Sentimen
Informasi Tambahan
Kasus: korupsi
Tokoh Terkait
Hasil korupsi Bupati Kapuas-istri diduga untuk biaya politik
Alinea.id Jenis Media: News
Tersangka kasus korupsi di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kapuas, Ben Brahim S. Bahat, dan istrinya, Ary Egahni Ben Bahat, resmi ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Selasa (28/3). Ben Brahim adalah Bupati Kapuas 2013-2018 dan 2018-2023, sedangkan istrinya merupakan anggota Komisi III DPR asal Fraksi Partai NasDem.
Pasangan suami istri ini terjerat kasus korupsi berupa pemotongan anggaran seolah-olah utang kepada penyelenggara negara dan penerimaan suap di lingkungan Pemkab Kapuas, Kalimantan Tengah (Kalteng).
Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak, mengatakan, perkara ini berawal dari suap berupa fasilitas dan sejumlah uang kepada Ben Brahim. Fasilitas dan uang tersebut diterima dari berbagai satuan kerja perangkat daerah (SKPD) di Pemkab Kapuas, termasuk swasta.
Sementara itu, Ary Egahni diduga aktif turut serta dalam proses pemerintahan, antara lain, memerintahkan beberapa kepala SKPD memenuhi kebutuhan pribadinya. Ini dilakukan dalam bentuk pemberian uang dan barang mewah.
"Sumber uang yang diterima BBSB dan AE berasal dari berbagai pos anggaran resmi yang ada di SKPD Pemkab Kapuas," kata Johanis dalam konferensi pers, beberapa saat lalu.
Uang dan fasilitas yang diterima Ben digunakannya untuk memenuhi berbagai keperluan pribadi. Misalnya, biaya operasional saat Pemilihan Bupati (Pilbup) Kapuas dan Pemilihan Gubernur (Pilgub) Kalteng. "Termasuk untuk keikutsertaan AE, yang merupakan istri BBSB, dalam pemilihan anggota legislatif DPR RI di tahun 2019," ucap Johanis.
Ben Brahim juga diduga menerima sejumlah uang dari pihak swasta terkait pemberian izin lokasi perkebunan di Kapuas. Politikus Partai Golkar ini meminta swasta menyiapkan massa saat dirinya dan istrinya menjadi kontestan pemilihan umum (pemilu). Uang hasil praktik korupsi itu pun disinyalir untuk membayar lembaga survei.
"Mengenai besaran jumlah uang yang diterima BBSB dan AE, sejauh ini sejumlah sekitar Rp8,7 miliar, yang antara lain juga digunakan untuk membayar dua lembaga survei nasional," tutur Johanis.
Sentimen: positif (49.6%)