Sentimen
Negatif (100%)
22 Mar 2023 : 17.57
Informasi Tambahan

Institusi: Universitas Indonesia, UGM

Kab/Kota: Yogyakarta, Denpasar

Kasus: covid-19, Narkoba, pencurian, penganiayaan

Musabab di balik meningkatnya angka kejahatan

22 Mar 2023 : 17.57 Views 3

Alinea.id Alinea.id Jenis Media: News

Musabab di balik meningkatnya angka kejahatan

Listyo menyebut, jumlah kejahatan sepanjang 2022 sebanyak 276.507 kasus. Meningkat 18.764 atau 7,3% dibandingkan 2021. Akan tetapi, penyelesaian kasus menyusut 0,9% daripada 2021 yang mencapai 202.024. Pada 2022, kasus yang diselesaikan Polri sejumlah 200.147 (73,38%).

Padahal, sebelumnya jumlah kejahatan menurun terus. Badan Pusat Statistik (BPS) dalam laporan Statistik Kriminal 2022 mencatat, jumlah kejahatan pada 2019 sebanyak 269.324 kejadian. Angka itu menurun pada 2020 jadi 247.218 kasus dan 2021 jadi 239.481 perkara.

Data Pusat Informasi Kriminal Nasional (Pusiknas) Polri jumlahnya agak berbeda. Tahun 2019, Pusiknas Polri mencatat ada 178.837 kasus kejahatan, 2020 sebanyak 188.648 perkara, dan 2021 sebesar 275.164 kasus.

“Selama periode tahun 2019-2021, tingkat risiko terkena tindak kejahatan setiap 100.000 penduduk juga terus mengalami penurunan, pada tahun 2021 sebesar 90,” tulis BPS.

“Angka ini menurun dari 94 pada 2020 dan 103 pada 2019.”

Lantas, menurut BPS, selang waktu terjadinya kejahatan selama periode 2019-2021 menunjukkan pola perkembangan serupa. Selang waktu terjadinya suatu tindak kejahatan pada 2019 adalah 1 menit 57 detik, menjadi 2 menit 7 detik pada 2020.

“Intervalnya menjadi semakin panjang pada 2021 menjadi sebesar 2 menit 11 detik,” tulis BPS.

“Interval waktu yang semakin panjang menunjukkan intensitas kejahatan tindak kejahatan yang semakin menurun dan sebaliknya.”

BPS melaporkan, pada 2021 jumlah kejahatan yang paling banyak dilaporkan ada di Sumatera Utara, yakni 36.534 perkara. Diikuti Jakarta sebanyak 29.103 kasus, Jawa Timur sebanyak 19.257 perkara, dan Sulawesi Selatan sebanyak 14.636 kasus. Terendah ada di Kalimantan Utara, hanya 971 kasus.

Menurut kriminolog dari Universitas Indonesia (UI) Josias Simon Runturambi, banyaknya jumlah laporan kejahatan di Sumatera Utara dan Jakarta, tak bisa dilihat dari data hanya satu tahun. Namun, harus dicermati data lima tahun terakhir sebelum pandemi Covid-19.

“Pandemi itu kan sedikit meredam (kejahatan) karena ada pembatasan. Setelah itu, memang trennya kembali lagi (naik),” katanya saat dihubungi Alinea.id, Kamis (16/3).

Sementara itu, sosiolog dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Sunyoto Usman mengatakan, banyaknya laporan kejahatan di Sumatera Utara dan Jakarta pada 2021 terkait dengan karakteristik masyarakatnya yang majemuk.

“(Hal itu menyebabkan) ikatan-ikatan kultural, afiliasi kelompok, dan kontrol sosial rendah,” ucapnya, Kamis (16/3).

“Kemudian hanya mengandalkan pada aparat keamanan.”

Mengandalkan polisi untuk menjaga keamanan, terangnya, sangat berat. Karenanya, masyarakat harus ikut ambil bagian. Ia mencontohkan, di Yogyakarta ronda kampung masih berjalan. Tetangga pun masih saling mengingatkan satu sama lain.

“Jadi, ada ikatan komunal. Itu bisa jadi instrumen untuk menyadarkan orang supaya tidak jadi korban kejahatan,” ujar Sunyoto.

Di sisi lain, BPS melaporkan, tingkat risiko terkena kejahatan pada 2021 tertinggi ada di Papua Barat, yakni 289 setiap 100.000 penduduk. Disusul Jakarta sebesar 277 setiap 100.000 penduduk dan Sulawesi Utara sebesar 250 setiap 100.000 penduduk. Paling rendah ada di Jawa Barat, hanya 15 setiap 100.000 penduduk.

