingkat konsumsi masyarakat  selama bulan romadhon tahun 2022 detemukan fakta bahwa terjadi tren kenaikan inflasi pada Indeks Harga Konsumen selama bulan Ramadhan 2022.  Pada tiga bulan menjelang dan selama Ramadhan IHK 2022 terjadi kenaikan inflasi : 2,06%, 2,64% dan 3,47%. Sehingga dapat disimpulkan pola konsumsi masyarakat justru naik di saat memasuki bulan Ramadhan. Data ini tidak dapat dijadikan justifikasi dalam menilai tingkat relegiusitas selama bulan Ramadhan. Namun demikian setidaknya hal ini dapat dijadikan bahan refleksi agar selama menjalankan ibadah puasa kita dapat mengontrol pola konsumsi juga menjaga hawa nafsu dari kemelekatan terhadap kenikmatan indrawi.

"Jangan sampai kita melakukan perbuatan yang merusak amalan puasa sebagaimana sabda rasullullah: Berapa banyak manusia yang berpuasa tetapi hanya mendapatkan lapar dan dahaga saja" ujar R Edy. (Sgi)

Sentimen: positif (88.9%)