Yang menarik, Jawa Timur termasuk kategori lima terbesar jumlah kejadian kriminal. Namun, dari sisi tingkat kejahatan termasuk lima terendah, sebesar 48 setiap 100.000 penduduk.

“Hal ini tentu karena pengaruh jumlah penduduk Provinsi Jawa Timur yang besar,” tulis BPS.

Angka kriminalitas meningkat

Data yang disebut Listyo lebih sedikit ketimbang laporan yang diterbitkan Pusiknas Polri. Pada 2022, Pusiknas Polri mencatat, angka kriminalitas sebanyak 319.447 kasus. Meningkat 44.283 kasus dibandingkan 2021 yang sebanyak 275.164 perkara. Agustus 2022 jumlah kejahatan paling tinggi, yakni 29.397 kasus.

Lalu, jika dilihat secara global, basis data internasional Numbeo melaporkan, tahun 2022 Indonesia ada di urutan 70 tingkat kriminalitas paling tinggi di dunia, dengan skor indeks 46,1 poin. Jakarta ada di urutan 127 dan Bali 175 dengan angka kejahatan paling tinggi di dunia. Masing-masing mendapatkan skor 53.5 dan 48,6 poin. Sedangkan dalam wilayah Asia Tenggara, Jakarta berada di posisi delapan kota paling tinggi tingkat kriminalitasnya, dengan skor 53,5 poin.

Meski Listyo menyorot kejahatan terhadap perempuan dan anak, narkoba, perjudian, investasi ilegal, terorisme, dan kejahatan yang merugikan kekayaan negara dalam paparannya, namun sesungguhnya jenis kejahatan yang paling mencolok adalah pencurian dengan pemberatan. Pusiknas Polri melaporkan, jumlah kejahatan pencurian dengan pemberatan pada 2022 sebanyak 36.184 kasus. Diikuti penipuan, narkoba, dan penganiayaan.

Pusiknas Polri pun mencatat, selama 2022 waktu kejadian tindak kejahatan terjadi paling banyak antara pukul 08.00-11.59, dengan 50.656 kasus. Disusul pukul 18.00-21.59 sebanyak 50.012 kasus dan 04.00-04.59 sebanyak 48.548 kasus.

Sedangkan dilihat dari pekerjaan korban kejahatan, paling banyak karyawan swasta, yakni 60.264 orang. Diikuti lainnya 55.004 orang dan pelajar atau mahasiswa 32.289 orang. Dari jenis kelamin korban, laki-laki paling banyak, yakni 109.017. Sementara perempuan sebanyak 68.718 orang.

Menanggapi angka kejahatan yang meningkat pada 2022, Josias menjelaskan, hal itu terjadi seiring dengan meningkatnya aktivitas masyarakat, sesudah pembatasan mobilitas akibat pandemi Covid-19 dilonggarkan pemerintah.

“Para pelaku kejahatan memanfaatkan situasi itu. Jadi, mobilitas membuat kenaikan angka kejahatan pada beberapa jenis kejahatan tertentu,” ujarnya.

Sementara itu, Sunyoto menyampaikan, kenaikan angka kriminalitas di Indonesia pada 2022 disebabkan dorongan fenomena urban dan pola kejahatan yang berkembang. Ia menyebut, variasi kejahatan semakin kompleks, seiring perkembangan teknologi dan informasi. Misalnya, penipuan yang marak di media sosial.

“Jadi, saya kira itu polisi harus diberikan bekal canggih tentang variasi kejahatan ini,” ucapnya.

Meski demikian, Josias mengatakan, meningkatnya mobilitas yang mengakibatkan jumlah kejahatan naik, tak bisa dipukul rata setiap polda. Sebab, menurutnya, tingkat pengamanan juga ikut memengaruhi.

“Pengamanan tak hanya tanggung jawab polisi, tapi juga pemerintah daerah dan kesadaran masyarakat dalam menjaga lingkungan,” kata dia.

Demi menekan angka kejahatan, Sunyoto menyarankan sistem keamanan komunal, yang dalam praktiknya dilakukan warga tanpa pamrih atau bayaran. “Di Bali yang di perdesaan, itu masih bisa ditemukan rumah-rumah tidak dikunci, sepeda motor hanya ditaruh di pinggir jalan, (tapi) aman,” ucapnya.

“Tapi, kalau tengah kota, seperti Denpasar, mungkin sekarang sudah tidak. Karena di sana sudah majemuk (masyarakatnya, sehingga) kontrol adat dan sosial-komunal sudah tipis.”

Sentimen: negatif (100%)